Tradisi Hoesik dan Keakraban: Sulitnya Orang Korea Tolak Ajakan Minum-minum dari Bos
SEAToday.com, Seoul - Dunia tak pernah kekurangan tradisi minum minuman keras (miras). Tradisi itu hampir ada dalam tiap peradaban umat manusia. Korea tak mau kalah. Mereka punya tradisi mabuk populer dan telah berlangsung secara turun-temurun: tradisi hoesik.
Tradisi itu digambarkan sebagai kegiatan minum bersama teman sekantor. Sebotol minuman dianggap dapat menembus kekakuan antara rekan kerja. Apalagi, undangan berasal dari atasan—bos. Ajakan itu kian sulit ditolak. Begini alasannya.
Minum miras bukan sesuatu yang terlarang di Korea. Industri miras telah hadir sejak dulu kala. Begitu pula dengan tradisi minum-minumnya. Catatan tertua terkait orang Korea kuno menikmati alkohol terjadi di era Kerajaan Goguryeo.
Kala itu miras tak dinikmati tiap hari. Mereka menikmati alkohol saat ada hajatan penting saja seperti upacara keagamaan. Minuman keras yang dinikmati pun masih terbatas kepada beras yang difermentasikan. Kehadiran miras itu terasa spesial dan membawa warna baru.
“Seorang musafir China pada awalnya abad ke-12 menulis bahwa minuman keras Goguryeo memiliki warna yang pekat, sehingga menyebabkan seseorang jadi mudah mabuk. Catatannya lebih lanjut menceritakan bahwa minuman keras difermentasi dengan ragi yang disebut nuruk –proses mengubah pati beras jadi alkohol. Minuman keras istana kerajaan lebih bersih, sedangkan minuman keras rakyat jelata sudah jelas keruh,” ungkap Michael J. Pettid dalam buku Korean Cuisine: An Illustrated History (2008).
Belakangan orang Korea pun menganggap ajakan minum miras sebagai bentu keramahan. Alkohol bisa jadi menjelma sebagai pemantik persahabatan. Buktinya tradisi minum miras dapat populer dari masa ke masa.
Tradisi Hoesik
Praktik minum miras telah dilakukan sedari dulu oleh orang Korea. Namun, tradisi minum miras hoesik kiranya baru berkembang sejak era Joseon. Kata Hoesik atau Jweshik sendiri bersal dari kata Hoemaeng. Artinya mengambarkan acara kumpul-kumpul antara raja dan bawahannya.
“Hoemaeng diartikan sebagai sebagai cara bagi raja dan rakyatnya untuk bekerja sama dengan satu pikiran. Satu pikiran untuk makan enak dan hidup bersama dengan baik. Dapat diasumsikan bahwa itu bukan tempat hanya untuk kepentingan orang lain, tetapi itu menyiratkan bahwa organisasi dan individu harus berkembang dengan tujuan yang sama,” ungkap Di Mi Hee dalam penelitiannya yang berjudul A Study on the Development of Party-Focused Gathering Culture for Workers (2018).
Tradisi hoesik dibutuhkan bukan cuma jadi pelumas obrolan. Hoesik bisa jadi jauh lebih bermakna karena sering dianggap siasat politik. Hubungan atasan-bawahan jadi dapat lebih cair karena ‘keajaiban’ miras.
Mereka pun tak menyia-nyiakan undangan hoesik dari raja. Undangan raja sudah tentu istimewa. Belum lagi nanti mereka bisa berdialektika bersama. Bisa-bisa bawahan sampai rela menyerahkan nyawanya membela kepentingan raja.
Kesan semakin istimewa itu muncul kala seorang raja akan menuangkan minuman ke bawahannya. Mereka yang ingin menuangkan sendiri harus minta izin terlebih dahulu. Tradisi itu pun dilengkapi dengan hadirnya anju (makanan ringan) di meja.
Makanan yang disajikan biasanya disesuaikan dengan jenis minuman: bir, soju, atau anggur. Perkembangan Hoesik pun gemilang. Kelompok militer juga sering menggunakan hoesik untuk memupuk loyalitas bawahannya.
Tradisi itu tak lekang oleh waktu. Hoesik terus hadir dalam semua golongan masyarakat hingga pegawai kantoran. Hoesik tak hanya diperuntukan sebagai peningkat loyalitas. Hoesik jadi kegiatan yang dapat menghilangkan stres dan mereduksi konflik antar sesama pekerja.
