• Monday, 25 November 2024

Sisi Lain Jenderal Hoegeng: Kisah Si Polisi Jujur yang Pernah Jaga Pelacuran

Sisi Lain Jenderal Hoegeng: Kisah Si Polisi Jujur yang Pernah Jaga Pelacuran
Si Polisi Jujur Hoegeng Iman Santoso. Ia dikenal sebagai Kapolri era 1968-1971 | Perpustakaan Nasional

SEAToday.com, Jakarta - Upaya pemerintah memerangi bisnis prostitusi terus ditingkatkan. Keseriusan itu dilirik dari banyaknya pelacuran ditutup, dari Kalijodo hingga Dolly. Mereka yang berkecimpung dalam bisnis haram itu diminta untuk mencari pekerjaan lain.

Hukuman menanti mereka yang bandel tetap menjalankan eksplotasi seksual. Kondisi itu berbeda dengan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang. Bisnis prostitusi masuk dalam kategori bisnis legal. Bahkan, Si Polisi Jujur, Hoegeng Iman Santoso pernah ditugaskan menjaga pelacuran. Begini ceritanya.

Pengaruh lingkungan dapat jadi penentu kehidupan mendatang. Hoegeng Iman Santoso memahami benar pengaruh itu. Pria kelahiran Pekalongan, 14 Oktober 1921 itu lahir dalam keluarga elite era penjajahan Belanda.

 Ayah Hoegeng, Soekarjo Kario Hatmojo merupakan seorang jaksa. Pertemanan ayahnya pun positif. Saban hari teman-temannya sesama penegak hukum sering bertandang ke rumah Hoegeng.

Kadang yang datang Kepala Pengadilan Pekalongan, Soeprapto. Kadang juga seorang polisi bernama Ating Natadikusumah – kemudian dikenal sebagai sahabat Bung Karno. Hoegeng pun terinspirasi dengan profesi penegak hukum.

Ia memandang tinggi posisi penegak hukum. Namun, ia condong menggoreskan mimpi jadi polisi. Ating jadi role model Hoegeng. Posisi Ating sebagai garda terdepan menghalau kejahatan mengagumkan. Hoegeng kian kepincut jadi polisi.

 “Ketiga orang tersebut (ayah Hoegeng beserta kedua sahabatnya), ikut memperkuat visi Hoegeng berkenaan dengan cita-citanya sebagai polisi. Secara kebetulan profesi ketiga orang bersahabat tersebut saling terkait, sebagai sesama penegak hukum, seperti juga profesi polisi yang di cita-citakan Hoegeng,” ungkap Aris Santoso dan kawan-kawan dalam buku Hoegeng: Oase Menyejukkan Di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa (2009).

Mengejar Mimpi

Orang tua Hoegeng mendukung penuh mimpi anaknya. Jalan Hoegeng menempuh pendidikan pun dipikirkan matang-matang. Orang tuanya  menempatkan Hoegeng ke sekolah terbaik seperti HIS, MULO, hingga AMS Yogyakarta – suatu tingkatan pendidikan yang dianggap bak barang mewah kaum bumiputra.

Puncaknya Hoegeng dikuliahkan ke Sekolah Tinggi Hukum, Rechtshoogeschool (RHS) Batavia (sekarang: Jakarta) pada 1940. Hoegeng mulai mematangkan pengetahuannya tentang hukum. Bekal itu dianggapnya dapat jadi bahan berguna untuk meraih mimpi jadi polisi.

Aktivitas menuntut ilmu itu dilakukan dengan suka cita. Saban hari Hoegeng fokus belajar. Ia juga tergolong aktif dalam diskusi politik dengan pejuang kemerdekaan Indonesia. Aktivitas itu membuat pertemanan Hoegeng kian luas.

Hoegeng sempat beranggapan sekolahnya akan mulus-mulus saja. Takdir pun berkata lain. Pergantian penjajahan Belanda ke Jepang membuat Hoegeng sedih bukan main pada 1942. Aktivitas belajarnya otomatis berhenti.

Jepang menghentikan seluruh aktivitas belajar-mengajar setingkat perguruan tinggi di Indonesia. Fakta itu membuat Hoegeng hidup luntang-lantung di Jakarta tanpa kepastian. Opsi pulang kampung ke Pekalongan jadi satu-satunya pilihan masuk akal.

Ia pun mencoba mencari kesibukan dengan bekerja apa saja. Ia mencoba berdagang. Pernah pula ingin jadi penyiar radio milik pemerintah Jepang.

Celah Hoegeng menjadi polisi pun terbuka saat di Pekalongan. Kantor Polisi Kerisidenan Pekalongan lagi membutuhkan calon polisi baru.

Hoegeng langsung mencobanya. Kebutuhan akan polisi baru dikarenakan banyak kekosongan jabatan. Semula polisi banyak diisi oleh orang Indo-Belanda dan Belanda. Jepang menangkap mereka semuanya.

