• Sabtu, 21 September 2024

Tragedi Budak Gantung Diri dalam Catatan Hitam Era Penjajahan VOC

Tragedi Budak Gantung Diri dalam Catatan Hitam Era Penjajahan VOC
potret budak membawa payung majikannya di era penjajahan VOC | KITLV

Peristiwa bunuh diri hampir tak pernah absen dari pemberitaan media. Tekanan hidup membuat beberapa orang memilih jalan pintas mengakhiri hidupnya sendiri.

Di era VOC, tindakan ini tak jarang diambil oleh para budak. Mereka mengakhiri hidup dengan cara gantung diri. Bagaimana itu terjadi?

Orang Belanda/Eropa punya masalah dengan proses adaptasi hidup di Nusantara. Daya tahan tubuh mereka dengan iklim tropis terlampau kecil. Bahkan, orang Belanda banyak yang mati di usia muda karena gagal beradaptasi dengan iklim tropis.

Orang Belanda pun tak mampu mengerjakan seluruh persoalan rumah tangga seorang diri. Mereka butuh bantuan dari tenaga kerja murah meriah. Orang-orang menyebutnya budak. Kehadiran budak mampu membantu tuannya mengisi pekerjaan di rumah.

Mereka dapat mengerjakan pekerjaan berat di rumah tangga orang Belanda mulai dari pengurus kereta kuda, tukang masak, dan tukang kebun. Budak wanita  tak kalah bermanfaat. Peran mereka tak hanya urusan dapur, tapi urusan kasur. Mereka tak jarang diistilahkan sebagai gundik.

Budak di Batavia

Kehadiran budak hampir pasti diperlukan dalam setiap rumah tangga orang Eropa. Mereka paling tidak memiliki lebih dari satu budak. Kondisi berbeda bagi mereka orang yang kaya raya. Budak di rumahnya bisa mencapai ratusan.

Ketergantungan itu membuat VOC untung. Mereka tak saja bertindak sebagai pemonopoli rempah, tapi juga bertindak seraya pedagang budak. Kompeni turut serta dalam mencari budak-budak ke dalam dan luar negeri. Bali jadi daerah pemasok terbesar yang sering didatangi Kompeni.

“Bali Juga merupakan daerah pemasok budak yang penting untuk Batavia. sejak pertengahan abad ke-17 hingga permulaan abad ke-19, Bali secara konsisten mengekspor budak dalam jumlah besar ke markas-markas VOC. Jumlah total secara kasar diperkirakan antara 100 ribu hingga 150 ribu budak,” ujar Sejarawan Bondan Kanumoyoso dalam buku  Ommelanden: Perkembangan Masyarakat dan Ekonomi di Luar Tembok Kota Batavia (2023).

Mereka mendatangkan budak ke jantung kekuasaan kongsi dagang di Batavia (sekarang Jakarta) dan dijual. Iklan-iklan penjualan dan permintaan budak terus menjamur di tiap sudut Batavia. penjualan budak dilakukan di muka umum, salah satunya di depan Toko Merah di Oud Batavia ( sekarang kawasan Kota Tua).

Tren itu membawa perbudakan jadi simbol status sosial di Batavia. Budak sebagai penjaga gengsi. Kepemilikan budak menambah tolak ukur peningkat derajat orang kulit putih: rumah, pakaian, kereta, patung kehormatan, dan budak. Mereka yang memiliki banyak budak masuk tataran orang terhormat.

“Seorang perempuan Belanda yang paling rendah derajatnya pun memiliki budak yang mengiringinya dengan membawa payung sebagai pelindung dari panas matahari. Banyak dari mereka memiliki parasol berbordir naga enam dan ornament dedaunan, “ pungkas Nicolas de Graaff ditulis Sejarawan Jean Gelman Taylor dalam buku Kehidupan Sosial di Batavia (2009).

Bak perhiasan, budak-budak kerap dibawa tuannya dalam setiap hajatan penting, dari urusan beribadah ke gereja hingga berbisnis. Imbasnya budak jadi salah satu populasi yang berkembang pesat di Batavia. Tenaga mereka dibutuhkan dalam setiap lini kehidupan.

Budak Gantung Diri

Petaka datang. Kompeni hanya tahu mendatangkan budak dan mengambil keuntungan. Urusan kesejahteraan budak tidak termasuk paket dalam pembelian. Budak-budak yang ada sering diperlakukan dengan sangat buruk.

Tindakan itu karena budak tak mampu menentukan majikannya. Mereka –budak-- yang mendapatkan majikan baik dianggap anugerah. Nestapa bagi meeka yang mendapat majikan keji.  Mereka yang jadi budak tak boleh melakukan kesalahan. Apalagi, menantang majikannya berkelahi.

