SEAToday.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan curah hujan dengan intensitas tinggi masih akan terjadi hingga 11 Maret. Meskipun dalam beberapa hari ke depan diprediksi ada sedikit penurunan intensitas akibat modifikasi cuaca di beberapa wilayah, masyarakat tetap diminta untuk waspada.
BMKG mengingatkan bahwa daerah yang rawan banjir dan longsor, serta wilayah dengan daya tampung air yang rendah, harus tetap siaga menghadapi potensi cuaca ekstrem.
"Hujan tertinggi kemarin mencapai 232 milimeter dalam 24 jam. Kami perkirakan kondisi ini masih berlanjut hingga tanggal 11, sehingga kewaspadaan tetap diperlukan. Intensitas mungkin sedikit berkurang, tetapi diperkirakan meningkat kembali menjelang tanggal 11," ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/3).
Meski demikian, ia berharap bahwa modifikasi cuaca yang dilakukan BMKG hingga 8 Maret dapat membantu mengurangi intensitas hujan.
"Upaya ini bukan untuk menghentikan hujan, karena itu tidak mungkin. Namun, kami berharap bisa mengurangi intensitasnya," tambahnya.
Dwikorita juga menyebut beberapa daerah yang perlu meningkatkan kewaspadaan, antara lain Jawa Barat, DKI Jakarta, Lampung, sebagian wilayah Palembang, dan beberapa daerah di Bengkulu.
"Kami mohon doa agar semua dampak dapat diminimalkan dan tidak ada korban jiwa," tuturnya.
Dalam dua hari terakhir, banjir dengan ketinggian 1–4 meter telah merendam permukiman di beberapa daerah seperti Bekasi, Jakarta, Tangerang, dan Depok. Banjir ini juga menyebabkan gangguan lalu lintas akibat sejumlah jalan utama terendam air.
Di Kota Bekasi, delapan dari 12 kecamatan terdampak banjir, menyebabkan aktivitas masyarakat lumpuh total. Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, dalam rapat koordinasi bersama Kepala BNPB Suharyanto dan Menko PMK Pratikno, melaporkan bahwa banjir terparah terjadi di sepanjang aliran Sungai Bekasi, khususnya di titik pertemuan Kali Cikeas dan Kali Cileungsi. Ketinggian air di wilayah tersebut bahkan mencapai lebih dari 8 meter, melebihi banjir besar pada tahun 2016 dan 2020.
Menurut Tri, penyebab utama banjir adalah luapan air dari tanggul yang dibangun oleh Balai Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BWSCC). Selain itu, beberapa titik tanggul yang belum selesai dibangun juga memperburuk dampaknya.
"Ketinggian air yang melebihi delapan meter menyebabkan air meluap dari tanggul yang sudah ada. Sementara di beberapa lokasi, tanggul masih dalam proses pembangunan sehingga dampaknya semakin besar," jelasnya.