Sejarah GBK: Dari Arena Asian Games 1962 ke Panggung Politik Bung Karno
SEAToday.com, Jakarta - Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) kian mendapatkan perawatan intensif. Upaya itu dilakukan untuk meningkatkan kualitas rumput stadion dalam menyambut babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Indonesia akan menantang Australia di Stadion Utama GBK pada 10 September 2024.
Persiapan itu dianggap dianggap penting dan sesuai cita-cita Bung karno. Dulu kala Bung Karno mengutamakan pembangunan Kompleks Olahraga dan Stadion Utama GBK. Bung Besar menganggap GBK adalah simbol supremasi Indonesia di dunia olahraga dan panggung politiknya. Begini ceritanya.
Bung Karno punya peran besar membangun Jakarta. Ia menganggap Jakarta adalah representasi dari wajah kebesaran Indonesia. Wajah Ibu Kota cantik, maka seisi Nusantara dianggap cantik. Begitu pula sebaliknya.
Ia mulai memainkan peranan. Segala macam pembangunan Jakarta harus melalui restunya. Gebrakan itu membuat Bung Karno ikut andil memilih pemimpin yang layak untuk Jakarta. ia juga andil dalam menentukan apa saja yang dibangun di Ibu Kota.
Keinginan Bung Karno kian menggebu-gebu kala Dewan Federasi Asian Games di Tokyo, Jepang memilih Jakarta jadi tuan rumah Asian Games 1962. Soekarno kegirangan. Ia memanggap Asian Games seraya panggung besar memperlihatkan Indonesia ke dunia.
Mula-mula ia ingin Jakarta berbenah. Perencanaan pembangunan kompleks olahraga megah di Jakarta digaungkan. Fasilitasnya sudah tentu mengikuti selera zaman. Ia mampersiapkan pembangunan hotel berbintang dan tentu saja monumen selamat datang.
Bung Besar punya mimpi Asian Games 1962 dapat menjelma jadi yang paling besar dan termegah. Urusan dana tak jadi soal. Ia dapat melakukan diplomasi untuk mencarinya.
“Gangguan paling besar adalah Asian Games yang akan diadakan di Jakarta pada 1962. Presiden sangat ingin membuat Asian Games ini acara paling besar dan paling berhasil. Sehingga dimulailah proyek-proyek besar untuk mempersiapkan Jakarta di mata imternasional,” ungkap Susan Blackburn dalam buku Jakarta Sejarah 400 Tahun (2012).
Pembangunan GBK
Jakarta jadi berbenah sejak Indonesia terpilih sebagai tuan rumah Asian Games 1962. Persiapan yang dilakukan Indonesia tak sedikit. Pembangunan ragam infrastruktur mulai digagas. Namun, hal yang paling utama adalah membangun sebuah kompleks olahraga dengan stadion utama yang megah.
Kompleks olahraga yang kemudian dikenal sebagai GBK mengharuskan Bung Karno andil sedari perencanaan dan pencarian lokasi. Keinginan itu karena Jakarta tak memiliki stadion yang mempuni dan dapat menampung massa dalam jumlah besar.
Satu-satunya stadion lumayan yakni Stadion Ikada yang berada di Lapangan Merdeka (kini: Lapangan Monas). Itupun dengan kapasitas kecil. Staion Ikada takkan memenuhi standar hajatan olahraga sekelas Asian Games.
Bung Karno pun mulai menginisiasi pencarian lokasi baru. Opsi mengelilingi Jakarta dilakukan dengan menumpang helikopter. Suatu langkah dianggap dapat memberikannya gambaran sebuah tempat yang representatif sebagai pusat kompleks olahraga. Bung Karno berkeliling dari pusat hingga selatan Jakarta.
“Dari yang pernah saya dengar, tadinya Bung Karno endak memilih daerah Setiabudi-Karet untuk dijadikan lokasi pembangunan. Maka, Bung Karno akhirnya memiliki daerah Senayan yang waktu itu masih lebih sebagai daerah kampung,” ungkap Firman Lubis dalam buku Jakarta 1950-1970 (2018).
Pemilihan Kampung Senayan tak mudah. Penduduknya harus dipindahkan lebih dahulu. Pemerintah memberikan warga ganti rugi besar sehingga mau pindah dari kampungnya yang senantiasa akan digusur. Proyek kompleks olahraga Senayan pun mulai berlangsung pada 1959.
Teknisi dari Soviet
Pembangunan kompleks olahraga Senayan tak main-main. Pemerintah tak saja membutuhkan lahan seluas 270 hektar. Empunya kuasa juga membutukan dana yang tak sedikit. Lagi-lagi Bung Karno berperan mencarikan danakan.
