• Saturday, 11 January 2025

Rumah Pengangsaan Timur 56: Saksi Bisu Kemerdekaan Indonesia yang Tinggal Kenangan

Rumah Pengangsaan Timur 56: Saksi Bisu Kemerdekaan Indonesia yang Tinggal Kenangan
Rumah yang pernah jadi kediaman Bung Karno dan saksi bisu peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang terletak Jalan Pegangsaan Timur 56 | Museum Nasional/ Kementerian Penerangan

SEAToday.com, Jakarta - Proklamasi Kemerdekaan Indonesia merupakan peristiwa sakral pada 17 Agustus 1945. Soekarno dan Mohammad Hatta mewakili seluruh rakyat Indonesia melepas belenggu penjajahan. Prosesi suci itu berlangsung di halaman depan kediaman Bung Karno Jalan Pegangsaan Timur 56, Menteng, Jakarta Pusat.

Kediaman itu jadi saksi bisu peristiwa penting dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Namun, pemerintah Indonesia justru mengedepankan sikap impulsif. Empunya kuasa justru merobohkan rumah yang dijuluki Titik Nol Republik Indonesia. Kenapa begitu?

Masa pendudukan Jepang memang sebentar. Namun, dampaknya besar bagi perjuangan kaum bumiputra untuk merdeka. Pejuang kemerdekaan yang dulunya keukeuh tak sudi berkolaborasi dengan penjajah Belanda berubah sikap. Mereka mau berkolaborasi dengan Jepang.

Kolaborasi itu bukan bertujuan jadi bawahan Jepang. Suatu kolaborasi yang dimaksud supaya rakyat dapat didik dan dipersiapkan untuk meraih kemerdekaan. Mereka menganggap Jepang memiliki keterbatasan dalam memerintah Indonesia.

Mereka pasti butuh tenaga pejuang kemerdekaan untuk mendapat simpati rakyat Indonesia. Pandangan itu membuat Soekarno yang sudah memakan asam garam perjuangan mau berkolaborasi dengan Jepang.  

Soekarno pun tak sendiri. Keberadaannya didukung pula dengan hadirnya Bung Hatta, Kiai Haji Mas Mansur, hingga Ki Hajar Dewantara. Mereka mantap memilih posisi sebagai kolaborator.

“Soekarno, sebaliknya, dipandang oleh Belanda sebagai seorang yang romantis, dengan kepribadian yang lebih goyah dan sukar diduga, yang dalam berhadapan dengan Jepang memilih jalan kooperatif, sekalipun sebelumnya dalam PNI memilih tegas jalan nonkooperatif menghadapi Belanda,” ungkap Ignas Kleden dalam buku Fragmen Sejarah Intelektual: Beberapa Profil Indonesia Merdeka (2021).

Fasilitas Rumah

Penjajah Jepang tak serta-merta gegabah menjalankan pemerintahannya sendiri di Nusantara. Mereka mulai bertindak ‘menyelamatkan’ pejuang kemerdekaan Indonesia yang dulunya ditawan Belanda. Soekarno yang berada di pembuangannya di Bengkulu masuk target.

Bung Karno diajak berkolaborasi hingga setuju. Ia diboyong ke Jakarta pada Juli 1942. Jepang mencoba menyediakan segala kepentingan Bung Karno di Jakarta, dari kantor, staf, mobil, hingga rumah. Rumah yang diminati Bung Karno selalu sama, asal bisa menampung kedatangan rakyat dalam jumlah besar itu sudah cukup.

Jepang pun memberikan instruksi pencarian kepada pejuang kemerdekaan Achmad Soebarjo. Mulanya terpilihlah rumah dua tingkat di Orange Boulevard kawasan elite Menteng, Jakarta Pusat. 

“Jepang telah menyediakan sebuah rumah bertingkat dua yang sangat bagus, terletak di sebuah jalan raya Jakarta. Rumah itu mempunyai lapangan rumput, beranda, garasi, dan perabotan lengkap, kecuali piring dan barang pecah belah lain yang seluruhnya telah dihancurkan Belanda sebelum pergi,” ungkap Bung Karno ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (2014).

Belakangan Bung Karno tak kerasan di rumah yang diidentifikasi berada di Jalan Diponegoro 11. Bung Karno ingin rumah yang perkarangan luas sehingga dapat menampung orang banyak. Konon, Bung Karno tak suka naik turun tangga.

Jepang pun memberi keleluasaan ke Bung Karno dan keluarganya mencari tempat tinggal yang sesuai. Pilihan akhirnya jatuh pada sebuah rumah di Jalan Pegangsaan Timur 56. Rumah itu menjelma jadi rendezvous pejuang kemerdekaan Indonesia. Saban hari rumah itu tak pernah sepi. Orang-orang banyak berdatangan dari dalam dan luar Jakarta.

Intensitas kedatangan massa dan pejuang kemerdekaan kian meningkat kala Bung Karno mulai memegang jabatan sebagai pemimpin Pusat Tenaga Rakyat (Putera) pada 1943. Organisasi itu diperuntukan Jepang mulanya untuk mendukung Jepang. Namun, Bung Karno dan pejuang lainnya membelok tujuannya

Putera justru jadi corong menyebarkan ide kemerdekaan dan meningkatkan hajat hidup kaum bumiputra. Seiring waktu rumahnya di jalan Pegangsaan Timur 56 ikut jadi saksi bisu sejarah.

