• Selasa, 17 September 2024

Raden Said Soekanto dan Polwan: Lahirnya Polisi Wanita sebagai Simbol Kesetaraan Gender

Raden Said Soekanto dan Polwan: Lahirnya Polisi Wanita sebagai Simbol Kesetaraan Gender
Potret enam gadis Minang yang menjadi perintis Polisi Wanita (Polwan) Indonesia di Bukittinggi pada 1948 | Museum Polri/Adrin Kahar

SEAToday.com, Jakarta - Tanggal 1 September diperingati sebagai hari Polwan. Kapolri pertama Indonesia, Raden Said (R.S) Soekanto Tjokrodiatmojo menginiasi pembentukam Polwan untuk mewujudkan kesetaraan gender dan melakukan tugas spesifik. Khususnya, menjaga citra polisi yang humanis. Begini ceritanya.

Tokoh bangsa tiada yang pernah membayangkan perihal Djawatan Kepolisian Negara (sekarang; Polri) di masa depan. Tiada yang memiliki gambaran utuh. Kebanyakan tokoh bangsa terlalu sibuk untuk urusan makro. Mereka memikirkan upaya mempertahankan kemerdekaan.

Mereka juga berpikir terkait mencari dukungan dunia internasional. Soal mikro terkait siapa yang membangun Polri  belum terpikirkan sama sekali. Namun, tokoh bangsa Sartono dan Iwa Kusumasumantri ambil kendali.

Mereka mencoba mengajak sahabat mereka sesama pejuang kemerdekaan, R.S. Soekanto ke rapat kabinet pertama Indonesia pada 29 September 1945. Bung Karno yang memimpin rapat senang bukan main.

Ia jadi punya gambaran siapa yang cocok jadi Kapolri. Bung karno secara mengejutkan memilih Soekanto jadi Kapolri pertama Indonesia. Pelantikannya dilakukan secara sederhana. Bung Besar ingin Soekanto membentuk Polri. 

Bung Karno tak salah. Sosok Soekanto memang memiliki pengalaman bejibun sebagai polisi, bahkan jadi pelatih polisi. Hoegeng Iman Santoso, bahkan tercatat sebagai anak didiknya. 

Jenderal Soekanto juga pernah pula meraih pangkat tertinggi sebagai polisi bumiputra di era penjajahan Belanda. Soekanto memang kaget kala ditunjuk Bung Karno. Namun, bukan berarti ia tak mampu.

“Soekanto secara resmi diangkat menjadi kapolri pertama, yang dijabatnya selama masa revolusi fisik, masa republik Indonesia serikat, kembali menjadi negara Kesatuan Indonesia tanggal 17 Agustus 1950 sampai tahun 1959, di mana Soekanto dianggat jadi menteri muda kepolisian,” ungkap Awaloedin Djamin dalam tulisannya di majalah Mimbar Kekaryaan ABRI berjudul  Peringatan Hari Bhayangkara ke-49, edisi 293 Mei 1995.

Wanita Jadi Polisi

Eksistensi Jenderal Soekanto mengabdi di dunia kepolisian tak diragukan. Ia sudah aktif sedari masa penjajahan Belanda hingga Jepang. Pengalaman itu membuatnya kenyang pengalaman. Ia tak lantas leha-leha setelah terpilih sebagai Kapolri.

Ia mulai merumuskan rencana membangun kepolisian dari nol. Fungsi hingga teknis kepolisian berasal dari idenya. Ia juga mencoba membangun Polri dengan sistematis. Ia mengirim banyak polisi ke luar negeri untuk belajar banyak hal.

Ia mulai membentuk banyak unit kepolisian, dari polisi udara hingga lautan. Idenya paling dikenang adalah ia membangun Polwan. Soekanto ingin kepolisian tak hanya monopoli kaum hawa saja. Ia ingin wanita juga hadir dalam membangun Polri unrtuk mewujudkan kesetaraan gender.

Gagasan itu diambil karena Soekanto melihat di lapangan tak semua hal dapat dikerjakan kaum pria. Apalagi urusan yang mengarah kepada kaum wanita dan anak. Kehadiran polisi wanita dapat menjaga humanisme seorang polisi. Wanita pun mulai diberikan ruang masuk pelatihan polisi pada 1948.

“Sebetulnya keinginan menerima polisi wanita ini pertama kali datang dari Polri saat era revolusi di Yogyakarta. Kemudian, persis pada 1 September 1948 oleh Polri di Sumatra Barat diterima enam calon untuk dididik sebagai Inspektur Polisi Wanita Bukittinggi,” tertulis dalam laporan majalah Tempo berjudul Polisi Hawa, 15 September 1973.

Keenam wanita itu antara lain Dahniar, Yosmaniar, Mariana, Rosmalina, Nelly Pauna, dan Rosnalia. Mereka mendapatkan pendidikan kepolisian di Bukittinggi. Namun, waktu mereka sebenarnya banyak dihabiskan untuk membantu pejuang kemerdekaan di Perang Revolusi.

