• Thursday, 23 January 2025

VOC dan Perjudian di Batavia: Cara Penjajah Belanda Dapat Untung dari Bisnis Haram

VOC dan Perjudian di Batavia: Cara Penjajah Belanda Dapat Untung dari Bisnis Haram
Potret pecinan di Batavia yang biasanya ramai dengan hadirnya rumah judi (sekarang: Jakarta) | KITLV

SEAToday.com, Jakarta - Fenomena judi online (judol) kian merebak di Indonesia. Bisnis ilegal itu memiliki pangsa pasar yang besar. Penggunanya terus bermunculan. Fakta yang mencengangkan pun dihadirkankan Satgas Pemberantasan Judi Online pada 19 Juni 2014.

Ada sekitar 80 ribu anak-anak di bawah 10 tahun ikut main judi. Kondisi itu berbeda jauh kala era pemerintahan kongsi dagang Belanda, VOC di Batavia (sekarang: Jakarta). Kompeni justru terang-terangan merestui judi bagi orang Tiongkok. Bisnis judi dianggap bawa untung besar, tapi tetap terlarang bagi anak-anak. Begini ceritanya.

Kehadiran orang Tiongkok pernah diyakini sebagai elemen penting majunya sebuah peradaban. Imej itu sampai ke telinga Kompeni -- sebutan VOC. Kaum penjajah pun buru-buru mencari negeri koloni untuk menunjang aktivitas perdagangan rempah.

Mereka memilih mengangkat senjata dan meratakan Jayakarta demi membangun Kota Batavia pada 1619. Kompeni pun tak membangun Kota Batavia seorang diri. Mereka mendatangkan orang Tiongkok. Imej orang Tiongkok yang rajin, ulet, dan tak suka perang jadi dasarnya.

Orang Tiongkok yang datang pun diberikan keistimewaan. Kehidupan dan bisnisnya terjamin. Syaratnya mudah. Asal mereka mau menetap, segala masalah dapat dipermudah dan dibicarakan. Orang Tiongkok pun berbondong-bondong masuk Batavia.

Mereka mulai berperan sebagai penggerak ekonomi dan pembangunan. Orang Tiongkok mampu mengerjakan apa saja. pekerjaan kasar dan pekerjaan besar disikatnya.

Ketekunan itu mengundang pujian dari Kompeni. Pujian yang paling hangat diberikan kala Batavia mulai dijuluki orang banyak sebagai Ratu dari Timur.

“Orang Tiongkok memainkan peran penting dalam perkembangan Batavia sejak awal pembentukannya, hingga dalam banyak hal sama seperti sebuah kota kolonial China, layaknya Batavia sebagai kota kolonial barat,” ungkap Bondan Kanumoyoso dalam buku Ommelanden (2023).

Penjajah Belanda cuma meminta satu hal kepada orang Tiongkok. Mereka diharapkan dapat membayar pajak yang ditentukan oleh Kompeni. Barang siapa yang membayar pajak, maka kehidupannya di Batavia akan terjamin. Itu janji Kompeni.

Orang Tiongkok dan Perjudian

Simbiosis mutualisme antara Kompeni dan orang Tiongkok terus berlanjut. Kompeni terus merestui segala macam aktivitas yang jadi kegemaran orang Tiongkok di Batavia. Mereka berpikir di mana ada hiburan bagi orang Tiongkok di situ terletak keuntungan.

Pandangan yang sama diabadikan penjajah Belanda kepada hobi berjudi orang Tiongkok. Mulanya aktivitas itu dianggap menganggu orang Belanda. Perjudian dilirik dapat merusak moral orang Belanda di Batavia.

Belakangan Kompeni melihat peluang keuntungan dari hadirnya bisnis perjudian di Batavia. Persetan urusan moral. Izin pun diberikan, tapi terbatas kepada etnis Tiongkok sejak 1620. Aturan terkait perjudian mulai dikeluarkan satu persatu.

Sejarawan Mona Lohanda mengungkap Perjudian boleh dilakukan di hari-hari biasa. Perjudian dilarang pada hari minggu, hari raya, atau hari peribadatan. Aktivitasnya pun terbatas dari pukul 06:00 pagi hingga 09:00 malam.

Kompeni dengan tegas melarang kehadiran orang Belanda dan bumiputra dalam aktivitas perjudian. Tiada ruang pula bagi anak-anak untuk ikut judi.   

“Kalau terjadi pelanggaran, yang kena denda bukan hanya yang pegang lisensi tetapi juga yang main judi. Orang Eropa, bumiputra, tidak boleh masuk rumah judi. Begitu juga perempuan dan anak gadis Tiongkpk. Anggota korps pertahanan sipil atau schutterij tidak diizinkan memasuki rumah judi untuk menjaga/mengawasi permainan judi di sana,” ujar Mona Lohanda dalam Sejarah Pembesar Mengatur Batavia (2007).

