Pergi Tamasya ke Bina Ria: Dulu Kala Tempat Mangkalnya PSK di Ujung Ancol
SEAToday.com, Jakarta - Taman Impian jaya Ancol jadi kebanggaan wisata Jakarta. Taman hiburan tematik pertama di Indonesia itu mampu menarik minat warga Jakarta untuk tamasya. Pengunjung Ancol pun kian ramai saat menyambut HUT Kota Jakarta. Hiburan yang dihadirkan bejibun.
Kondisi itu jauh berbeda saat Taman Impian Jaya Ancol masih dikenal sebagai Taman Ria (Bina Ria). Hiburan yang ditawarkan bukan melulu urusan rekreasi, tapi urusan syahwat. Bina Ria jadi tempat mangkalnya muda-mudi dan Pekerja Seks Komersial (PSK). Begini Ceritanya.
Kekurangan tempat hiburan di Jakarta sudah jadi rahasia umum. Kekurangan itu turut dirasakan pula oleh Presiden Pertama Indonesia, Soekarno. Bung Karno mulai memikirkan pentingnya menghadirkan banyak tempat hiburan di Jakarta.
Bung Karno merasa rakyat Jakarta butuh hiburan, bukan cuma urusan makan. Rakyat butuh melepas penat dan bersenang-senang dengan biaya terjangkau. Ia ingin Jakarta mampu menghadirkan banyak hiburan seperti kota-kota besar di luar negeri.
Ia memiliki pandangan suatu kota paling tidak memiliki satu taman bermain besar serupa Disneyland. Bung Karno pun ingin 'menyulap' kawasan Ancol yang dipenuhi rawa-rawa jadi tempat hiburan. Keinginan itu lalu coba direalisasikan sebagai Proyek Ancol.
“Saya patut mengingatkan bahwa Proyek Ancol merupakan gagasan Bung Karno. Beliaulah yang pertama-tama menyuguhkan gambarannya, supaya rawa-rawa itu ditenun jadi tempat bersantai-santai, bersenang-senang,” ungkap Ali Sadikin ditulis Ramadhan K.H. dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977 (1992).
Keinginan itu sempat dibebankan kepada Gubernur DKI, Soemarno Sosroatmodjo pada 1960-an. Namun, progresnya tak cepat. Ali Sadikin pun datang dan mengubah segalanya. Gubernur DKI Jakarta era 1966-1977 segera menjalankan dan menuntaskan proyek Ancol.
Hasilnya pusat hiburan itu hadir pada 1967. Orang-orang mengenalnya sebagai Taman Rekreasi Bina Ria Ancol. Fasilitas di dalamnya serba lengkap. Ada pantai, taman hiburan, bioskop drive-in, motel, cottage, klub malam, dan gedung perjudian.
Beda Pagi, Beda Malam
Kehadiran Bina Ria disambut dengan antusias oleh segenap warga Jakarta. Saban hari warga Jakarta datang berbondong-bondong ke Bina Ria. Apalagi, karsis masuknya cukup murah. Orang dewasa dibandrol Rp10, anak-anak Rp5, mobil Rp50, motor/bemo Rp10, serta sepeda Rp5.
Uang yang dikeluarkan setimpal dengan rekreasi yang didapat. Mereka dapat menikmati udara segar pantai dan pasir putihnya. Mereka pun dapat mengakses ragam tempat hiburan lainnya di Bina Ria dengan biaya tambahan.
Potret pagi/siang hari dipenuhi oleh hiruk-pikuk pelancong menikmati rekreasi di Bina Ria. Namun, tamasya ke Bina Ria akan berbeda jauh pada malam hari. Bina Ria menjelma jadi tempat penyaluran hasrat seksual alamiah.
Barang siapa yang ingin berpacaran atau berkencang bisa datang ke Bina Ria. Pilihan tempat melakukan aktivitas seksual bisa dilakukan di mana saja, sesuai anggaran. Pelancong lain dapat dengan mudah memergoki aktivitas pengundang dosa itu.
“Mereka yang memerlukan tidak memedulikan apakah tempat itu hanya berupa semak-semak belaka yang mungkin ada ularnya. Dengan satu dua Koran tergelar, mereka dapat melampiaskan nafsunya di dalam semak-semak itu. Apakah dengan kekasihnya, dengan orang bawaannya atau dengan pelacur sekalipun, atau hanya dengan orang yang hanya iseng-iseng saja,”terang Yuyu AN. Krisna dalam buku Menyusuri Remang-Remang Jakarta (1979).