“Hoegeng mengikuti Kursus Kepolisian di Pekalongan. Lulus dari sana, ia ditempatkan di Kantor Jawatan Kepolisian Keresidenan Pekalongan. Pekerjaan ini ia jalani dengan setengah hati. Selain disiplin yang sangat ketat, ia juga kecewa bahwa sebagai jebolan RHS, pangkat yang diperolehnya tergolong rendah, yaitu dua tingkat di bawah Inspektur Polisi Kelas Il atau bintara,” ujar Yudi Latif dalam buku Mata Air Keteladanan (2014).

Kursus Kepolisian Pekalongan tak mudah. Tenaga Hoegeng terkuras habis dengan pelajaran disiplin. Pelantihan itu berlangsung selama enam bulan. Hoegeng pun akhirnya lulus. Ia langsung ditugaskan sebagai polisi. Hoegeng bangga karena dapat menggunakan seragam polisi dan juga senjata.

Jaga Pelacuran

Tugas Hoegeng sebagai polisi di Pekalongan mencakum banyak hal. Kewajibannya macam-macam. Seorang polisi kerap ditugaskan untuk menangkap pelaku kejahatan, jaga pasar malam, dan menjaga pelacuran.

Tugas menjaga pelacuran memang dianggap kurang menantang. Bisnis haram pula. Namun, bisnis itu termasuk legal di zaman penjajahan Belanda atau Jepang. Pajak dari bisnis prostitusi tinggi sehingga pemerintah tak berani benar-benar melarang pelacuran.

Hoegeng pun mendapatkan bagiannya menjaga rumah pelacuran. Tugasnya mudah saja. Ia harus memastikan bahwa setiap orang – pelanggan yang masuk adalah orang dewasa. Anak-anak tak boleh. Sesekali Hoegeng berlaku serius kala terjaga keributan di rumah bordil.

Penjagaannya di rumah pelacuran tak Cuma diisi oleh cerita yang datar belaka. Banyak pula cerita lucunya. Hoegeng menyaksikan sendiri pejabat di lingkungannya main ke pelacuran yang berada di daerah pinggiran Pekalongan, Pelacuran Kwijan.

Pelacuran itu diyakini lebih aman. Berada di daerah pinggiran pula. Keluarga maupun sanak famili takkan mengetahuinya. Namun, ada yang ketiban apes. Hoegeng mengenali salah satu pejabat yang main ke pelacuran.

“Tenyata ia salah seorang pejabat yang juga mengenal saya, Masya Allah, ia pun terperanjat melihat saya. Berhubung ia jauh lebih tua daripada saya, dan malu juga atas hobinya itu, saya merasa serba salah. Buat menghindar tak sempat lagi. Toh sang bapak pejabat itu yang datang pada saya, minta dikasihani: Nak Hoegeng, mbok ya jangan dikasih tahu tante bahwa saya kesini,” cerita Hoegeng ditulis Abrar Yusra dan Ramadhan K.H. dalam buku Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyataan (1993).

Hoegeng pun menyanggupinya. Pengalaman itu jadi salah satu yang menarik dalam hidup Hoegeng selama jadi polisi. Kondisi itu membuatnya dapat memetakan lokasi dan memahami perilaku masyarakat. Bekal itu kemudian menuntunnya jago dalam misi penyamaran dan jadi Kapolri era 1968-1971.

 

  

 

Share
News Update
Shin Tae-yong Launches STY Academy to Boost Indonesian Youth Football Development

Shin Tae-yong Launches STY Academy to Boost Indonesian Youth Football Development

Minister of Religious Affairs Arrives in Saudi Arabia to Discuss...

Minister Nasaruddin's meeting with Minister of Hajj and Umrah Tawfiq F Al Rabiah will take place on Sunday (11/24) night in Makkah. Also scheduled to join the meeting are Head of BPH Mochammad Irfan Yusuf, Director Gener...

President Prabowo Secures IDR 294 Trillion in Foreign Investments...

From his visit over the past two weeks, President Prabowo received investment commitments worth a total of US$18.57 billion or around Rp294.80 trillion (assuming an exchange rate of Rp15,880.00 per US dollar).

Pertamina Eco RunFest 2024: A Grand Success with 12,300 Runners J...

This event is presented in order to welcome Pertamina's 67th Anniversary which falls on December 10, 2024. The participants took part in four categories, namely 1.5K (Family Run), 5K (Fun Run), 10K (Student, General and...

UN Condemns Security Council’s Failure to Pass Crucial Ceasefire...

The United Nations (UN) expressed disappointment over the Security Council's failure to pass a resolution for a ceasefire in Gaza after the United States blocked the draft, UN spokesman Stephane Dujarric stated on Wednes...

Trending
LOCAL PALETTE
Arti Tatto suku Mentawai, bagaimana cara membuatnya? sakit gak sih? - Part 2