Hoesik kini bisa disandingkan dengan aktivitas apa saja. Bisa dengan barmain gim, karaoke, atau sambil makan. Intinya suatu kegiatan yang dapat mendekatkan kekompakan satu dan lain.
“Ini disebut Hoesik (makan resmi dan minum rekan-rekan dengan banyak putaran di beberapa tempat) secara tradisional terlihat penting untuk kesuksesan bisnis. Ini terjadi setidaknya sebulan sekali dan di banyak perusahaan bahkan setiap minggu. Kesediaan karyawan Korea yang sesuai untuk bekerja berjam-jam berakar pada budaya Jeong. Jeong didefinisikan sebagai ikatan kasih sayang atau perasaan empati kepada orang lain dan berfokus pada kehangatan dan kemanusiaan,” ujar Albert Kraeh dan kawan-kawan dalam buku After-Development Dynamics (2015).
Tak Dapat Menolak
Hoesik memang dikenal sebagai tradisi minum miras sampai mabuk di kalangan pekerja. Boleh jadi tradisi itu bisa dihindari oleh pekerja. Ajakan sesama pekerja bisa saja ditolak. Namun, akan terasa berat jika ajakan muncul dari bos.
Ajakan dari bos tak bisa ditolak. Mereka yang punya jabatan tinggi sering dianggap istimewa seperti era kerajaan. Mereka yang memiliki jabatan tinggi sudah semestinya dihormati. Pandangan itu sesuai dengan hierarki yang berlaku di Korea.
Mereka sebenarnya bisa saja menolak. Namun, penolakan sering kali diartikan sebagai pembawa kesan buruk. Lagi pula ajang berkumpul sambil mabuk digunakan untuk berbagai macam lobi-lobi seputar pekerjaan. Naik jabatan atau mendapatkan bonus lebih.
Mereka yang enggan ikut hoesik dianggap menyia-nyiakan kesempatan. Kondisi lain yang membuat Hoesik tak dapat ditolak terletak dari pola penyelenggaraannya.
Setiap orang dalam perusahaan memiliki perannya masing-masing. Rasa tanggung jawab itu tak mudah dihilangkan begitu saja. Apalagi, karyawan biasanya tak perlu mengeluarkan kocek lebih. Sebab, semuanya sudah ditanggung kantor. Ibarat kata tinggal bawa badan semuanya sudah terurus.
“Para manajer tim secara resmi bertanggung jawab atas kartu kredit dan pengeluaran. Anggota termuda dari tim mana pun sering bertanggung jawab untuk merincikan anggaran, memilih restoran, mengirimkan undangan, atau mengumpulkan anggota,” tegas Michael Prentice dalam buku Supercorporate: Distinction and Participation in Post-Hierarchy South Korea (2022).
Kehadiran hoesik sudah membudaya di Korea. Tradisi itu bak menyatu dengan kehidupan orang Korea sehari-hari. Orang Korea Selatan atau Korea Utara tiada beda. Mereka sama-sama menikmati dan menganggap penting hoesik.
Recommended Article
News Update
OIKN Targets Legislative, Judicial Buildings to be Completed in...
The Nusantara Authority (OIKN) is targeting the construction of legislative and judicial infrastructure to be completed by 2028.
The Ministry of Foreign Affairs Confirms No Indonesian Citizens A...
The Indonesian Ministry of Foreign Affairs has confirmed that no Indonesian citizens (WNI) were victims of the 7.3-magnitude earthquake that struck Vanuatu on Tuesday, December 17, 2024
Bogor Police to Implement Car-Free Night in Puncak to Ease New Ye...
Bogor Police implement Car-Free Night in Puncak for New Year's Eve from 6 PM to 2.30 AM, with traffic diversions, odd-even rule, and a one-way system.
Powerful 7.3 Magnitude Earthquake Strikes Vanuatu, Causing Extens...
A powerful magnitude 7.3 earthquake struck just 30 km off the coast of Vanuatu's capital, Port Vila, on Tuesday (12/17), triggering landslides and flattening multiple buildings, including several embassies.
Popular Post
SOEs Ministry Tries Out Four Days in Workweek System
The State-Owned Enterprises (SOEs) Ministry is testing the implementation of a four-day workweek. This was shared on Instagram @lifeatkbumn on Saturday (6/8).
TransJakarta Extends Operational Hours of Soekarno-Hatta Airport...
TransJakarta extended its service time until midnight for the corridor with destination to the Soekarno-Hatta International Airport, starting Wednesday (6/19).