Bung Karno ingin menunjukkan bahwa tiada mimpi besar yang tak dapat diwujudkan. Apalagi ia sedari lama telah mengidam-idamkan adanya kompleks olahraga dengan stadion utama yang mampu menampung paling tidak puluhan atau ratusan ribu penonton.
Ia mencoba memanfaatkan kedekatannya dengan pemimpin Uni Soviet, Nikita Khrushchev. Ia mendatangi Nikita secara langsung ke Moskow pada 1959. Ia menyatakan niatannya untuk membangun Kompleks olahraga megah dengan stadion utama yang besar.
Soekarno pun berharap Nikita mau memberikan pinjaman dengan bunga lunak kepada Indonesia yang tengah mempersiapkan Asian Games. Mulanya Nikita terkejut. Ia menganggap ide utama Bung Karno membangun stadion besar dan megah bukan cara bijak dalam membelanjakan utang.
Ia meminta Soekarno untuk memikirkan matang-matang rencana pembangunan Stadion. Namun, Bung Karno mengaku kompleks olahraga dan stadion bukan cuma untuk membangun supremasi di dunia olahraga semata.
Soekarno juga akan menggunakannya untuk menggalang dukungan rakyat. Penjelasan itu membuat Nikita mengerti dan segera memberikan pinjaman supaya rencana Bung Karno menjadi lancar. Apalagi, keduanya bukan satu dua hari saja dekatnya.
“Di antara para pemimpin negara aku tahu, Soekarno lebih menonjol dalam kapasitasnya menggalang dukungan publik. Bung Karno tak dapat dibandingkan dengan Jawaharlal Nehru. Secara umum Soekarno suka mengumpulkan orang banyak. Ia membutuhkan banyak penonton, dan dengan demikian dia membutuhkan sebuah panggung besar, dan itu adalah stadion, yang pada akhirnya kami bangun,” tegas Nikita Khrushchev dalam buku Memoirs of Nikita Khrushchev Volume 3 (2007).
Bantuan yang diberikan Nikita tak setengah-setengah. Dana besar diberikan untuk mendukung pembangunan kompleks olahraga Senayan. Namun, khusus pembangunan Stadion utama Nikita malahan mengirimkan insyinyur juga teknisi ke Jakarta.
Nikita tak lupa berpartisipasi dalam pencanangan tiang pancang pertama di tahun 1960. Kala itu Nikita menghabiskan waktu berminggu-minggu mengunjungi Indonesia, dari Jakarta hingga Bali. Kompleks olahraga megah nan monumental hasil arahan Bung Karno resmi berdiri 1962.
Kehadiran kompleks olahraga dan stadion utama GBK pun berhasil menarik perhatian dunia. Hajatan Asian Games 1962 yang berlangsung dari 24 Agustus hingga 4 September berjalan sukses.
Bung Karno pun lalu menjadikan GBK bak panggung politik mengumbulkan massa. Kondisi itu membuat retorikanya mampu menjangkau orang banyak. Kelak, kemudian orang-orang tak melupakan jasanya membangun Kompleks olahraga Senayan. Akhirnya, kompleks dengan stadion utama megah dikenal luas hingga hari ini dengan nama: Gelora Bung Karno.
Recommended Article
News Update
US President-Elect Donald Trump Appoints Elon Musk to Lead Govern...
US president-elect Donald Trump has appointed SpaceX founder Elon Musk (@elonmusk) to lead the Government Efficiency Department.
President Prabowo Meets President Joe Biden to Mark 75th Annivers...
Indonesian President Prabowo Subianto held a bilateral meeting with US President Joe Biden at the White House in Washington DC on Tuesday (11/12).
Prabowo Meets Biden at The White House to Discuss Indonesia-US Di...
During the meeting, President Prabowo was warmly received by President Biden, and the two leaders discussed the strong diplomatic ties between Indonesia and the U.S.
Multiple Accidents on Cipularang Toll Road KM 92 Damaging Numerou...
The collision occurred as the KM 92 area was hit by heavy rain and lightning, which likely contributed to poor visibility and slippery road conditions.
Trending
- # Daily Update
- # Regional
- # Nasional
- # Internasional
Popular Post
SOEs Ministry Tries Out Four Days in Workweek System
The State-Owned Enterprises (SOEs) Ministry is testing the implementation of a four-day workweek. This was shared on Instagram @lifeatkbumn on Saturday (6/8).
TransJakarta Extends Operational Hours of Soekarno-Hatta Airport...
TransJakarta extended its service time until midnight for the corridor with destination to the Soekarno-Hatta International Airport, starting Wednesday (6/19).