3 Teori Psikologi ini Bisa Cegah Paparan Hoaks di Media Sosial

3 Teori Psikologi ini Bisa Cegah Paparan Hoaks di Media Sosial

Seatoday, Jakarta - Melalui webinar yang ditayangkan juga secara langsung di kanal YouTube AJI Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama Google News Initiative (GNI) menggelar acara pada Selasa, (24/10/2023) yang diberi tajuk "Memahami Fenomena Misinformasi dan Disinformasi dari Perspektif Psikologi." 

Pada kesempatan ini, Hadi Purnama, selaku Dosen Universitas Telkom sekaligus Trainer GNI-AJI menyampaikan terkait paparan hoaks yang marak beredar bisa dicegah dengan teori psikologi. Hadi menjelaskan bahwa ada tiga teori penting dalam psikolog yang wajib diketahui masyarakat luas dalam menghadapi hoaks.

 1. Disinhibisi online

Teori psikolog ini menjabarkan tentang keterbukaan perilaku seseorang di lingkungan online cenderung lebih ekspresif dibanding offline atau di kehidupan nyata. Ini disebabkan karena adanya konsep anonim, di mana individu merasa lebih nyaman berinteraksi dengan bebas serta minimnya rasa takut, karena kurangnya konsekuensi langsung. Perilaku disinhibisi yang berlebihan dalam hal ini bisa memicu perilaku kasar dan menyimpang.

2. Filter bubble theory

Teori ini menggambarkan algoritma media sosial yang mempersempit eksposur penggunanya terhadap informasi yang sejalan dengan preferensi atau pandangannya. Maksudnya, pengguna media sosial hanya terbatas pada konten yang mendukung bias mereka dan cenderung mengisolasi dari sudut pandang lain.

3. Inokulasi

Teori ini menyatakan, individu dapat mempersiapkan dirinya terhadap informasi atau pesan yang meragukan, caranya yakni menerima informasi lebih dulu dari argumen yang melawan pesan tersebut. Teori ini bisa juga dianalogikan layaknya vaksinasi.

Hadi memaparkan bahwa, motif penyebaran hoaks di media sosial dilakukan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab dengan berbagai motif seperti politik, ekonomi, ideologi, kebencian, atau bahkan sekadar iseng.

Ia juga menuturkan bahwa, "dampak media sosial itu sangat-sangat besar terhadap penyebaran hoaks karena tidak sulit dijangkau oleh monitor, terutama oleh pihak-pihak pengecek fakta."

Karena dampak yang ditimbulkannya cukup besar, Hadi memaparkan tiga langkah memitasi bahaya dari penyebaran misinformasi ini. Pertama, preventif-edukatif atau tindakan menghindari misinformasi dengan mengedukasi publik tentang literasi digital, yang dilanjutkan prebunking berbasis fakta, logika, dan sumber kredibel.

Selanjutnya, korelatif yang berupa debuking atau pengecekan fakta dari misinformasi yang beredar. Dan terakhir, represif, dengan cara melakukan penegakan hukum dan memberi sanksi berupa perdata dan pidana kepada oknum penyebar hoaks yang merugikan.

sumber foto: pexels.com/Magnus Mueller