• Friday, 22 November 2024

Cuma Ali Sadikin yang Berani Bela Nasib PSK di Jakarta

Cuma Ali Sadikin yang Berani Bela Nasib PSK di Jakarta
Gubernur Ali Sadikin yang selalu siap menerima kunjungan dan kritikan di Balai Kota Jakarta | Perpustakaan Nasional

SEAToday.com, Jakarta - Prostitusi jadi salah satu masalah yang sulit diberantas hingga tuntas. Jakarta salah satu kota metropolitan yang sudah berpengalaman. Gubernur demi gubernur, bergantian membuat kebijakan, agar masalah sosial ini bisa diatasi.

Salah satu yang paling kontroversial adalah di era Ali Sadikin, gubernur era 1966-1977. Berbeda dengan opini umum, Ali Sadikin tak mau mengganggu bisnis prostitusi selama pemerintah belum bisa mengubah nasib PSK. Begini kisahnya.

Dulu kala, bisnis prostitusi sudah menjadi favorit hiburan di kota Jakarta. Bisnis berahi telah tercatat sudah berlangsung dari zaman penjajahan Belanda. Rumah-rumah pelacuran terus bertumbuh. Pelanggannya bermunculan.

PSK yang menggantungkan hidup di bisnis lendir bejibun. Urusan birahi pun tak mudah diganggu gugat di era Indonesia merdeka. Bisnis berahi terus menjamur di Jakarta. Pelacuran ilegal hadir seiring kemiskinan merajalela di seantero Jakarta.

Lokasi pelacuran yang paling dikena meliputi Gang Hober (sekarang: Gang Sadar) di Petojo, Kramat Raya, hingga planet senen. Mereka yang menjual tubuhnya juga muncul pula di jalanan kota Jakarta. Kondisi itu mengganggu pemandangan Jakarta sebagai Kota Metropolitan

“Kalijodo di bilangan Kota, daerah Bongkaran Stasiun Tanah Abang yang saya kira masih ada hingga sekarang dan di Gang Halimun di sebelah Banjir Kanal Barat, di seberang Jalan Merak, daerah Rawabangke (sekarang: Rawabunga), dan pelacur-pelacur pinggir jalan atau sepanjang rel kereta api yang cukup tersebar,” ungkap Firman Lubis dalam buku Jakarta 1950-1970 (2018).

Praktek pelacuran itu memang dianggap rendah. Banyak yang merasa terganggu, tapi kehadiran PSK dibutuhkan. Belakangan profesi sebagai PSK diyakini sebagai jalan keluar dari kemiskinan. Kemudahan mendapatkan uang dari bisnis dunia gelap itu membuat kaum wanita dari luar daerah berdatangan ke Jakarta jadi PSK.

Ali Sadikin dan PSK

Ali Sadikin pun melihat praktek prostitusi sudah merajalela pada era 1960-an. Gubernur DKI Jakarta 1966-1977 menyaksikan sendiri bagaimana praktek itu berjalan di Jakarta. Pelacuran dianggapnya membawa wajah Jakarta buruk. Jakarta kian terlihat kumuh dan kotor.

Pria yang akrab disapa Bang Ali sempat dituntut untuk ‘membersihkan’ Kota Jakarta dari bisnis haram prostitusi. Ali pun disarankan segera membimbing PSK dengan jalur penyuluhan – indoktrinasi. Masalah PSK dianggap akan kelar.

Solusi itu dianggap Ali hanya sebatas omong kosong. Ali mengakui Jakarta belum mampu menghadirkan pekerjaan yang menjanjikan kepada PSK. Apalagi, jumlah PSK mencapai puluhan ribu di Jakarta. Ali memandang penyuluhan dan segala macam ide terkait urusan mengurangi PSK tak bakal berjalan.

“Saya tidak sepaham dengan jalan pikiran itu. Karena jumlahnya puluhan ribu, sementara penganggur pun tidak sedikit jumlahnya (di Jakarta). Di samping itu, wanita-wanita ‘P’ itu sudah keenakan dengan pekerjaan yang mudah untuk mendapatkan duit,” tegas Ali Sadikin dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977 (1992).

Ali pun tak mau gegabah dengan melarang praktek itu muncul. Apalagi, memanfaatkan kuasanya untuk memburu PSK dan menjanjikan pekerjaan. Kunjungannya secara incognito ke tiap sudut Jakarta mengajarkannya bahwa menjamurnya pelacuran berfondasi kepada kemiskinan.

