• Friday, 22 November 2024

Jendral Hoegeng Semasa Pensiun: Si Polisi Jujur yang Jual Lukisan untuk biaya hidup

Jendral Hoegeng Semasa Pensiun: Si Polisi Jujur yang Jual Lukisan untuk biaya hidup
Seniman Butet Kertaradjasa berpose di depan lukisannya yang menerjemahkan hobi melukis Si Polisi Jujur, Hoegeng Iman Santoso | Instagram @masbutet

SEAToday.com, Jakarta - Lukisan-lukisan mendiang bintang pop legendaris, Michael Jackson akan dilelang pada 3 Agustus 2024. Pelelangan itu dinantikan oleh segenap penggemar Michael di seantero dunia. Balai lelang King’s Auction sampai ingin melelang 78 karya lukisannya.

Orang-orang berharap bisa memiliki salah satu karyanya sebagai warisan kreatif dari Michael. Namun, tak semua orang bisa menjual lukisan seperti Michael. Hoegeng Iman Santoso bisa jadi contoh. Mantan pensiuan Kapolri itu pernah kesulitan menjual lukisannya karena jadi oposisi pemerintah Orde Baru (Orba). Begini ceritanya.

Hoegeng Iman Santoso jadi antitesis kehidupan mewah jenderal polisi kebanyakan. Pria kelahiran Pakalongan 14 Oktober 1921 itu hidup sebagai polisi yang lurus. Ia tak pernah mau mengambil hal yang bukan haknya.

Ia tak bisa disetir. Ia tak bisa pula suap. Barang siapa yang punya niatan itu, niscaya harus belajar jadi muka tembok. Kondisi itu membuat Hoegeng pernah diguna-guna dan jadi sasaran percobaan pembunuhan.

What doesn't kill you makes stronger. Hoegeng bak mengamini pandangan dari filsuf Jerman, Friedrich Nietzsche. Nyalinya jadi polisi jujur terus terjaga. Ia justru kian berani mengungkap dan menumpas kejahatan.

Keberaniannya pun membawanya jadi Kapolri pada 1968. Posisinya sebagai Kapolri tiada yang berbeda, selain kewenangan dan tanggung jawab besar. Kejujuran tetap dijunjung tinggi. Ia tak pernah mau berkompromi dengan penjahat.

Mereka -- aparat yang membekingi kejahatan disikat. Anak pejabat yang kedapatan narkoba dibui. Ia tak mau pula memuluskan kepintangan penguasa yang nakal. Belakangan ia justru dipensiunkan lebih dari Kapolri pada 1972. Hoegeng sempat ditawari jadi dubes, tapi tawaran itu ditolak.

“Kehidupan kami memang sederhana karena kami hidup dari pensiun dan hasil jual lukisan. Saya tidak berbisnis karena tidak bisa. Dulu, saya ditawari kedudukan oleh sebuah maskapai, tapi saya tolak. Syukur alhamdullilah anak isteri saya mengerti kehidupan saya yang pas-pasan,” ungkap Hoegeng sebagaimana ditulis Leila S. Chudori dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul  Bertahan di Jalur Jujur, 22 Agustus 1992.

Hoegeng dan Melukis

Kehidupan Hoegeng selapas pensiun tak diisi dengan leha-leha. Kehidupannya tetap sederhana. Uang pensiunnya tak seberapa. Ia pun mulai tekun memanfaatkan hobinya untuk menghidupi keluarga. Ia kadang kala aktif sebagai penyiar radio, bemusik bersama Hawaiian senior, dan melukis.

Hoegeng berharap banyak dari aktivitas melukisnya. Kedekatannya dengan dunia melukis sudah berlangsung sejak lama. Ia telah belajar melukis sedari kecil. Bahkan, Hoegeng terhitung jago melukis saat masa sekolah.

Dulu kala kesukaan Hoegeng melukis terinspirasi dari pamannya yang bernama Hudoro. Rasa ingin tahu Hoegeng meningkat. Diam-diam Hoegeng sering menggunakan alat lukis pamannya. Ia mencoba melukis dikanvas kosong.

Suatu hari ia kedapatan. Untungnya, tidak dimarahi. Hudoro justru berlagak seraya mentor melukis bagi Hoegeng. Hoegeng dianggapnya punya potensi jadi pelukis. Teknik-teknik melukis diajarinya. Permainan warna tak ketinggalan.

Didikan itu berlangsung hingga Hoegeng jago melukis. Hoegeng lalu memutuskan dirinya berada di aliran naturalis.

“Kesenangan saya yang lain adalah melukis. Di rumah kami ada Om Hudoro. Ia gemar menggambar. Suatu hari waktu ia sedang pergi ke sekolah maka diam-diam saya ambil cat air Om Hudoro dan asyik melukis sendiri. Ia tidak marah, malah mengajar saya bagaimana teknik menggunakan cat air,” tegas Hoegeng ditulis Abrar Yusra dan Ramadhan K.H. dalam buku Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyataan (1993).

