• Selasa, 17 September 2024

Selimut Hitam Perang Bubat: Alasan Mitos Larangan Nikah Sunda-Jawa Masih Dipercaya

Selimut Hitam Perang Bubat: Alasan Mitos Larangan Nikah Sunda-Jawa Masih Dipercaya
Ukiran yang menggambarkan Mahapatih Kerajaan Majapahit, Gajah Mada dengan pasukannya di wiilayah Monas | Wikimedia Commons/ Gunawan Kartapranata

SEAToday.com, Jakarta - Perang kerap membawa mudarat bagi kedua belah pihak. Mereka yang menang ikut mengalami kerugian. Pihak yang kalah sudah pasti hancur lebur. Narasi perang di Nusantara juga begitu. Serangkaian perang yang terjadi hanya menjaga kekuasaan. Namun, dampak lainnya justru bejibun.

Perang bisa memunculkan kebencian antara dua wilayah dalam waktu yang lama. Perang Bubat jadi contohnya. Perang yang mempertemukan Kerajaan Sunda dan Majapahit bawa sakit hati yang amat dalam hingga memunculkan mitos: orang Sunda dilarang menikah dengan orang Jawa. Bagaimana bisa?

Upaya mempelajari terkait Perang Bubat butuh perjuangan ekstra. Peristiwa penting itu justru tak terekam dalam karya pujangga era Majapahit Empu Prancanca lewat Kakawin Nagarakretagama. Suatu kitab yang mengurai keagungan masa pemerintahan Hayam Wuruk.

Orang-orang banyak mendalami Perang Bubat lewat referensi lainnya seperti Pararaton, Kidung Sundayana, hingga Carita Parahyangan. Referensi itu jadi gambaran penting tentang Perang Bubat. Referensi yang kemudian melahirkan banyak tradisi lisan terkait perang antara Kerajaan Sunda dan Majapahit.

Tradisi Lisan

Tradisi lisan kerap menceritakan terkait keinginan Mahapatih Gajah Mada yang terkenal dengan Sumpah Palapa kepincut untuk menguasai Sunda. Ia ingin mewujudkan keinginan Raja Hayam Wuruk jadi penguasa besar.

Cara yang dikehendaki Hayam Wuruk adalah lewat jalur pernikahan. Keinginan Hayam Wuruk mempersunting Putri Raja Sunda, Dyah Pitaloka muncul pada 1357. Hayam Wuruk pun mengirimkan utasan kepada Raja Sunda, Lingabuana dan disambut baik.

Rombongan Raja Sunda lalu bertandang ke Kerajaan Majapahit. Mereka pun tiba di Dermaga Bubat di dekat Trowulan. Gajah Mada menganggap itu kesempatan menghancurkan Kerajaan Sunda. Suruhannya meminta rombongan segera menempatkan barang-barang bawaan ke paseban.

Suatu tempat di mana Majapahit menyimpan hasil upeti daerah jajahan. Linggabuana menganggapnya sebagai bentuk penghinaan. Kedatangan mereka tak dihargai seakan-akan ia akan menyerahkan putrinya sebagai tanda takluk.

Ketegangan muncul dan Perang Bubat pun terjadi. Pasukan Kerajaan Sunda yang masuk dalam wilayah musuh memang tak punya peluang untuk menang.

Mereka dikepung dari sana-sini. Satu-satunya kekuatan yang mereka pilih adalah harga diri. Mereka bertarung sampai mati. Raja Sunda tewas terbunuh. Demikian pula Dyah Pitaloka yang melakukan bunuh diri karena merasa harga diri keluarganya diinjak-injak.

“Dari Carita Parahyangan itu jelas bahwa yang memerintah ketika itu adalah Prabu Maharaja, dan karena dikatakan bahwa ia berkuasa selama tujuh tahun, dapat diperkirakan bahwa ia mulai menjadi raja pada tahun 1350 M, pada tahun yang sama dengan naik takhtanya Hayam Wuruk di Majapahit. Dalam pertempuran di Bubat itu, hampir seluruh pasukan Sunda gugur,” ungkap Nugroho Notosusanto dan kawan-kawan dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid II (2019).

Munculnya Mitos

Linggabuana dan Dyah Pitaloka dari Kerajaan Sunda boleh gugur. Namun, bukan berarti pemerintahan Kerajaan Sunda lantas berhenti. Adik dari Dyah Pitaloka, Niskala Wastu Kencana pun naik takhta jadi raja baru. Dendam Niskala semakin membara kepada Majapahit yang membunuh ayah dan kakaknya.

Opsi pemutusan hubungan diplomatik dilakukan. Konon, Ia mulai memberlakukan larangan kepada kerabat Kerajaan Sunda untuk menikah dengan orang luar, termasuk orang Jawa. Mitos terus menyebar dan dipercaya di seantero Sunda.

Mitos itu kembali keras dilantunkan di era pejajahan Belanda. Belanda bak sengaja mengungkap mitos itu supaya kaum bumiputra – Sunda dan Jawa—tak pernah bersatu. Penjajah seraya mencoba menanamkan nilai dan norma yang harus dipahami kaum bumiputra.