Saran-saran yang berdatangan terus saja di tampung Ali. Saran-saran untuk menguatkan aturan daerah dengan sanksi kepada PSK atau mucikarikari ogah diterapkan. Hatinya berat memperlakukan aturan yang memberatkan kaum kupu-kupu malam.

Ia lagi-lagi merasa pemerintah belum dapat menjanjikan pekerjaan yang tepat jika melarang. Ali pun pilih pasang badan kepada terhadap aktivitas pelacuran. Ia tak ingin pelacur-pelacur yang ada segera ditertibkan. Ali meminta jajarannya untuk membiarkan sementara aktivitas itu.

Sikap itu diperlihatkan Ali kepada jajarannya yang menjadi pimpinan Taman Bina Ria (sekarang: Taman Impian Jaya Ancol). Stafnya merasa kehadiran PSK –sekalipun membayar tiket masuk Bina RIa tetap mengganggu dan merusak imej taman wisata itu. Ali pun memintanya tak perlu mengganggu PSK.

“Bukan kamu yang dosa. Itu urusan mereka sendiri. Kamu nggak dosa, yang dosa itu mereka. Sudah biarkan saja,” imbuh Ali Sadikin dikutip Sugianto Sastrosoemarto dalam buku Jejak Soekardjo Hardjosoewirjo di Taman Impian Jaya Ancol (2010).

Pembiaran itu dilakukan Ali sambil mencari solusi yang tepat guna. Ia pun mulai memanfaatkan waktunya untuk berkunjung ke kota-kota di dunia yang mengandalkan industri seks untuk menghidupi warga kota. Pengalaman itu jadi bahan pertimbangannya mengurus urusan PSK di Jakarta.

 “Dulu, tahun 1965-an, cari PSK di Jakarta kan gampang. Mereka seliweran di jalan-jalan dengan becak. Orang menyebutnya dengan becak komplet. Si abang becak dan pelacurnya jadi satu tim. Mereka keliling di Jakarta. Jadi, kan kotor kota ini. Malu saya lantas saya ke Singapura, Manila, Bangkok, kota-kota industri seks. Di sana saya tidak melihat pelacur-pelacur di jalanan. Tenyata, mereka ditampung di lokalisasi,” tegas Ali Sadikin ditulis Ramadhan K.H. dalam buku Pers Bertanya, Bang Ali Menjawab (1995).

Belakangan Ali memilih opsi untuk merelokasikan PSK yang tersebar di seantero Jakarta dan menempatkannya di sebuah lokalisasi. Orang-orang mengenalnya sebagai Kramat Tunggak. Opsi itu dipilih sebagai langkah supaya menghapus pemandangan kurang sedap di tepi-tepi jalan.

Ia pun tak peduli dengan kecaman yang menyebutkan mendukung industri seks. Ali menganggap kritik lewat omongan lebih gambang, daripada menolong PSK. Ia memanggap dirinya sudah berbuat dan menimalisir Jakarta dari praktek prostitusi ilegal. Hal-hal berbau kriminal sampai penyakit kelamin dapat direduksi kehadirannya.

Share
News Update
UN Condemns Security Council’s Failure to Pass Crucial Ceasefire Resolution

UN Condemns Security Council’s Failure to Pass Crucial Ceasefire Resolution

Erick Thohir Officially Inaugurates New Board for Indonesian Futs...

The formation of the new management for these two federations under PSSI aims to align all stakeholders related to football in Indonesia.

BAZNAS to Build Hospitals, Mosques, Schools in Gaza Recovery Prog...

The funds to be used are the donation funds that are still being held for the Palestinian people. According to him, the donation for Palestine titled “Membasuh Luka Palestina”

Ngurah Rai Airport Expands Access to Nusantara via Balikpapan wit...

General Manager of PT Angkasa Pura Indonesia I Gusti Ngurah Rai Airport Ahmad Syaugi Shahab in Denpasar, on Wednesday (11/20), said this route adds connection opportunities to the State Capital of the Archipelago.

Minister Yusril Clarifies: Mary Jane Veloso Transferred, Not Rele...

Yusril explained that the Indonesian government had received an official request from the Philippine government regarding the transfer of Mary Jane Veloso. The transfer can be carried out if the conditions set by the Ind...

Trending
LOCAL PALETTE
BEGINI CARANYA PERGI KE SUKU PEDALAMAN MENTAWAI - PART 1