• Tuesday, 05 November 2024

VOC dan Perjudian di Batavia: Cara Penjajah Belanda Dapat Untung dari Bisnis Haram

VOC dan Perjudian di Batavia: Cara Penjajah Belanda Dapat Untung dari Bisnis Haram
Potret pecinan di Batavia yang biasanya ramai dengan hadirnya rumah judi (sekarang: Jakarta) | KITLV

SEAToday.com, Jakarta - Fenomena judi online (judol) kian merebak di Indonesia. Bisnis ilegal itu memiliki pangsa pasar yang besar. Penggunanya terus bermunculan. Fakta yang mencengangkan pun dihadirkankan Satgas Pemberantasan Judi Online pada 19 Juni 2014.

Ada sekitar 80 ribu anak-anak di bawah 10 tahun ikut main judi. Kondisi itu berbeda jauh kala era pemerintahan kongsi dagang Belanda, VOC di Batavia (sekarang: Jakarta). Kompeni justru terang-terangan merestui judi bagi orang Tiongkok. Bisnis judi dianggap bawa untung besar, tapi tetap terlarang bagi anak-anak. Begini ceritanya.

Kehadiran orang Tiongkok pernah diyakini sebagai elemen penting majunya sebuah peradaban. Imej itu sampai ke telinga Kompeni -- sebutan VOC. Kaum penjajah pun buru-buru mencari negeri koloni untuk menunjang aktivitas perdagangan rempah.

Mereka memilih mengangkat senjata dan meratakan Jayakarta demi membangun Kota Batavia pada 1619. Kompeni pun tak membangun Kota Batavia seorang diri. Mereka mendatangkan orang Tiongkok. Imej orang Tiongkok yang rajin, ulet, dan tak suka perang jadi dasarnya.

Orang Tiongkok yang datang pun diberikan keistimewaan. Kehidupan dan bisnisnya terjamin. Syaratnya mudah. Asal mereka mau menetap, segala masalah dapat dipermudah dan dibicarakan. Orang Tiongkok pun berbondong-bondong masuk Batavia.

Mereka mulai berperan sebagai penggerak ekonomi dan pembangunan. Orang Tiongkok mampu mengerjakan apa saja. pekerjaan kasar dan pekerjaan besar disikatnya.

Ketekunan itu mengundang pujian dari Kompeni. Pujian yang paling hangat diberikan kala Batavia mulai dijuluki orang banyak sebagai Ratu dari Timur.

“Orang Tiongkok memainkan peran penting dalam perkembangan Batavia sejak awal pembentukannya, hingga dalam banyak hal sama seperti sebuah kota kolonial China, layaknya Batavia sebagai kota kolonial barat,” ungkap Bondan Kanumoyoso dalam buku Ommelanden (2023).

Penjajah Belanda cuma meminta satu hal kepada orang Tiongkok. Mereka diharapkan dapat membayar pajak yang ditentukan oleh Kompeni. Barang siapa yang membayar pajak, maka kehidupannya di Batavia akan terjamin. Itu janji Kompeni.

Orang Tiongkok dan Perjudian

Simbiosis mutualisme antara Kompeni dan orang Tiongkok terus berlanjut. Kompeni terus merestui segala macam aktivitas yang jadi kegemaran orang Tiongkok di Batavia. Mereka berpikir di mana ada hiburan bagi orang Tiongkok di situ terletak keuntungan.

Pandangan yang sama diabadikan penjajah Belanda kepada hobi berjudi orang Tiongkok. Mulanya aktivitas itu dianggap menganggu orang Belanda. Perjudian dilirik dapat merusak moral orang Belanda di Batavia.

Belakangan Kompeni melihat peluang keuntungan dari hadirnya bisnis perjudian di Batavia. Persetan urusan moral. Izin pun diberikan, tapi terbatas kepada etnis Tiongkok sejak 1620. Aturan terkait perjudian mulai dikeluarkan satu persatu.

Sejarawan Mona Lohanda mengungkap Perjudian boleh dilakukan di hari-hari biasa. Perjudian dilarang pada hari minggu, hari raya, atau hari peribadatan. Aktivitasnya pun terbatas dari pukul 06:00 pagi hingga 09:00 malam.

Kompeni dengan tegas melarang kehadiran orang Belanda dan bumiputra dalam aktivitas perjudian. Tiada ruang pula bagi anak-anak untuk ikut judi.   

