• Minggu, 22 September 2024

Kerusuhan Mei 1969: Tragedi Berdarah Orang Melayu dan Tionghoa di Malaysia

Kerusuhan Mei 1969: Tragedi Berdarah Orang Melayu dan Tionghoa di Malaysia
Parade kemenangan yang dilakukan partai koalisi DAP dan Partai Gerakan | Buku May 13; Before and After (1969)

SEAToday.com, Jakarta-Bulan Mei 1998 akan selalu menjadi bulan yang dicatat dalam sejarah kelam Indonesia. Pada saat itu, Indonesia mengalami tragedi berdarah yang dikenal sebagai Kerusuhan Mei 1998. Tragedi itu dipicu oleh ketidakpuasan rakyat kepada pemerintahan Soeharto dan Orde Baru. Ratusan orang meninggal dunia.

Mereka yang paling merasakan pahitnya kerusuhan adalah etnis Tionghoa. Selain Indonesia, peristiwa Mei berdarah juga berlangsung di negara tetangga, Malaysia. Bedanya Malaysia lebih dulu merasakan konflik rasial antara orang Melayu dan Etnis Tionghoa pada 13 Mei 1969. Begini ceritanya.

Politik sering kali memperparah konflik rasial. Kondisi itu terjadi di Negeri Jiran. Mulanya segenap rakyat Malaysia sedang menikmati pesta demokrasi Pemilu pada 10 Mei 1969. Mereka mendatangi bilik-bilik pemungutan suara untuk memilih calon wakil rakyat yang terbagi dalam tujuh partai.

Rakyat Malaysia akan memilih wakil rakyat yang akan memperebutkan 144 kursi di Dewan Rakyat. Tujuh partai itu terbagi dalam dua koalisi. Masing-masing partai koalisi pemerintahan, Barisan Nasional diisi oleh gabungan partai UMNO, MCA, dan MIC.

Partai koalisi oposisi hadir dengan Partai Tindakan Demokratis (DAP) dan Partai Gerakan Rakyat Malaysia. Pemilu 1969 berlangsung lancar. Aroma sebuah pesta demokrasi keluar. Walau isu rasial hadir mengiringi.

Koalisi Barisan Nasional dianggap representasi orang Melayu. Lalu koalisi Partai Oposisi disebut representasi etnis Tionghoa.

Insiden 13 Mei 1969

Partai Oposisi coba tancap gas dengan mengklaim langsung kemenangan dalam pemilu 1969. Simpatisan partai oposisi mencoba merayakan kemenangan di jalanan Kuala Lumpur pada 11-12 Mei 1969. Merkea yang melakukan selebrasi kemenangan didominasi oleh etnis China. padahal pengunguman pemenang belum final.

Parade kemenangan partai oposisi berlangsung meriah. Mereka menggunakan mobil dan motor untuk keliling kota. Masalah hadir. Suasana kebahagiaan itu dirusak oleh simpatisan partai yang mulai melakukan penghasutan.

Sentimen-sentiman rasial dilemparkan. Pekikan seperti ‘Ini Negeri bukan Melayu punya’ serta ‘Melayu balek, pergi mati’ terus diulang-ulang. Kelompok Barisan Nasional dan Orang Melayu naik pitam. Parade tandingan didengungkan pada 13 Mei 1969. Kerusuhan pun dimulai.

“Ratusan pendukung Barisan Nasionai berduyun-duyun menuju ke kediaman Ketua UMNO Selangor itu. Namun, sebuah berita buruk datang dari Kuala Lumpur. Serombongan pemuda Melayu yang akan bergabung dengan mereka dilempari botol dan batu oleh kelompok Cina dan India di Setapak utara Malaysia,” hadir di laporan majalah Tempo berjudul Darah dan Api 13 Mei 1969, 7 November 1987.

Kondisi kian tak terkendali kelompok Barisan Nasional yang sudah berkumpul mengumandangkan penyerangan. Mereka membawa senjata apa saja yang dapat dibawa. Batu, pisau, bambu runcing hingga pipa. Mereka mulai menyisir simpatisan kelompok oposisi ke perkampungan China.

Simpatisan Barisan Nasional kian beringas. Mereka yang mengenakan ikat kepala merah atau putih mulai membantai penduduk Tionghoa dan membakar rumah mereka. Orang Tionghoa pun tak mau kalah dengan mendatangi rumah orang Melayu.

Mereka membawa pistol dan senapan laras panjang untuk membantai orang Melayu. Kerusuhan itu berlangsung di beberapa tempat. Pemerintah pun turun tangan. Aparat keamanan diturunkan pada pukul 22:00.

Masing-masing 2 ribu personel militer dan 3.600 polisi. Namun, bukan meredakan, kehadiran aparat keamanan justru membawa masalah baru. Aparat keamanan hanya dibekali perintah untuk memadam aksi lewat ujung bedil saja.

Mereka menembak siapa saja yang berkeliaran di malam hari. Korban jiwa pun terus meningkat. Keadaan darurat diberlakukan. Peristiwa itu menewaskan 196 jiwa, 1.019 orang dinyatakan hilang, sisanya 9.143 orang di penjara.

