• Minggu, 22 September 2024

Sejarah Yogyakarta Jadi Ibu Kota: Solusi Darurat Pertahankan Kemerdekaan Indonesia

Sejarah Yogyakarta Jadi Ibu Kota: Solusi Darurat Pertahankan Kemerdekaan Indonesia
Presiden Soekarno tiba di jakarta dari Yogyakarta disambut Sultan Hamengkubuwono IX | Perpustakaan Nasional

SEAToday.com, Jakarta - Warga Jakarta berbondong-bondong merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Jakarta ke-497 pada 22 Juni 2024. Rasa antusias muncul karena kejadian itu adalah HUT terakhir Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Rencananya Jakarta akan segera digantikan oleh Ibu Kota Negara di Panajam Paser, Kalimantan Timur.

Kondisi pemindahan Ibu Kota Negara itu bukan yang pertama kali terjadi selama sejarah panjang Indonesia. Dulu kala pemerintah Indonesia era Perang Revolusi (1945-1949) pernah memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke Yogyakarta. Perpindahan itu bukan dalam suasana bahagia, tapi genting. Begini ceritanya.

Perjuangan rakyat Indonesia meraih kemerdekaan tak mudah. Tokoh bangsa bahu-membahu berjuang demi Indonesia merdeka. Mereka menyumbangkan segalanya untuk Indonesia merdeka, uang hingga nyawa.

Beberapa tokoh macam Soekarno dan Mohammad Hatta sampai rela dipenjara dan diasingkan atas nama perjuangan. Kebangkitan perlawanan itu dipicu dengan hadirnya kepekaan sebagai bangsa terjajah.

Kaum bumiputra diperas dan dimanfatkan tenaganya hanya untuk kepentingan penjajahan, dari penjajahan Belanda hingga Jepang. Keputusan Indonesia untuk merdeka mulai hadir di era penjajahan Jepang.

Pejuang kemerdekaan sempat dijanjikan kemerdekaan. Namun, tokoh bangsa memilih jalannya sendiri. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diwakilkan oleh Soekarno-Hatta di Jalan Pengangsaan Timur 56 pada 17 Agustus 1945.

Segenap tokoh bangsa dengan bangsa melihat Sang Saka Merah-Putih berkibar. Perlahan-lahan informasi proklamasi kemerdekaan disebar dan disambut dengan gegap gempita.

“Ribuan teks Proklamasi berhasil dicetak dengan segera, disebarkan ke pelbagai penjuru kota, ditempelkan di tempat-tempat yang mudah dilihat oleh publik. Juga, secara beranting berita itu disampaikan ke luar kota Jakarta,” ungkap Marwati Djoened Poesponegoro dan kawan-kawan dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI (2008).

Jakarta Genting

Kemerdekaan Indonesia disambut dengan penuh suka cita. Seisi Nusantara mencoba berpesta merayakan momentum yang sudah lama ditunggu-tunggu. Namun, penjajah Belanda seraya masih berat melepaskan Indonesia.

Negeri Kincir Angin itu masih menganggap Indonesia sebagai ‘tambang duit’ yang harus dikuasai. Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II dijadikan alasan kembali merebut Indonesia. Siasat Belanda datang membonceng sekutu Inggris coba digunakan.

Pendaratan pasukan Belanda dengan panji Pemerintah Sipil Hindia Belanda (NICA) mulai hadir sedari Oktober 1945. Pengiriman pasukan dalam skala besar itu membuktikan ambisi Belanda menguasai Indonesia kembali bukan pepesan kosong belaka.

Belanda pun mulai mengobrak-abrik pemerintahan Indonesia. Segenap rakyat Indonesia diteror habis-habisan. Rakyat Indonesia justru berbalik melawan.

Senjata-senjata dari bekas penjajah Jepang coba direbut. Mereka tak ingin kembali sebagai bangsa terjajah. Semangat perjuangan itu memunculkan letupan perlawanan di seantero Jakarta, kemudian Nusantara. Imbas kekacauan itu membuat Belanda nekat.

Mereka mulai meneror pejabat pemerintahan Indonesia. Teror itu tak saja dilakukan kepada rakyat biasa. Bung Karno sebagai Presiden Indonesia turut diteror dengan percobaan pembunuhan. Percobaan pembunuhan itu juga dialami oleh Sultan Sjahrir.

“Bung Sjahrir bukanlah seorang pejuang politik biasa. Keberanian dan ketabahan hatinya terbukti setelah percobaan pembunuhan terhadap dirinya oleh seorang serdadu KNIL. Bung Sjahrir dalam mobil melewati serdadu itu, yang mungkin mengenalinyá, atau jadi kesetanan melihat nomor mobil X yang di kala itu dipergunakan oleh orang Republik di Jakarta, mencabut, dan mengacungkan senjata apinya membidik Bung Sjahrir, tetapi senjatanya tidak méledak,” kata Rosihan Anwar dalam buku Mengenang Sjahrir (2013).

Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara kian mencekam. Kondisi itu diperparah oleh ulah Belanda yang kembali mempersenjatai bekas serdadu-serdadu Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL)  yang keluar dari kamp tahanan Jepang. Peluang Indonesia menang kian kecil.

Pindah ke Yogyakarta

Belakangan keselamatan para pejabat pemerintahan jadi terancam.Bukan tidak mungkin, jika Ibu Kota Negara tetap di Jakarta, penjajah Belanda bisa kembali menguasai Nusantara. Suatu kondisi yang tak diinginkan segenap rakyat Indonesia.

Bung Karno mulai putar otak. Opsi yang paling memungkinkan adalah memindahkan Ibu Kota Negara ke Yogyakarta. Ide itu mendapatkan sambutan hangat dari petinggi Kesultanan Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono IX.

Sultan Yogya yang baru saja menyatakan menjadi bagian Indonesia pada 5 September 1945 mendukung penuh rencana itu. Hamengkubuwono IX mencoba menjamin segala macam kebutuhan pemerintahan Indonesia di Yogyakarta.

“Dalam pada itu keadaan di Jakarta sudah begitu gawat sehingga aku tidak bisa lebih lama lagi tinggal di situ. Tanpa kesatuan polisi yang kuat, kami tak dapat menandingi NICA. Ini bukan soal kehidupan dari pemimpin negara, melainkan kehidupan dari negara seluruhnya berada dalam bahaya,” ungkap Bung Karno menimbang ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (2008).

Bung Karno dan jajarannya memutuskan pindah ke Yogyakarta petang hari pada 3 Januari 1946. Yogyakarta dipilih dengan alasan keamanan. Rombongan presiden, menteri, hingga pengawal pun pindah dengan menumpang kereta api secara diam-diam.

Ia mengimbau jajarannya supaya tak boleh membawa banyak harta benda. Sebab, tak banyak waktu yang tersisa. Kondisi itu kian parah karena mata-mata Belanda ada di mana-mana. Perjalanan yang menegangkan itu akhirnya dapat dilewati.

Rombongan pemimpin bangsa tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta pada pagi hari. Mereka disambut dengan haru oleh Sultan Yogyakarta. Kedatangan itu menandakan bahwa Ibu Kota Negara secara resmi pindah ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946.

Sultan Hamengkubuwono IX pun memberikan bantuan yang besar. kekayaan Kesultanan Yogyakarta bak diwakafkan untuk perjuangan. Uang tak sedikit itu digunakan untuk menyiapkan kantor, rumah, hingga gaji pejabat pemerintah. Soekarno-Hatta pun memimpin Indonesia dengan leluasa di Yogyakarta. Mereka pun menyusun strategi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

 

Share
Berita Terkini
14 Perjalanan Whoosh Dibatalkan Akibat Gempa di Kabupaten Bandung

14 Perjalanan Whoosh Dibatalkan Akibat Gempa di Kabupaten Bandung

262 Orang Meninggal Akibat Topan Yagi di Vietnam

Media Vietnam melaporkan 29 orang tewas dalam 24 jam terakhir akibat topan Yagi, menambah total korban tewas akibat topan tersebut di Vietnam menjadi 262 orang.

Australia akan Batasi Akses Anak ke Sosial Media

Pemerintah Australia, Selasa (10/9) menyatakan jika tahun ini akan mengesahkan undang-undang tentang usia minimum bagi anak-anak untuk mengakses media sosial.

64 Meninggal, Ratusan Terluka akibat Topan Super Yagi Melanda Vie...

Jumlah korban meninggal di Vietnam meningkat menjadi sedikitnya 64 orang, Senin (9/9), sementara ratusan orang lainnya terluka akibat topan super Yagi yang melanda dan menyebabkan banjir serta tanah longsor.

Peneliti BRIN Publikasikan Spesies Baru Endemik Indonesia Anggrek...

Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mempublikasikan temuan tanaman anggrek spesies baru dari pulau Sulawesi yang dikenal masyarakat sebagai Anggrek Kuku Macan.

Trending Topic
Trending Topic
Trending
Trending
Popular Post

Sekolah Dasar Muhammadiyah di Sidoarjo Menerapkan Waktu Tidur Sia...

SD Muhammadiyah 4 Zamzam di Sidoarjo, Jawa Timur, menjadikan tidur siang sebagai salah satu pelajaran yang wajib diikuti siswa.

Peltu (Purn) Tatang Koswara Penembak Jitu Indonesia yang Diakui...

Tatang Koswara, lahir di Cibaduyut pada 12 Desember 1946 adalah salah satu penembak jitu (sniper) Indonesia yang diakui dunia.

Ghisca Debora Berniat Meraup Untung Rp250 Ribu per Tiket dari Pen...

Ghisca Debora Aritonang, tersangka penipuan tiket Coldplay, meraup keuntungan sebesar Rp250.000 per tiket.

Ketua KPK Firli Bahuri Ditetapkan sebagai Tersangka

Polda Metro Jaya menetapkan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.