Ketekunan itu kian bertambah kala ayahnya memerhatikan bakat Hoegeng. Hobi Hoegeng lalu didukung penuh oleh keluarganya di Pekalongan. Sesekali hobi dijalankannya kala menjadi polisi. Asalkan ada waktu senggang dan mood yang sedang menggebu-gebu melukis.

Hidupi keluarga dengan Melukis

Intensitas melukis Hoegeng kian sering dilakukan ketika pensiun. Saban hari Hoegeng sudah berkutat dengan cat warna dan kuasnya. Ia mulai berimajinasi menghadirkan gambar yang diinginkan. Kadang bunga, wanita, atau binatang kesayangannya seperti orang utan.

Hobi melukis itu dianggap Hoegeng cukup membantu ekonomi keluarga. Uang pensiun yang tak seberapa tak bisa diandalkan untuk kehidupan sehari-hari. Jadi, melukis benar-benar diandalkannya. Jejak Hoegeng dalam melukis lalu dilirik banyak orang.

Mereka kepincut dengan nama besar Hoegeng dan hasil lukisannya. Kiranya kapan lagi bisa memiliki karya dari mantan Kapolri yang reputasinya besar dan dikenal sebagai polisi jujur.  Beberapa ada yang menawarkan karya Hoegeng.

Beberapa ada yang langsung meminta Hoegeng melukis objek tertentu. Mulanya Hoegeng banjir permintaan. Popularitasnya di dunia seni lukis menanjak. Hoegeng mampu menggelar pameran lukisan di beberapa kota, termasuk Jakarta dan Medan.

 Belakangan kehidupannya kian susah kala dirinya memilih menjadi oposisi pemerintah. Ia aktif melemparkan kritik terhadap pemerintah. Hoegeng juga sering geram jika melihat ada Jenderal Polisi yang hidupnya serba mewah bergelimang harta.  Puncaknya, Hoegeng bergabung dengan kelompok oposisi Petisi 50 pada 1980-an.

Keaktifan Hoegeng di petisi 50 bawa masalah besar.  pemerintah Orba tak suka. Orba pun memukul mundur kelompok itu seperti Hoegeng. Caranya segala celah pundi-pundi pendapatannya mulai diganggu oleh Orba.

Acara musiknya di TVRI gulung tikar. Mereka yang memesan lukisannya mulai berkurang. Ada pula pengusaha yang memesan lukisan dengan buru-buru. Ia meminta Hoegeng melukis dalam waktu yang mepet.

Objek lukisan adalah pemadangan kintamani sesuai yang gambar foto.  Namun, si pengusaha  tak mau ada jejak tanda tangan atau ciri khas yang menegaskan itu adalah karya dari Hoegeng Iman Santoso.

“Lukisan dalam ukuran besar itu berhasil diselesaikan tepat waktu. Kemudian. Hoegeng menelepon si pemesan yang segera datang. Ternyata, si pemesan sangat menyukai lukisan tersebut. Tetapi, tiba-tiba si pengusaha terkejut melihat tanda tangan Hoegeng di pojok lukisan,” ujar Aris Santoso dan kawan-kawan dalam buku Hoegeng: Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa (2009).

 Hoegeng tentu saja menolak. Ia tak mau jadi pelukis anonim. Hoegeng tak mau menyerah. Ia meneruskan hobinya. Ia pun tak mau mengubah pendirian terhadap pemerintahan Soeharto dan Orde Baru (Orba) yang menyengsarakan rakyat. Hoegeng menganggap urusan rezeki sudah ada yang atur. Tak perlu menggadaikan integritas.

 

Share
News Update
UN Condemns Security Council’s Failure to Pass Crucial Ceasefire Resolution

UN Condemns Security Council’s Failure to Pass Crucial Ceasefire Resolution

Erick Thohir Officially Inaugurates New Board for Indonesian Futs...

The formation of the new management for these two federations under PSSI aims to align all stakeholders related to football in Indonesia.

BAZNAS to Build Hospitals, Mosques, Schools in Gaza Recovery Prog...

The funds to be used are the donation funds that are still being held for the Palestinian people. According to him, the donation for Palestine titled “Membasuh Luka Palestina”

Ngurah Rai Airport Expands Access to Nusantara via Balikpapan wit...

General Manager of PT Angkasa Pura Indonesia I Gusti Ngurah Rai Airport Ahmad Syaugi Shahab in Denpasar, on Wednesday (11/20), said this route adds connection opportunities to the State Capital of the Archipelago.

Minister Yusril Clarifies: Mary Jane Veloso Transferred, Not Rele...

Yusril explained that the Indonesian government had received an official request from the Philippine government regarding the transfer of Mary Jane Veloso. The transfer can be carried out if the conditions set by the Ind...

Trending
LOCAL PALETTE
BEGINI CARANYA PERGI KE SUKU PEDALAMAN MENTAWAI - PART 1