NEWS
Gelar Haji Hanya Ada di Indonesia, Warisan Belanda untuk Tandai Pemberontak

SEAToday.com, Jakarta - Pemberian gelar 'haji' atau 'hajjah' untuk setiap jamaah yang baru kembali dari Tanah Suci masih menjadi tradisi yang dilestarikan hingga kini di Indonesia.
Gelar ini disematkan di depan nama jamaah haji tersebut dan kerap kali dipakai oleh banyak orang sebagai nama tambahan.
Pemberian gelar haji sendiri bermula dari zaman kolonial Belanda yang mulai digunakan pada tahun 1916. Pemberian gelar ini digagas oleh para penjajah Belanda untuk memberikan tanda atau simbol kepada setiap masyarakat Indonesia yang kembali dari Tanah Suci.
Tanda atau simbol yang diberikan Belanda ini sendiri berkaitan dengan pemberontakan gerakan Islam yang kerap berkonflik dengan Belanda saat itu.
Berbagai tokoh besar seperti KH Ahmad Dahlan pun merupakan jamaah haji yang setelah kepulangannya ke tanah air mendirikan organisasi Islam bernama Muhammadiyah.
Tokoh lainnya yang juga mendorong pergerakan Islam di tanah air pasca melaksanakan haji adalah KH Hasyim Asyari. Ia mendirikan Nahdlatul Ulama pasca tiba di tanah air.
Munculnya pergerakan Islam yang menimbulkan pemberontakan kepada kolonialisme pun membuat Belanda khawatir.
Hal ini membuat Belanda menginisiasi pemberian gelar haji bagi setiap rakyat Indonesia yang kembali dari ibadah haji agar mudah mengenali mereka jika terjadi pemberontakan.
Selain itu, kebanyakan orang yang kembali dari ibadah haji saat itu dianggap sebagai orang suci, sehingga pendapat mereka lebih didengarkan.
Fakta ini pun menambah kekhawatiran Belanda karena menduga akan muncul gerakan Islam lainnya yang siap mendobrak kolonialisme saat itu.
Namun ternyata, pemberian gelar haji ini hanya berlaku di Indonesia. Tidak ada pemberian gelar haji di negara lain, khususnya Timur Tengah setelah masyarakatnya melakukan keberangkatan haji.