“Kalau terjadi pelanggaran, yang kena denda bukan hanya yang pegang lisensi tetapi juga yang main judi. Orang Eropa, bumiputra, tidak boleh masuk rumah judi. Begitu juga perempuan dan anak gadis Tiongkpk. Anggota korps pertahanan sipil atau schutterij tidak diizinkan memasuki rumah judi untuk menjaga/mengawasi permainan judi di sana,” ujar Mona Lohanda dalam Sejarah Pembesar Mengatur Batavia (2007).

Perjudian Bawa Untung

Kompeni untung besar dari adanya perjudian. Mereka terus memberikan izin kepada  orang Tiongkok untuk membangun rumah judi. Kehadiran rumah judi kian meningkat. Di awal-awal kuasa Kompeni saja, rumah judi mencapai 14 buah. Enam di dalam Kota Batavia, dan delapan di luar tembok Batavia atau disebut kawasan Ommelanden.

Pejabat Kompeni mulai menarik keuntungan dari izin pendirian rumah judi. Mereka memberlakukan sistem lelang untuk membuka rumah judi. Orang China yang ingin membuka bisnis perjudian – rumah judi diharuskan berani menawarkan sejumlah uang yang melimpah kepada Belanda.

Pelelangan dilakukan setiap menjelang tahun baru. Mereka yang dapat izin senantiasa bersyukur. Begitu pula dengan Belanda. Kas Belanda jadi melimpah gara-gara perjudian. Pajak perjudian itu dijadikan Kompeni sebagai ‘alat’ mempercantik Batavia.

Mereka membangun infrakstruktur dan fasilitas lainnya dengan duit bisnis haram. Perjudian pun jadi pendapatan pajak nomor dua terbesar di Batavia. Posisi itu membuat daya tawar perjudian jadi tinggi, walau daya rusak perjudian terhadap kehidupan sosial begitu besar.

“Catatan bulanan menunjukkan bahwa uang sewa perjudian merupakan pendapatan nomor dua sesudah pajak kepala dan jauh melebihi uang sewa pasar dan toko: jumlahnnya berkisar antara 700 dan 1.200 real per bulan,” tutur Sejarawan Hendrik E. Niemeijer dalam buku Batavia: Masyarakat Kolonial Abad XVII (2012).

Perjudian pun jadi the way of life-nya banyak orang Tiongkok. Aktivitas itu perlahan-lahan digemari pula oleh ragam kalangan. Mereka yang berstatus penganggur, serdadu, kelasi, hingga budak tertarik mencari kekayaan lewat perjudian. Upaya itu sia-sia, tapi banyak yang tertarik dan penasaran.

Mereka yang mempertaruhkan segalanya di meja judi juga tak kalah banyak. Pemandangan itu terlihat di dalam rumah judi Batavia. Uang, harta, ternak, hingga kehormatan dapat jadi taruhan. Kompeni pun tak terlalu ambil pusing. Dosanya ditanggung masing-masing.  

Kondisi itu membuat Kompeni tak sempat membuat aturan yang melarang perjudian. Aturan yang dibuat pasti  tiada gunanya. Sebab, tumbuh kembang perjudian di mata penjajah Belanda banyak manfaatnya.

 

Share
News Update
Jakarta Government to Fund Tuition, Supplies, and Fees for Select Private Schools in Lower Clusters

Jakarta Government to Fund Tuition, Supplies, and Fees for Select Private Schools in Lower Clusters

Mount Lewotobi Eruption Shuts Down Four Airports, Disrupting Regi...

The Indonesian Aviation Navigation Service Provider Corporation (LPPNPI) or AirNav Indonesia’s Kupang Branch has announced that four airports on Flores Island, East Nusa Tenggara (NTT), are temporarily closed following t...

Eastern Spain Flash Floods Kill Over 200 People

Flash floods that swept Eastern Spain on Tuesday (10/29) evening and early Wednesday had killed at least 217 people with dozens still missing, said Prime Minister Pedro Sanchez on Saturday (11/2).E

Mount Lewotobi Laki-Laki Erupts, at Least 10 People Killed

Mount Lewotobi Laki in East Flores Regency, East Nusa Tenggara (NTT), erupted in the early hours of Monday, November 4, 2024, resulting in the tragic loss of 10 lives.

Indonesian Children Win International Coding Competition in South...

A team of Indonesian children emerged as champions at the 2024 Coding World Innovative Technology Challenge held from November 2-3 at Chonnam National University in Yeosu-si, South Korea.

Trending