• Thursday, 14 November 2024

Artidjo Alkostar Buat Keok Koruptor: Bukti Hukum Tak Bisa di Beli dengan Uang

Artidjo Alkostar Buat Keok Koruptor: Bukti Hukum Tak Bisa di Beli dengan Uang
Artidjo Alkostar semasa jadi hakim agung MA pernah jadi 'musuhnya' koruptor | ANTARANEWS

SEAToday.com, Jakarta - Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman ke mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpu (SYL) 10 tahun penjara pada 11 Juli 2024. Hukuman itu diberikan karena SYL terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan pemerasan di Kementan.

Hukuman itu jauh lebih rendah dari yang dituntut jaksa sebanyak 12 tahun. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ajukan banding. Andai Hakim Agung, Artidjo Alkostar masih hidup. Tiada cerita koruptor dapat hukuman rendah. Hukuman yang diberikan Artidjo selalu tinggi dan buat koruptor keok. Ia paripurna dikenal sebagai musuhnya koruptor. Begini ceritanya.

Artidjo Alkostar adalah nama besar dalam penegakan hukum Indonesia – utamanya korupsi. Pria kelahiran Situbondo, 22 Mei 1948 memahami benar bagaimana negara rusak karena korupsi di era Orde Baru.

Kondisi itu dilihatnya kala menjadi mahasiswa fakultas hukum di Universitas Islam Indonesia (UII). Artidjo tak mau hanya duduk di kampus. Ia juga aktif menyuarakan tuntutan rakyat sebagai aktivis. Hasilnya hidup Artidjo kerap mengadopsi semangat vivere pericoloso-- hidup menyerempet bahaya.

Ia memahami benar konsekuensinya berhadapan dengan Orba. Namun, nyalinya terus menyala. Ia pun lulus dari sebagai sarjana hukum UII. Kelulusan itu membuatnya gatal untuk segera mengabdi ke masyarakat.

Ia memilih dua karier penting di hidupnya. Ia mengabdi ke almamaternya UII sebagai pengajar. Ia aktif pula membantu rakyat kecil sebagai pengurus—kemudian ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta hingga Orba runtuh.

Kariernya lalu menanjak. Ia dikenal sebagai salah satu hakim agung Mahkamah Agung (MA) sedari 2000. Keterlibatannya jadi hakim agung bak aksi unjuk gigi untuk memberi contoh bagaimana hukum seharusnya ditegakkan, bukan dipermainkan.

“Artidjo adalah anak kandung reformasi. Mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta itu menjadi hakim agung setelah kekuasaan Orde Baru berakhir. Lebih dari sepuluh tahun bekerja di Mahkamah Agung, ia membuktikan bahwa kekuasaan tak selamanya mengantarkan pemegangnya untuk lancung. Setidaknya hingga saat in tak terdengar ia pernah main mata,” ujar Puguh Windrawan dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Cita-cita yang Tak Tercapai, 6 Maret 2021.

Musuhnya Koruptor

Artidjo jadi hakim agung yang berintegritas. Keputusannya tak bisa disetir dan disuap. Barang siapa yang perkaranya dipegang Artidjo patut was-was. Apalagi, bagi mereka koruptor yang mencuri uang negara. Artidjo memberikan hukuman tiada ampun.

Artidjo paham benar dengan permainan koruptor di Indonesia. Biasanya koruptor akan menerima saja berapa pun hukum pada pengadilan tahap pertama. Setelahnya, mereka akan bernafas lega dengan rangkaian tingkatan prosedur berperkara dari banding hingga peninjauan kembali (PK).

Diskon hukuman bak sulap. Koruptor yang awalnya divonis lima tahun, bisa hanya satu tahun. Begitu pula seterusnya dan seterusnya. Namun, model begitu tak akan ada di masa Artijdo yang kerap jadi pengadil dalam tahap kasasi.

Koruptor yang percaya diri hukumannya bisa dikorting lewat kasasi harus gigit jari. Nama Artidjo kian mencuat saat ia mengungkap beda pendapat (dissenting opinion) kala menangani kasasi kasus korupsi yayasan dengan terdakwa mantan presiden Soeharto pada 2001. Yayasan-yayasan itu dianggap sebagai ajian menguras uang negara.

Dua rekannya sesama hakim Syaifuddin Kartasasmita dan Suni Wahadi. Dua hakim itu menghendaki perkara dihentikan. Namun, Artidjo beda pendapat akhirnya dicapai kesepakatan The Smiling General tetap terdakwa, tapi dilepas statusnya sebagai tahanan kota dan dirawat dengan biaya negara. Setelah sembuh ke pengadilan.

Garangnya Artidjo terhadap koruptor terlihat pula saat dirinya dipercaya memegang jabatan sebagai Kepala Kamar Pidana MA dari 2009-2018. Jabatan itu membuatnya dapat leluasa memilih perkara strategis. Ia mulai banyak ikut campur dalam memusingkan koruptor.