Pemerintah Jadi Biang Keladi

Tragedi 13 Mei dianggap sebagai konflik rasial terburuk di Malaysia. Ekonomi Malaysia goyang. Investor pun tak mau masuk. Kondisi itu membawa pengaruh terhadap program-program pemerintah. Sederet program itu jadi terhambat.

“Kerusuhan 13 Mei di Kuala Lumpur merupakan gangguan rasial terburuk di Malaysia sejak kemerdekaan. Masalah itu menyebabkan hilangnya produktivitas selama beberapa hari dan menurunnya belanja konsumen selama beberapa bulan. Kerusuhan pun menimbulkan kerusakan jangka pendek terhadap perekonomian Malaysia,” imbuh Anthony Polsky dalam surat kabar The New York Times berjudul Malaysia Loses Momentum, 19 Januari 1970.

Banyak pihak pun mulai melakukan spekulasi siapa yang sesungguhnya bersalah atas kejadian. Ada yang menyebut partai oposisi. Ada juga yang menyebut pemerintah. Kondisi itu bahkan diungkapkan sendiri oleh politikus ulung Malaysia, Mahathir Mohamad (kemudian jadi PM Malaysia ke-4 dan ke-7).

Mahathir yang kala itu kader dari Partai UMNO dan juga wakil rakyat menyebut pemerintahan Perdana Menteri Tengku Abdul Rahman harus bertanggung jawab. Mahathir menyebut pemerintahan itu sarat dengan korupsi.

Pemerintah seperti tak mau menerima kritikan, dari dalam mapun luar koalisi. Pemerintah terus dengan gebrakan andalan mengandalkan etnis Tionghoa dalam ekonomi. Di bidang politik baru orang Melayu. Kesenjangan sosial jadi kian melebar.

Mahathir menyebut pemerintah harusnya paham bahwa konflik rasial seperti itu telah berlangsung di masa penjajahan Inggris. Dinamikanya selalu sama. Usaha orang Tionghoa bertumbuh, sedangkan orang Melayu seraya jalan ditempat. Kritikan justru membuat Mahathir dikeluarkan dari partainya, UMNO.

“Pemisahan tersebut sebenarnya adalah warisan dari jaman kolonial Inggris di Malaya, akan tetapi pemerintah sekarang malah tetap melanjutkan pemisahan tersebut. Karena itulah tidak salah apabila banyak rakyat yang kecewa dengan pemerintah di bawah Barisan Nasional,” ujar Muhammad Hasmi Yanuardi dan Ahmed Musyalen Firdaus dalam tulisan di Jurnal Pendidikan Sejarah berjudul Tragedi 13 Mei 1969 dalam Berbagai Perspektif, 1 Januari 2023.

Masalah itu jadi luka rakyat Malaysia. Tragedi 13 Mei juga membuktikan jika masalah menjaga keberagaman ras tidak mudah. Pemerintah harus aktif mempersatukan dan tidak boleh dibenturkan sebagai pion dalam kontestasi politik.

 

Share
Berita Terkini
14 Perjalanan Whoosh Dibatalkan Akibat Gempa di Kabupaten Bandung

14 Perjalanan Whoosh Dibatalkan Akibat Gempa di Kabupaten Bandung

262 Orang Meninggal Akibat Topan Yagi di Vietnam

Media Vietnam melaporkan 29 orang tewas dalam 24 jam terakhir akibat topan Yagi, menambah total korban tewas akibat topan tersebut di Vietnam menjadi 262 orang.

Australia akan Batasi Akses Anak ke Sosial Media

Pemerintah Australia, Selasa (10/9) menyatakan jika tahun ini akan mengesahkan undang-undang tentang usia minimum bagi anak-anak untuk mengakses media sosial.

64 Meninggal, Ratusan Terluka akibat Topan Super Yagi Melanda Vie...

Jumlah korban meninggal di Vietnam meningkat menjadi sedikitnya 64 orang, Senin (9/9), sementara ratusan orang lainnya terluka akibat topan super Yagi yang melanda dan menyebabkan banjir serta tanah longsor.

Peneliti BRIN Publikasikan Spesies Baru Endemik Indonesia Anggrek...

Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mempublikasikan temuan tanaman anggrek spesies baru dari pulau Sulawesi yang dikenal masyarakat sebagai Anggrek Kuku Macan.

Trending Topic
Trending Topic
Trending
Trending
Popular Post

Sekolah Dasar Muhammadiyah di Sidoarjo Menerapkan Waktu Tidur Sia...

SD Muhammadiyah 4 Zamzam di Sidoarjo, Jawa Timur, menjadikan tidur siang sebagai salah satu pelajaran yang wajib diikuti siswa.

Peltu (Purn) Tatang Koswara Penembak Jitu Indonesia yang Diakui...

Tatang Koswara, lahir di Cibaduyut pada 12 Desember 1946 adalah salah satu penembak jitu (sniper) Indonesia yang diakui dunia.

Ghisca Debora Berniat Meraup Untung Rp250 Ribu per Tiket dari Pen...

Ghisca Debora Aritonang, tersangka penipuan tiket Coldplay, meraup keuntungan sebesar Rp250.000 per tiket.

Ketua KPK Firli Bahuri Ditetapkan sebagai Tersangka

Polda Metro Jaya menetapkan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.