Perjudian Bawa Untung

Kompeni untung besar dari adanya perjudian. Mereka terus memberikan izin kepada  orang Tiongkok untuk membangun rumah judi. Kehadiran rumah judi kian meningkat. Di awal-awal kuasa Kompeni saja, rumah judi mencapai 14 buah. Enam di dalam Kota Batavia, dan delapan di luar tembok Batavia atau disebut kawasan Ommelanden.

Pejabat Kompeni mulai menarik keuntungan dari izin pendirian rumah judi. Mereka memberlakukan sistem lelang untuk membuka rumah judi. Orang China yang ingin membuka bisnis perjudian – rumah judi diharuskan berani menawarkan sejumlah uang yang melimpah kepada Belanda.

Pelelangan dilakukan setiap menjelang tahun baru. Mereka yang dapat izin senantiasa bersyukur. Begitu pula dengan Belanda. Kas Belanda jadi melimpah gara-gara perjudian. Pajak perjudian itu dijadikan Kompeni sebagai ‘alat’ mempercantik Batavia.

Mereka membangun infrakstruktur dan fasilitas lainnya dengan duit bisnis haram. Perjudian pun jadi pendapatan pajak nomor dua terbesar di Batavia. Posisi itu membuat daya tawar perjudian jadi tinggi, walau daya rusak perjudian terhadap kehidupan sosial begitu besar.

“Catatan bulanan menunjukkan bahwa uang sewa perjudian merupakan pendapatan nomor dua sesudah pajak kepala dan jauh melebihi uang sewa pasar dan toko: jumlahnnya berkisar antara 700 dan 1.200 real per bulan,” tutur Sejarawan Hendrik E. Niemeijer dalam buku Batavia: Masyarakat Kolonial Abad XVII (2012).

Perjudian pun jadi the way of life-nya banyak orang Tiongkok. Aktivitas itu perlahan-lahan digemari pula oleh ragam kalangan. Mereka yang berstatus penganggur, serdadu, kelasi, hingga budak tertarik mencari kekayaan lewat perjudian. Upaya itu sia-sia, tapi banyak yang tertarik dan penasaran.

Mereka yang mempertaruhkan segalanya di meja judi juga tak kalah banyak. Pemandangan itu terlihat di dalam rumah judi Batavia. Uang, harta, ternak, hingga kehormatan dapat jadi taruhan. Kompeni pun tak terlalu ambil pusing. Dosanya ditanggung masing-masing.  

Kondisi itu membuat Kompeni tak sempat membuat aturan yang melarang perjudian. Aturan yang dibuat pasti  tiada gunanya. Sebab, tumbuh kembang perjudian di mata penjajah Belanda banyak manfaatnya.

 

Share
Insight Indonesia
Japan's Prime Minister Supports Indonesia to Become a Member of OECD

Japan's Prime Minister Supports Indonesia to Become a Member of OECD

Muhammadiyah: Ramadan 2025 Begins March 1, Eid Falls on March 30

Muhammadiyah Central Leadership (PP), Tuesday (7/1), officially set the beginning of Ramadan 1446 Hijri on March 1, 2025. Meanwhile, Eid al-Fitr or Lebaran will fall on March 30, 2025.

Ministry of Religious Affairs: 2025 Hajj Departure Begins Early M...

The Ministry of Religious Affairs (Kemenag) issued a travel plan for the 1446 Hijri/2025 Hajj pilgrimage after previously deciding on the Hajj Implementation Fee (BPIH) with the Hajj Working Committee (Panja) of the Hous...

Retirement Age for Workers Rises to 59 Years as of January 2025

This retirement age will be the basis for the utilization of the pension insurance program implemented by the Employment Social Security Agency (BPJS TK).

Government Plans To Have 5000 Heads of SPPG for Makan Bergizi Gra...

The government plans to have 5,000 heads of Nutrition Fulfillment Service Units (SPPG) to manage Makan Bergizi Gratis Programme.

Trending Topic
Weather Forecast
Weather Forecast: Light Rain Expected in Jakarta from Afternoon to Night on Monday

Weather Forecast: Light Rain Expected in Jakarta from Afternoon to Night on Monday

Weather Forecast: Rainy Day in Jakarta, Prepare for Showers from...

The Jakarta area is forecasted to experience rain starting Thursday (1/16) afternoon and continuing into the evening, according to the Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency (BMKG).

BMKG Predicts Light Rain in 20 Regions in Indonesia Today

As many as 20 regions in Indonesia have the potential to experience light rain on Tuesday (7/1/2025) today. Here is the complete list.

Weather Forecast for Jakarta Saturday 4 Januari 2025

BMKG predicts that Jakarta on Saturday (4/1/2025) today will only be cloudy from morning to night.

Weather Forecast for Jakarta and Around: Light Rain

The Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency (BMKG) predicts that light rain will fall in several areas in Jakarta