Siasat itu masuk dalam kategori politik pecah belah ala Belanda Devide et Impera. Penjajah tak ingin kedua wilayah bersatu untuk melawan Belanda. Istimewanya mitos itu masih diyakini oleh beberapa orang.

Antropolog Universitas Negeri Makassar, Dimas Ario Sumilih punya jawaban terkait pentingnya sebuah mitos, khususnya mitos orang Sunda dilarang nikah dengan orang Jawa. Sebuah mitos memang dipandangnya sebagai suatu identitas kolektif.

Suatu identitas yang memunculkan ikatan sosial dan dukungan kepada politik penguasa. Dimas menggambarkan bahwa mitos itu jadi suatu referensi tingkah laku ideal orang Sunda di masa lalu. Namun, yang perlu diingat konteksnya hanya sebatas masa lalu.

Dinamika politik masa lalu memang menghendaki ketiadaan hubungan antara orang Sunda dan orang Jawa. Mitos pun cepat menyebar dan dipahami seakan sebuah kebenaran.

“Jelas ini mencerminkan dinamika politik di masa lalu. Mitos merupakan produksi budaya yang kala itu digunakan sebagai cerminan traumatis sejarah yang terkait dinamika politik masa itu dalam konteks resistensi terhadap dominansi. Pada masa itu, mitos ini menjadi penting, mengingat identitas, jatidiri, bahkan harga diri. Ingat, pada masa itu,” ujar Dimas kepada SEAToday.com, 1 September 2024.

Kondisi saat itu memang luka batin akibat Perang Bubat sulit disembuhkan. Satu demi satu orang mulai menyakini mitos bak fakta. Padahal, sejatinya mitos tak boleh dipahami sebagai sebuah fakta. Urusannya bisa panjang karena akan bermuara kepada perpecahan dan kebencian.

Sesuatu hal yang paling baik untuk menyikapinya adalah dengan menyadari mitos sebagai produk budaya masa lalu. Mitos memang dibutuhkan dalam konteks dinamika politik masa itu. Kehadiran mitos juga harus dipahami sebagai wujud penghargaan atas budaya dan sejarah. Bukan sebagai keyakinan.

“Perlu pendidikan dan dialog, menelusuri asal-usul, bukan untuk bantah-membantah. Namun, untuk memahami makna dan konteks dari mitos tersebut lahir. Dengan sikap ini, saya kira kita bisa arif dalam mengambil sikap terkait mitos,” tambah Dimas.

Generasi sekarang setidaknya bisa mendapatkan pencerahan. Informasi muncul di mana-mana. Mereka dpaat memahami mana yang bersifat mitos dan mana yang bersifat fakta. Konteks orang Sunda dilarang menikah dengan orang Jawa pun sudah dianggap usang dan tak sesuai dengan selera zaman.

 

Share
Berita Terkini
262 Orang Meninggal Akibat Topan Yagi di Vietnam

262 Orang Meninggal Akibat Topan Yagi di Vietnam

Australia akan Batasi Akses Anak ke Sosial Media

Pemerintah Australia, Selasa (10/9) menyatakan jika tahun ini akan mengesahkan undang-undang tentang usia minimum bagi anak-anak untuk mengakses media sosial.

64 Meninggal, Ratusan Terluka akibat Topan Super Yagi Melanda Vie...

Jumlah korban meninggal di Vietnam meningkat menjadi sedikitnya 64 orang, Senin (9/9), sementara ratusan orang lainnya terluka akibat topan super Yagi yang melanda dan menyebabkan banjir serta tanah longsor.

Peneliti BRIN Publikasikan Spesies Baru Endemik Indonesia Anggrek...

Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mempublikasikan temuan tanaman anggrek spesies baru dari pulau Sulawesi yang dikenal masyarakat sebagai Anggrek Kuku Macan.

Korea Selatan Membuka Penyelidikan Terhadap Telegram Terkait Porn...

Pada hari Senin (2/9), polisi Korea Selatan mengatakan bahwa mereka telah meluncurkan investigasi terhadap platform perpesanan terenkripsi Telegram

Trending Topic
Trending Topic
Trending
Trending
Popular Post

Sekolah Dasar Muhammadiyah di Sidoarjo Menerapkan Waktu Tidur Sia...

SD Muhammadiyah 4 Zamzam di Sidoarjo, Jawa Timur, menjadikan tidur siang sebagai salah satu pelajaran yang wajib diikuti siswa.

Peltu (Purn) Tatang Koswara Penembak Jitu Indonesia yang Diakui...

Tatang Koswara, lahir di Cibaduyut pada 12 Desember 1946 adalah salah satu penembak jitu (sniper) Indonesia yang diakui dunia.

Ghisca Debora Berniat Meraup Untung Rp250 Ribu per Tiket dari Pen...

Ghisca Debora Aritonang, tersangka penipuan tiket Coldplay, meraup keuntungan sebesar Rp250.000 per tiket.

Ketua KPK Firli Bahuri Ditetapkan sebagai Tersangka

Polda Metro Jaya menetapkan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.