Sisi Lain Jenderal Hoegeng: Kisah Si Polisi Jujur yang Pernah Jaga Pelacuran
SEAToday.com, Jakarta - Upaya pemerintah memerangi bisnis prostitusi terus ditingkatkan. Keseriusan itu dilirik dari banyaknya pelacuran ditutup, dari Kalijodo hingga Dolly. Mereka yang berkecimpung dalam bisnis haram itu diminta untuk mencari pekerjaan lain.
Hukuman menanti mereka yang bandel tetap menjalankan eksplotasi seksual. Kondisi itu berbeda dengan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang. Bisnis prostitusi masuk dalam kategori bisnis legal. Bahkan, Si Polisi Jujur, Hoegeng Iman Santoso pernah ditugaskan menjaga pelacuran. Begini ceritanya.
Pengaruh lingkungan dapat jadi penentu kehidupan mendatang. Hoegeng Iman Santoso memahami benar pengaruh itu. Pria kelahiran Pekalongan, 14 Oktober 1921 itu lahir dalam keluarga elite era penjajahan Belanda.
Ayah Hoegeng, Soekarjo Kario Hatmojo merupakan seorang jaksa. Pertemanan ayahnya pun positif. Saban hari teman-temannya sesama penegak hukum sering bertandang ke rumah Hoegeng.
Kadang yang datang Kepala Pengadilan Pekalongan, Soeprapto. Kadang juga seorang polisi bernama Ating Natadikusumah – kemudian dikenal sebagai sahabat Bung Karno. Hoegeng pun terinspirasi dengan profesi penegak hukum.
Ia memandang tinggi posisi penegak hukum. Namun, ia condong menggoreskan mimpi jadi polisi. Ating jadi role model Hoegeng. Posisi Ating sebagai garda terdepan menghalau kejahatan mengagumkan. Hoegeng kian kepincut jadi polisi.
“Ketiga orang tersebut (ayah Hoegeng beserta kedua sahabatnya), ikut memperkuat visi Hoegeng berkenaan dengan cita-citanya sebagai polisi. Secara kebetulan profesi ketiga orang bersahabat tersebut saling terkait, sebagai sesama penegak hukum, seperti juga profesi polisi yang di cita-citakan Hoegeng,” ungkap Aris Santoso dan kawan-kawan dalam buku Hoegeng: Oase Menyejukkan Di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa (2009).
Mengejar Mimpi
Orang tua Hoegeng mendukung penuh mimpi anaknya. Jalan Hoegeng menempuh pendidikan pun dipikirkan matang-matang. Orang tuanya menempatkan Hoegeng ke sekolah terbaik seperti HIS, MULO, hingga AMS Yogyakarta – suatu tingkatan pendidikan yang dianggap bak barang mewah kaum bumiputra.
Puncaknya Hoegeng dikuliahkan ke Sekolah Tinggi Hukum, Rechtshoogeschool (RHS) Batavia (sekarang: Jakarta) pada 1940. Hoegeng mulai mematangkan pengetahuannya tentang hukum. Bekal itu dianggapnya dapat jadi bahan berguna untuk meraih mimpi jadi polisi.
Aktivitas menuntut ilmu itu dilakukan dengan suka cita. Saban hari Hoegeng fokus belajar. Ia juga tergolong aktif dalam diskusi politik dengan pejuang kemerdekaan Indonesia. Aktivitas itu membuat pertemanan Hoegeng kian luas.
Hoegeng sempat beranggapan sekolahnya akan mulus-mulus saja. Takdir pun berkata lain. Pergantian penjajahan Belanda ke Jepang membuat Hoegeng sedih bukan main pada 1942. Aktivitas belajarnya otomatis berhenti.
Jepang menghentikan seluruh aktivitas belajar-mengajar setingkat perguruan tinggi di Indonesia. Fakta itu membuat Hoegeng hidup luntang-lantung di Jakarta tanpa kepastian. Opsi pulang kampung ke Pekalongan jadi satu-satunya pilihan masuk akal.
Ia pun mencoba mencari kesibukan dengan bekerja apa saja. Ia mencoba berdagang. Pernah pula ingin jadi penyiar radio milik pemerintah Jepang.
Celah Hoegeng menjadi polisi pun terbuka saat di Pekalongan. Kantor Polisi Kerisidenan Pekalongan lagi membutuhkan calon polisi baru.
Hoegeng langsung mencobanya. Kebutuhan akan polisi baru dikarenakan banyak kekosongan jabatan. Semula polisi banyak diisi oleh orang Indo-Belanda dan Belanda. Jepang menangkap mereka semuanya.