Tempat Mangkal PSK
Eksistensi Bina Ria sebagai tempat bisnis berahi terus berkembang. Satu demi satu wanita dari berbagai wilayah di Nusantara mulai mengadu nasib di Bina Ria. Mereka tak hanya datang dari wilayah sekitar. Kebanyakan dari luar daerah seperti Semarang, Karawang, hingga Palembang.
Mereka selalu dapat mengelabui petugas. Para PSK mulanya naik bis menggunakan baju layaknya pengunjung lainnya. Namun, setelah masuk Bina Ria mereka berganti pakaian dan mulai menjaja tubuhnya kepada pria hidung belang.
“Bina Ria juga terkenal sebagai lokasi prostitusi tempat PSK banyak berdiri di sepanjang pantai sebelah timur, yang banyak terdapat tenda tempat orang bisa duduk-duduk. Permainan seks bisa dilakukan di tenda-tenda, di dalam mobil yang diparkirdi tempat gelap di hotel dekat situ bahkan, di semak-semak yang banyak terdapat di sekitar Pantai Ancol,” tegas Firman Lubis dalam buku Jakarta 1950-1970 (2018).
Rata-rata PSK saat itu mematok tarif minimal Rp4 ribu per kencan. Namun, jika mereka menemukan pelanggan baik hati, angka yang didapat bisa mencapai Rp10 ribu untuk sekali main. Mereka biasanya memulai cinta satu malam di tenda yang biasa di sewa dengan harga Rp100 per jam.
Tarif akan berubah ketika pria hidung belang mengajak mereka ke motel atau tempat lainnya. Tarif yang dikenakan tentu lain. Bisnis berahi itu bertahan dalam waktu yang lama. Namun, bukan berarti aktivitas berahi itu tak pernah memunculkan polemik.
Pengelola Bina Ria pernah merasa terganggu dengan kehadiran PSK. Mereka meyakini PSK dapat merusak imej Bina Ria sebagai tempat rekreasi. Pengelola pun sempat melaporkan ke Ali Sadikin. Tanggapan Ali justru sebaliknya.
Ali membiarkan aktivitas itu langgeng. Keputusan itu diambilnya karena pemerintah DKI Jakarta belum dapat memberikan jaminan pekerjaan yang layak kepada PSK jika mereka dilarang menjajakan tubuh. Ali mengungkap urusan dosa tak perlu tak diganggu.
“Bukan kamu yang dosa. Itu urusan mereka sendiri. Kamu nggak dosa, yang dosa itu mereka. Sudah biarkan saja,” imbuh Ali dikutip Sugianto Sastrosoemarto dalam buku Jejak Soekardjo Hardjosoewirjo di Taman Impian Jaya Ancol (2010).
Bina Ria memang telah tiada dan berganti dengan Taman Impian Impian Jaya Ancol. Namun, ingatan Bina Ria sebagai tempat memadu kasih dan prostitusi terus dikenang. Bahkan, Bina Ria sering diabadikan dalam bentuk lagu. Lagu yang berhasil menggambarkan Bina Ria sebagai gelanggang birahi adalah lagu yang dinyanyikan Titi Kamal-Jablay dari film Mendadak Dangdut (2006). Lirik itu hadir dalam bait pertama: Waktu tamasya ke bina Ria/ Pulang-pulang ku berbadan dua.
Recommended Article
News Update
Erick Thohir Officially Inaugurates New Board for Indonesian Futs...
The formation of the new management for these two federations under PSSI aims to align all stakeholders related to football in Indonesia.
BAZNAS to Build Hospitals, Mosques, Schools in Gaza Recovery Prog...
The funds to be used are the donation funds that are still being held for the Palestinian people. According to him, the donation for Palestine titled “Membasuh Luka Palestina”
Ngurah Rai Airport Expands Access to Nusantara via Balikpapan wit...
General Manager of PT Angkasa Pura Indonesia I Gusti Ngurah Rai Airport Ahmad Syaugi Shahab in Denpasar, on Wednesday (11/20), said this route adds connection opportunities to the State Capital of the Archipelago.
Minister Yusril Clarifies: Mary Jane Veloso Transferred, Not Rele...
Yusril explained that the Indonesian government had received an official request from the Philippine government regarding the transfer of Mary Jane Veloso. The transfer can be carried out if the conditions set by the Ind...
Trending
- # Daily Update
- # Regional
- # Nasional
- # Internasional
Popular Post
SOEs Ministry Tries Out Four Days in Workweek System
The State-Owned Enterprises (SOEs) Ministry is testing the implementation of a four-day workweek. This was shared on Instagram @lifeatkbumn on Saturday (6/8).
TransJakarta Extends Operational Hours of Soekarno-Hatta Airport...
TransJakarta extended its service time until midnight for the corridor with destination to the Soekarno-Hatta International Airport, starting Wednesday (6/19).