Bung Karno dan Retorikanya: Singa Podium yang Jago Pidato Tanpa Teks
SEAToday.com, Jakarta - Prabowo Subianto akhirnya resmi dilantik sebagai Presiden Indonesia Kedelapan pada 20 Oktober 2024. Peristiwa pelantikan itu jadi pusat perhatian seisi Indonesia karena Prabowo unjuk kebolehan pidato selama satu jam tanpa teks.
Pidatonya menggebu-gebu. Seisi Gedung Nusantara di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta jadi ikut bersemangat. Semangat pidato tanpa teks itu membuat kita mengingat kembali sosok Presiden Indonesia pertama: Soekarno. Ia dijuluki Singa Podium. Bung Karno beberapa kali dalam peristiwa penting berpidato tanpa teks. Bagaimana bisa?
Buku adalah jendela dunia. Begitulah yang dipahami oleh Soekarno kecil. ia merasa buku dapat mempertemukkannya dengan gagasan para pemimpin dunia. Ia seraya berkawan baik dengan Karl Marx, Giuseppe Mazzini, Jean Jacques Rousseau, Aristide Briand, dan Jean Jaures.
Bung Karno jadi sering membayangkan bagaimana tokoh yang dikaguminya memainkan retorika yang membakar semangat rakyat. Ia gambarkan sendiri bagaimana tokoh favoritnya pekikan kata macam: Hidup kemerdekaan.
Keinginan Bung Karno jadi salah satu daritokoh hebat muncul. Satu-satunya upaya yang bisa dilakukan Bung Karno adala belajar. Ia memperdalam ilmu dan pemahamannya. Ia kemudian memperdalam latihan berbicara -- pidato.
Latihan pidato dilakukannya saat sengang. Ia kian memperdalam praktek pidato kala masuk Hoogere Burgerschool (HBS) Surabaya. Bung Karno pun indekos di rumah pejuang kemerdekaan HOS Tjokroaminoto. Semesta mendukung. Tjokroaminito seraya jadi mentornya. Ia ikut ke mana-mana Tjokroaminoto pergi dan naik mimbar.
Ia melihat sendiri Tjokroaminoto berpidato dengan menggelegar. Perlahan-lahan Bung Karno mempelajari model pidatonya. Bung Karno belajar intonasi. Kadang juga gerak tangan. Keterampilan itu terus diasah hingga lihai.
“Sambil berdiri di atas mejaku yang goyah aku ikut terbawa oleh perasaan. Aku mulai berteriak Selagi aku berpidato dengan sangat keras kepada tak seorangpun, kepala‐kepala berjuluran keluar pintu, mata bertonjolan dari kepala dan terdengar suara anak‐anak muda berteriak dalam gelap: Hei, No, kau gila?. Ada apa….Hei, apa kau sakit? dan kemudian tukang‐tukang sorak itu kembali pada jawabannya sendiri: Ah, tidak ada apa‐apa. Cuma si No mau menyelamatkan dunia lagi,” ujar Bung Karno ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (2014).
Awal Soekarno Keranjingan Pidato
Kerja keras takkan mengkhianati hasil. Bung Karno pun begitu. Ia berlatih pidato di mana saja, dari kandang ayam hingga kamar. Kemampuan pidatonya terus terasah. Pengetahuannya bertambah. Ia mampu memainkan nada untuk memainkan emosi pendengarnya.
Namun, pidato yang baik, adalah pidato yang diungkap di muka umum. Bung Karno pun tak ingin cuma tembok jadi saksinya. Ia mulai mencari podium untuknya berpidato. Kesempatan pun membawanya menuangkan retorikanya pertamanya di muka umum – kala usianya 16 tahun.
Podium yang dipilihnya adalah klub belajar di HBS. Awalnya Bung Karno sempat gugup, namun, bukan masalah besar. Bung Karno terus melakukan aksinya dan mendapatkan sambutan yang memukau. Ia kemudian keranjingan berpidato di mana-mana.
Aksi Bung Karno berpidato kian intens kala ia mulanjutkan pendidikannya ke Bandung. Ia sebagai mahasiswa kerap tak tahan membongkar borok penjajahan Belanda. Bung Karno selalu memilih naik panggung dan berpidato tiap ada kesempatan – ada atau tanpa teks.
Bung karno pun berpidato di mana saja. Apa saja bisa dijadikannya podium untuk berpidato. Istimewanya Bung Karno pernah memenelanjangi penjajahan Belanda dengan pidato pembelaannya (pledoi) di muka sidang pengadilan penjajah Belanda di Bandung pada 1930.