“Hoegeng mengikuti Kursus Kepolisian di Pekalongan. Lulus dari sana, ia ditempatkan di Kantor Jawatan Kepolisian Keresidenan Pekalongan. Pekerjaan ini ia jalani dengan setengah hati. Selain disiplin yang sangat ketat, ia juga kecewa bahwa sebagai jebolan RHS, pangkat yang diperolehnya tergolong rendah, yaitu dua tingkat di bawah Inspektur Polisi Kelas Il atau bintara,” ujar Yudi Latif dalam buku Mata Air Keteladanan (2014).
Kursus Kepolisian Pekalongan tak mudah. Tenaga Hoegeng terkuras habis dengan pelajaran disiplin. Pelantihan itu berlangsung selama enam bulan. Hoegeng pun akhirnya lulus. Ia langsung ditugaskan sebagai polisi. Hoegeng bangga karena dapat menggunakan seragam polisi dan juga senjata.
Jaga Pelacuran
Tugas Hoegeng sebagai polisi di Pekalongan mencakum banyak hal. Kewajibannya macam-macam. Seorang polisi kerap ditugaskan untuk menangkap pelaku kejahatan, jaga pasar malam, dan menjaga pelacuran.
Tugas menjaga pelacuran memang dianggap kurang menantang. Bisnis haram pula. Namun, bisnis itu termasuk legal di zaman penjajahan Belanda atau Jepang. Pajak dari bisnis prostitusi tinggi sehingga pemerintah tak berani benar-benar melarang pelacuran.
Hoegeng pun mendapatkan bagiannya menjaga rumah pelacuran. Tugasnya mudah saja. Ia harus memastikan bahwa setiap orang – pelanggan yang masuk adalah orang dewasa. Anak-anak tak boleh. Sesekali Hoegeng berlaku serius kala terjaga keributan di rumah bordil.
Penjagaannya di rumah pelacuran tak Cuma diisi oleh cerita yang datar belaka. Banyak pula cerita lucunya. Hoegeng menyaksikan sendiri pejabat di lingkungannya main ke pelacuran yang berada di daerah pinggiran Pekalongan, Pelacuran Kwijan.
Pelacuran itu diyakini lebih aman. Berada di daerah pinggiran pula. Keluarga maupun sanak famili takkan mengetahuinya. Namun, ada yang ketiban apes. Hoegeng mengenali salah satu pejabat yang main ke pelacuran.
“Tenyata ia salah seorang pejabat yang juga mengenal saya, Masya Allah, ia pun terperanjat melihat saya. Berhubung ia jauh lebih tua daripada saya, dan malu juga atas hobinya itu, saya merasa serba salah. Buat menghindar tak sempat lagi. Toh sang bapak pejabat itu yang datang pada saya, minta dikasihani: Nak Hoegeng, mbok ya jangan dikasih tahu tante bahwa saya kesini,” cerita Hoegeng ditulis Abrar Yusra dan Ramadhan K.H. dalam buku Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyataan (1993).
Hoegeng pun menyanggupinya. Pengalaman itu jadi salah satu yang menarik dalam hidup Hoegeng selama jadi polisi. Kondisi itu membuatnya dapat memetakan lokasi dan memahami perilaku masyarakat. Bekal itu kemudian menuntunnya jago dalam misi penyamaran dan jadi Kapolri era 1968-1971.
Recommended Article
News Update
Erick Thohir Officially Inaugurates New Board for Indonesian Futs...
The formation of the new management for these two federations under PSSI aims to align all stakeholders related to football in Indonesia.
BAZNAS to Build Hospitals, Mosques, Schools in Gaza Recovery Prog...
The funds to be used are the donation funds that are still being held for the Palestinian people. According to him, the donation for Palestine titled “Membasuh Luka Palestina”
Ngurah Rai Airport Expands Access to Nusantara via Balikpapan wit...
General Manager of PT Angkasa Pura Indonesia I Gusti Ngurah Rai Airport Ahmad Syaugi Shahab in Denpasar, on Wednesday (11/20), said this route adds connection opportunities to the State Capital of the Archipelago.
Minister Yusril Clarifies: Mary Jane Veloso Transferred, Not Rele...
Yusril explained that the Indonesian government had received an official request from the Philippine government regarding the transfer of Mary Jane Veloso. The transfer can be carried out if the conditions set by the Ind...
Trending
- # Daily Update
- # Regional
- # Nasional
- # Internasional
Popular Post
SOEs Ministry Tries Out Four Days in Workweek System
The State-Owned Enterprises (SOEs) Ministry is testing the implementation of a four-day workweek. This was shared on Instagram @lifeatkbumn on Saturday (6/8).
TransJakarta Extends Operational Hours of Soekarno-Hatta Airport...
TransJakarta extended its service time until midnight for the corridor with destination to the Soekarno-Hatta International Airport, starting Wednesday (6/19).