Mereka juga ikut mempertahankan kemerdekaan di Perang Revolusi. Mereka ikut bergerilya demi bangsa dan negara. Perjuangan itu terbalas kala kedaulatan Indonesia diakui Belanda pada Desember 1949. Peran itu diapresiasi oleh Soekanto.

Polwan Mengabdi

Kemerdekaan Indonesia yang paripurna memberikan mereka ruang kembali untuk melanjutkan kembali pendidikan polisi ke Sekolah Tinggi Polisi Negara (SPN) Mertoyudan, Sukabumi, Jawa Barat. Keenamnya lulus pada 1951. Mereka mulai diberikan tugas khusus di Polda Jakarta Raya.

“R.S. Soekanto adalah orang yang menjunjung tinggi kesetaraan gender terlihat dari sikap yang ditunjukkannya terhadap keenam polisi wanita tersebut. Berdasarkan Order Kapolri No. 18/V51, tanggal 25 Juli 1951, yang isinya menempatkan inspektur-inspektur wanita itu secara administratif di Polri,” terang Achmad Turan dan kawan-kawan dalam buku Jenderal Polisi R.S. Soekanto: Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang pertama 1945-1959 (2000).

Mereka mulanya diberikan tugas yang tak jauh beda dari kaum pria. Suatu tugas polisi umum dari intelijen hingga lalu lintas. Bedanya, mereka dibekali pula dengan ilmu spesipik terkait urusan wanita dan anak. Pengetahuan itu membuat polisi wanita dapat menunjukkan sisi humanis seorang polisi.

Pengetahuan itu antara lain terkait perawatan anak, hingga ilmu juru rawat. Peran itu belum sempurna. Soekanto merumuskan ilmu yang didapatnya dari luar negeri untuk membentuk polisi wanita yang berintegritas dan optimal. Akhirnya, mereka terjun langsung ke masyarakat dan mulai mempelajari keadaan.

“Sebagai pegawai-pegawai Polisi Wanita Pertama, mereka secara administratik untuk sementara di tempatkan pada Polri dan diperbantukan pada Polda Jakarta Raya dam sekitarnya untuk bekerja praktik sambul menambah wawasan pengalaman dan pengetahuan,” ujar Ambar Wulan dan Awaloedin Djamin dalam buku Jenderal Polisi R.S. Soekanto Tjorodiatmodjo (2016).

Tugasnya belakangan mulai bertambah. Polisi wanita digunakan untuk mengusut atau memberantas kejahatan yang berhubungan dengan wanita dan anak. Meraka jadi ujung tombak dalam mengawasi praktek pelacuran hingga perdagangan wanita.

Kehadiran Polwan pun kian melengkapi institusi Polri. Kondisi itu jadi bukti bahwa urusan menjaga keamanan dan ketertiban bukan Cuma monopoli kaum pria belaka. Kaum Hawa juga bisa. Bahkan, kaum Hawa sering jadi simbol humanis dari kepolisian.

 

 

 

 

 

 

Share
Berita Terkini
262 Orang Meninggal Akibat Topan Yagi di Vietnam

262 Orang Meninggal Akibat Topan Yagi di Vietnam

Australia akan Batasi Akses Anak ke Sosial Media

Pemerintah Australia, Selasa (10/9) menyatakan jika tahun ini akan mengesahkan undang-undang tentang usia minimum bagi anak-anak untuk mengakses media sosial.

64 Meninggal, Ratusan Terluka akibat Topan Super Yagi Melanda Vie...

Jumlah korban meninggal di Vietnam meningkat menjadi sedikitnya 64 orang, Senin (9/9), sementara ratusan orang lainnya terluka akibat topan super Yagi yang melanda dan menyebabkan banjir serta tanah longsor.

Peneliti BRIN Publikasikan Spesies Baru Endemik Indonesia Anggrek...

Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mempublikasikan temuan tanaman anggrek spesies baru dari pulau Sulawesi yang dikenal masyarakat sebagai Anggrek Kuku Macan.

Korea Selatan Membuka Penyelidikan Terhadap Telegram Terkait Porn...

Pada hari Senin (2/9), polisi Korea Selatan mengatakan bahwa mereka telah meluncurkan investigasi terhadap platform perpesanan terenkripsi Telegram

Trending Topic
Trending Topic
Trending
Trending
Popular Post

Sekolah Dasar Muhammadiyah di Sidoarjo Menerapkan Waktu Tidur Sia...

SD Muhammadiyah 4 Zamzam di Sidoarjo, Jawa Timur, menjadikan tidur siang sebagai salah satu pelajaran yang wajib diikuti siswa.

Peltu (Purn) Tatang Koswara Penembak Jitu Indonesia yang Diakui...

Tatang Koswara, lahir di Cibaduyut pada 12 Desember 1946 adalah salah satu penembak jitu (sniper) Indonesia yang diakui dunia.

Ghisca Debora Berniat Meraup Untung Rp250 Ribu per Tiket dari Pen...

Ghisca Debora Aritonang, tersangka penipuan tiket Coldplay, meraup keuntungan sebesar Rp250.000 per tiket.

Ketua KPK Firli Bahuri Ditetapkan sebagai Tersangka

Polda Metro Jaya menetapkan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.