Kondisi itu membuat budak seraya menggali kuburannya sendiri. Pembangkangan sering kali dihadiahi dengan hukuman cambuk Vader Driesprong. Hukuman itu masih jadi yang paling rendah. Namun, dapat menghancurkan mental budak.

Vader Driesprong adalah sebutan untuk cambuk bercabang tiga. Cambuk Vader Driesprong dianggap hukuman yang paling ringan, dari semua jenis hukuman yang pernah dijatuhkan para mandor, yang mendapat perintah dari tuannya. Seorang budak segera mendapat hukuman cambuk bila ia berani membangkang perintah tuannya,” hadir dalam laporan majalah Tempo berjudul Lembar-Lembar Perbudakan di Batavia (1985).

Hukuman keji lainnya kompeni kadang di luar nalar. Majikan budak ada yang sampai melemparkan budaknya ke sarang semut merah sampai ajal. Ada pula yang memasukan budak ke dalam tong air semalaman.

Majikan keji itu seperti tak memiliki hati. Ada pula jenis siksaan yang mengharuskan budak diikat dan perlahan-lahan diteteskan dengan air mendidih sampai mati. Nestapa paling berat justru dialami oleh budak wanita. Mereka kerap serba salah.

Majikan wanita kerap cemburu dengan budak wanita yang bermain cinta dengan majikan pria. Amarahnya tak tertahankan itu membuat majikan wanita gelap mata dan melakukan penyiksaan yang keji hingga meninggal dunia.

Budak yang selamat dari siksaan pun mulai mencari cara untuk kabur. Namun, tak semuanya bernyali. Para budak banyak yang pasrah dengan nasib. Opsi instan pun diambil.

Mereka lebih memilih mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Pilihan itu dirasa paling masuk akal dilakukan ketimbang terus-terusan disiksa dengan keji.

“Mereka menyiksa para budak yang malang itu dengan begitu kejamnya sehingga sebagian besar merasa putus asa dan bunuh diri. Ada yang gantung diri, ada yang menggunakan besi, ada juga yang terjun ke air di mana kematian tampaknya tidak terlalu menyiksa,” ungkap Jean Baptiste Tavernier sebagaimana ditulis Bernard Dorleans dalam buku Orang Indonesia & Orang Prancis: Dari Abad XVI sampai dengan Abad XX (2006).

Peristiwa budak gantung diri bukan satu atau kali terjadi. Opsi gantung diri jadi hal yang paling sering terdengar sepanjang perbudakan dilegalkan di Nusantara. Majikan keji hanya paham satu hal, bahwa nyawa budak sudah dibeli, dan mereka bebas menyiksanya sesuka hati.

 

 

Share
Berita Terkini
14 Perjalanan Whoosh Dibatalkan Akibat Gempa di Kabupaten Bandung

14 Perjalanan Whoosh Dibatalkan Akibat Gempa di Kabupaten Bandung

262 Orang Meninggal Akibat Topan Yagi di Vietnam

Media Vietnam melaporkan 29 orang tewas dalam 24 jam terakhir akibat topan Yagi, menambah total korban tewas akibat topan tersebut di Vietnam menjadi 262 orang.

Australia akan Batasi Akses Anak ke Sosial Media

Pemerintah Australia, Selasa (10/9) menyatakan jika tahun ini akan mengesahkan undang-undang tentang usia minimum bagi anak-anak untuk mengakses media sosial.

64 Meninggal, Ratusan Terluka akibat Topan Super Yagi Melanda Vie...

Jumlah korban meninggal di Vietnam meningkat menjadi sedikitnya 64 orang, Senin (9/9), sementara ratusan orang lainnya terluka akibat topan super Yagi yang melanda dan menyebabkan banjir serta tanah longsor.

Peneliti BRIN Publikasikan Spesies Baru Endemik Indonesia Anggrek...

Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mempublikasikan temuan tanaman anggrek spesies baru dari pulau Sulawesi yang dikenal masyarakat sebagai Anggrek Kuku Macan.

Trending Topic
Trending Topic
Trending
Trending
Popular Post

Sekolah Dasar Muhammadiyah di Sidoarjo Menerapkan Waktu Tidur Sia...

SD Muhammadiyah 4 Zamzam di Sidoarjo, Jawa Timur, menjadikan tidur siang sebagai salah satu pelajaran yang wajib diikuti siswa.

Peltu (Purn) Tatang Koswara Penembak Jitu Indonesia yang Diakui...

Tatang Koswara, lahir di Cibaduyut pada 12 Desember 1946 adalah salah satu penembak jitu (sniper) Indonesia yang diakui dunia.

Ghisca Debora Berniat Meraup Untung Rp250 Ribu per Tiket dari Pen...

Ghisca Debora Aritonang, tersangka penipuan tiket Coldplay, meraup keuntungan sebesar Rp250.000 per tiket.

Ketua KPK Firli Bahuri Ditetapkan sebagai Tersangka

Polda Metro Jaya menetapkan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.