Koruptor macam Anggodo Widjojo pernah merasakannya. Hukuman Anggodo awalnya hanya lima tahun penjara. Namun, kasasi diajukan yang nyatanya justru memberatkan Anggoda jadi 10 tahun penjara pada 2011.

Kondisi yang paling nahas terjadi pada trio koruptor Partai Demokrat. Angelina Sondakh, Muhammad Nazaruddin, dan Anas Urbaningrum.

Angie misalnya. Ia diketahui telah mendapatkan hukuman penjara 4 tahun 6 bulan. Ia percaya diri di tingkat kasusi hukumannya akan diperingan. Nyatanya, tak begitu. Ketua majelis hakimnya ada Artidjo yang otomatis hukumannya bertambah menjadi 12 tahun penjara dan denda yang banyak pada 2013.

Belakangan Angie justru tak mengesali putusan Artidjo. Ia justru berharap Artidjo terus ada karena penegakan korupsi di Indonesia butuh figur seperti berintegritas seperti itu. Ia bak representasi sempurna dari hukum tak bisa dibeli dengan uang.

“Aku berterima kasih, sangat berterima kasih. I think baik, putusan itu bagus walaupun aku ingin putusan aku menjadikan efek jera bagi yang lain. And then I wish aja, ini my wish ya, Pak Artidjo masih ada. Aku masih ingin dia itu menghakimi koruptor itu dengan lebih bijak seperti dia menghakimi saya,” ucap Angie setelah bebas dalam program Rosi yang ditayangkan KOMPAS TV, 31 Maret 2022.

Nazzaruddin juga begitu. Awalnya ia dihukum pejara 4 tahun Sembilan bulan, namun Artidjo justru memberatkannya jadi tujuh tahun 2013. Hal yang juga berlaku pada Anas Urbaningrum. Hukumannya penjara yang diterima awalnya tujuh tahun, namun Artidjo menambah jadi 14 tahun penjara pada 2015.

Hukuman yang diberikan Artidjo membawa efek yang besar bagi peradilan korupsi di Indonesia. Artidjo tak pernah pandang bulu. Mantan Ketua Partai Keadilan Sejahtera, Lutfi Hasan Ishaaq dan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ikutan kena apes perkaranya ditangani Artidjo.

Koruptor pun mulai beramai-ramai menarik laporannya di tingkat kasasi. Tahu-tahu ketemu Artidjo, hidup mereka jadi tambah apes.

“Ketegasan Artidjo menggada koruptor melahirkan efek jera yang signifikan. Bupati Buol, Amran Batalipu, buru-buru membatalkan rencana kasasi setelah tahu kasusnya dipegang Artidjo. Amran menerima vonis 7 tahun 6 bulan penjara yang dijatuhkan pengadilan tinggi. la dianggap bersalah karena menerima suap pengusaha Hartati Murdaya,” tertulis dalam laporan majalah Tempo berjudul Menimbang Artidjo, 30 September 2013.

Koruptor seraya menanti waktu yang tepat untuk melakukan upaya tingkat hukum lanjutan. Mereka berharap Artijdo lekas pensiun. Terbukti saat Artidjo pensiun pada 2018 praktek korting kasus korupsi kian marak lagi. Anas Urbaningrum yang dihukum 14 tahun penjara jadi delapan tahun saja ditahap PK.

Boleh jadi Artidjo telah tiada pada 28 Februari 2021. Namun, jejaknya dalam pemberantasan korupsi di Indonesia tak pernah pudar. Ia bahkan jadi satu-satunya hakim agung yang semasa hidupnya mendorong koruptor di hukum mati. Lalu pertanyaannya, siapa yang kini menggantikan Artidjo sebagai musuh koruptor?

 

 

Share
News Update
Bali Airport: 90 Flights Canceled in a Day Due to Eruption

Bali Airport: 90 Flights Canceled in a Day Due to Eruption

US President-Elect Donald Trump Appoints Elon Musk to Lead Govern...

US president-elect Donald Trump has appointed SpaceX founder Elon Musk (@elonmusk) to lead the Government Efficiency Department.

President Prabowo Meets President Joe Biden to Mark 75th Annivers...

Indonesian President Prabowo Subianto held a bilateral meeting with US President Joe Biden at the White House in Washington DC on Tuesday (11/12).

Prabowo Meets Biden at The White House to Discuss Indonesia-US Di...

During the meeting, President Prabowo was warmly received by President Biden, and the two leaders discussed the strong diplomatic ties between Indonesia and the U.S.

Multiple Accidents on Cipularang Toll Road KM 92 Damaging Numerou...

The collision occurred as the KM 92 area was hit by heavy rain and lightning, which likely contributed to poor visibility and slippery road conditions.

Trending