Rumah itu jadi saksi bagaimana Fatmawati Soekarno yang sedang hamil tua menjahit bendera Sang Saka Merah Indonesia. Rumah itu juga jadi saksi Bung Karno sehabis sahur diculik golongan muda ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945.

Puncaknya rumah Bung Karno itu jadi saksi peristiwa maha besar bagi rakyat Indonesia. Halaman rumah itu jadi lokasi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia didengungkan pada 17 Agustus 1945.

Soekarno dan Hatta mewakili segenap kaum bumiputra melepas belenggu penjajahan. Kata-kata yang paling banyak terdengar di tengah bulan Ramadan di Jalan Pegangsaan Timur 56 kala itu hanya: Merdeka, Merdeka, dan Merdeka.

Penghancuran Rumah

Indonesia telah merdeka dari belenggu penjajahan Belanda dan Jepang. Bung Karno dan Bung Hatta sudah pula diangkat rakyat Indonesia jadi pemimpin bangsa. Goresan takdir itu selintas tampak sempurna. Romantis revolusi jadi pengiring setia kemerdekaan.

Belakangan euforia revolusi memunculkan dua sisi. Sisi pertama, rasa memiliki rakyat terhadap Indonesia meninggi. Sisi lainnya, euforia itu justru membuat pemerintah berduet dengan rakyat menghancurkan bangunan-bangunan peninggalan era kolonial.

Penghacuran itu dianggap simbol Indonesia telah merdeka dari belenggu penjajahan. Rumah Bung Karno yang berada di Jalan pegangsaan Timur 56 tak luput dari penghancuran. Rumah itu secara resmi dihancurkan pada 1956.  

Pemerintah sendiri sebenarnya tak memiliki alasan jelas terkait penghancuran. Banyak pula sejarawan yang memiliki pandangan berbeda-beda. Ada yang menyebut rumah itu mengganggu pemandangan Gedung Pola.

Ada pula yang menyebut rumah dibongkar karena Bung Karno telah merencakan pembangunan monumen lebih besar: Monas. Namun, yang paling mendekati penghancuran erat hubungannya dengan euforia romantisme revolusi. Soekarno tak mau bangunan peninggalan Belanda jadi lokasi bersejarah.

“Konon, Soekarno dipengaruhi oleh euforia kemerdekaan dan tidak menginginkan adanya pengaruh kolonial pada zamannya. Oleh sebag itu, rumah proklamasi itu, yang juga bekas rumahnya diratakan dengan tanah dan diganti dengan gedung yang pada waktu itu cukp megah, Gedung Pola,” ungkap Sejarawan Zeffry Alkatiri dalam buku Jakarta Punya Cara (2012).

Boleh saja penghancuran rumah di Jalan pengangsaan Timur 56 memang menghilangkan aroma kolonial. Masalah baru tanpa disadari muncul. Penghancuran itu juga seraya menghapus simbol kemerdekaan Indonesia.

Aksi penghancuran itu membuat momentum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia hanya dapat dinikmati lewat foto belaka. Mereka yang ingin napak tilas atau sekedar berwisata ke Jalan Pegangsaan Timur 56 harus gigit jari.

Romantisme revolusi boleh saja. Namun, menghilangkan sesuatu yang punya sejarah besar dapat berujung kepada ketidaktahuan akan masa lalu. Tindakan itu seraya menghapuskan daya magis dari kata-kata Bung Karno sendiri: Jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jas Merah).

Share
Insight Indonesia
Muhammadiyah: Ramadan 2025 Begins March 1, Eid Falls on March 30

Muhammadiyah: Ramadan 2025 Begins March 1, Eid Falls on March 30

Ministry of Religious Affairs: 2025 Hajj Departure Begins Early M...

The Ministry of Religious Affairs (Kemenag) issued a travel plan for the 1446 Hijri/2025 Hajj pilgrimage after previously deciding on the Hajj Implementation Fee (BPIH) with the Hajj Working Committee (Panja) of the Hous...

Retirement Age for Workers Rises to 59 Years as of January 2025

This retirement age will be the basis for the utilization of the pension insurance program implemented by the Employment Social Security Agency (BPJS TK).

Government Plans To Have 5000 Heads of SPPG for Makan Bergizi Gra...

The government plans to have 5,000 heads of Nutrition Fulfillment Service Units (SPPG) to manage Makan Bergizi Gratis Programme.

President Prabowo to Build School for Underprivileged and Extreme...

This program will be tested at three points in the Greater Jakarta area and will prioritize students from poor families and the extreme poor.

Trending Topic
Weather Forecast
BMKG Predicts Light Rain in 20 Regions in Indonesia Today

BMKG Predicts Light Rain in 20 Regions in Indonesia Today

Weather Forecast for Jakarta Saturday 4 Januari 2025

BMKG predicts that Jakarta on Saturday (4/1/2025) today will only be cloudy from morning to night.

Weather Forecast for Jakarta and Around: Light Rain

The Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency (BMKG) predicts that light rain will fall in several areas in Jakarta

BMKG Predicts Rain Across Major Indonesian Cities on Tuesday

Rain is expected to fall over several major cities in Indonesia on Tuesday, (12/24/2024), according to the BMKG

Rain Expected in Jakarta on Tuesday Afternoon and Evening

Light rain is forecasted to hit most areas of Jakarta on Tuesday afternoon and evening, according to the Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency (BMKG),