“Pembelaan Bung Karno yang berjudul: Indonesia Menggugat telah memberikan analisa tajam terhadap situasi penjajahan Belanda ketika itu. Pidato pembelaan itu sangat penting artinya dan mempunyai pengaruh yang luas. Dengan cepat pidato tersebut telah tersebar luas. Ini menguntungkan sekali bagi pendidikan politik rakyat, terutama yang terorganisasi dalam partai politik,” ujar sejarawan Anhar Gonggong dalam buku Muhammad Husni Thamrin (1985).
Imej Bung Karno sebagai pemimpin yang dapat membakar semangat rakyat muncul di mana-mana. Orang-orang jadi banyak mengenal Bung Karno. Mereka kemudian berbondong-bondong datang kala Bung Karno berpidato di muka umum.
Pidato Tanpa Teks
Bung Karno dikenal pula jago berpidato tanpa teks. Keterampilan itu kerap dipertontonkannya dalam hajatan paling penting. Upaya paling nyata Bung Karno berpidato tanpa teks terjadi saat Bung Karno melahirkan Pancasila pada 1 Juni 1945.
Pidato penting terkait dasar-dasar Negara itu terjadi di Gedung Tjuo Sangi In, Jakarta. Bung Karno mulai memainkan retorikanya yang berapi-api, tanpa teks. Ia menguraikan Pancasila satu demi satu butirnya. Semuanya yang mendengarnya tiada yang tak bergetar hatinya.
Bung Karno mendapatkan tepuk tangan yang tiada henti. Gemuruh kebangaan terlontar dari seluruh peserta rapat. Mereka kagum dengan keterpilan Bung Karno berpidato. Mereka juga terpukau dengan gagasannya: Pancasila.
“Selesai Bung Karno berpidato maka dengan suara Halilintar secara spontan gegap gempita seluruh anggota majelis bertepuk tangan riuh gemuruh; begitu pula karena rasa puas, terdengarlah sorak sorai para wartawan di dalam dan di luar gedung,” ujar istri Bung karno, Fatmawati Soekarno dalam buku Catatan Kecil Bersama Bung Karno (2016).
Pidato tanpa teks juga pernah dilakukan kala Bung Karno memerdekakan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945. Momentum itu terjadi pada saat pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia memang disiapkan, tapi tidak dengan pidatonya.
Bung Karno yang kurang enak badan tak punya lagi mempersiapkan teks pidato. Akhirnya, Bung Karno mengalir saja. Ia membuka acara dengan pidato yang berapi-api. Ia mengajak serta rakyat Indonesia mulai berdiri di atas kaki sendiri -- lepas dari belenggu penjajahan.
“Demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka. tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita. Mulai saat ini kita menyusun Negara kita. Negera Merdeka, Negara Republik Indonesia – merdeka, kekal, dan abadi,” terang Bung Karno dikutip dokter pribadinya, R. Soeharto dalam buku Saksi Sejarah (1984).
Keterampilan Bung Karno pidato tanpa teks tak perlu diragukan. Tanpa teks saja pidatonya selalu memukau pendengarnya. Pidatonya dengan teks pun malah makin membawa kekaguman.
Kondisi itu membuat Bung Karno meletakkan standar tinggi pidato tingkat presiden di antara pemimpin-pemimpin bangsa. Kadang kala karena standar terlalu tinggi, penerusnya tiada yang mampu menyamakan, atau melampaui Bung Karno.
Recommended Article
News Update
PLN Customers Get 50 Percent Discount in January and February 20...
Director General of Electricity of the Ministry of Mineral Resources (ESDM) Jisman P. Hutajulu said that his party has set a 50 percent discount for electricity tariffs for household customers of PT PLN (Persero) with po...
174 Victims of Jeju Air Plane Crash Have Been Identified
The Ministry of Agrarian Affairs, Infrastructure and Transport reported that 174 bodies from 179 fatalities of the Jeju Air plane crash in Muan, South Korea, have been identified so far.
Weather Forecast for Jakarta and Around: Light Rain
The Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency (BMKG) predicts that light rain will fall in several areas in Jakarta
President Prabowo Announces VAT Increase to 12 Pct. Only for Luxu...
Indonesian President Prabowo Subianto officially announced that the increase of the Value Added Tax (VAT) from 11 percent to 12 percent will be effective on January 1, 2025.
Popular Post
SOEs Ministry Tries Out Four Days in Workweek System
The State-Owned Enterprises (SOEs) Ministry is testing the implementation of a four-day workweek. This was shared on Instagram @lifeatkbumn on Saturday (6/8).
TransJakarta Extends Operational Hours of Soekarno-Hatta Airport...
TransJakarta extended its service time until midnight for the corridor with destination to the Soekarno-Hatta International Airport, starting Wednesday (6/19).