• Saturday, 12 April 2025

Alasan Ali Sadikin Dijuluki Gubernur Maksiat

Alasan Ali Sadikin Dijuluki Gubernur Maksiat
Aktivitas Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin saat menerima tamu di Balai Kota | Perpustakaan Nasional

Kemajuan Jakarta seraya membuat kota lainnya iri. Gedung-gedung menjulang tinggi kian banyak. Fasilitas pendidikan lengkap. Fasilitas kesehatan juga mengikuti. Semua kampung dapat diakses dengan jalanan beraspal. Dulu kala kondisi Jakarta jauh beda. Kota Jakarta pernah diremehkan.

Jakarta pernah dianggap kota kubangan kerbau. Ali Sadikin pun jadi sosok yang berjasa mengubah wajah Jakarta dan berhasil. Masalahnya Gubernur DKI Jakarta 1966-1977 itu justru dikecam. Ia dijuluki Gubernur Maksiat. Kenapa?

Perkembangan Jakarta pernah dianggap melambat. Jakarta tak sama sekali merepresentasikan sebagai Ibu Kota Indonesia. Seabrek masalah diyakini sebagai masalahnya. Pemukiman kumuh di Jakarta terus bertumbuh.

Jalanan yang beraspal pun terbatas. Apalagi, kubangan kerbau muncul di mana-mana. Kondisi itu memunculkan kekhawatiran. Presiden Soekarno pun mengutus Ali Sadikin untuk membenahi banyak seabrek masalah Jakarta pada 1966.

Pria yang akrab disapa Bang Ali tak langsung bertindak. Ia mencoba mempelajari dulu seluk-beluk Jakarta dan segala macam problemanya. Pembangunan Jakarta nyatanya tak mudah. Mimpi mempercantik dan memajukan Jakarta terganjal banyak hal. Urusan anggaran dana misalnya.

Pajak Maksiat

Anggaran dana yang tersedia untuk membangun Jakarta hanya Rp66 juta per tahun. Pemerintah sempat menaikkan jadi Rp266 juta pertahun. Dana segitu takkan cukup. Ali mengajak jajarannya untuk memikirkan solusi supaya Jakarta dapat mempercantik diri.

Ia ingin segera mewujudkan mimpi Soekarno yang ingin Jakarta jadi Kota Metropolitan, walau sudah era Orde Baru. Ia mulai mendapatkan ilham menerapkan ide-ide liar di Jakarta. Ia mulai mencoba melegalkan perjudian untuk menambah anggaran mempercantik Jakarta.

Izin-izin pembangunan klub malam (nightclub) yang menghadirkan hiburan tarian telanjang (striptis) diberikan. Usaha panti pijit pun begitu. Aktivitas ‘maksiat’ jadi kantong-kantong baru sumber keuangan daerah.

“Dalam usahanya mengatasi masalah keuangan dengan kasar menginjak banyak jari kaki. Dia telah meningkatkan pendapatan kota dari jumlah yang menimbulkan iba hati, yakni Rp66 juta rupiah menjadi Rp7 miliar,” hadir dalam buku Ali Sadikin: Menggusur dan Membangun (1977).

Gebrakan Ali yang bertentangan dengan kaum agamis bawa untung besar. Jakarta berbenah. Pemasukan dari pajak ‘maksiat’ itu bikin Jakarta berkembang pesat. Pembangunan Rumah sakit, sekolah, jalanan beraspal, hingga pembenahan kampung mampu dilakukan. Hajat hidup warga Jakarta jadi terangkat.  

Kecaman dari Ulama

Manfaat pembangunan yang dilakukan Ali memang dirasakan warga Jakarta. Namun, langkah Ali melegalkan perjudian dan bisnis berahi memancing hujatan. Pembangunan yang berasal dari duit maksiat dianggap membawa banyak masalah daripada manfaat.

Mereka yang mengkritik Ali bukan dari kalangan sembarangan. Tokoh Islam nasional Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) dan Mohammad Natsir jadi yang terdepan melemparkan kritik. Mereka mengecam tiap kali kegiatan maksiat semakin menjamur di Ibu Kota.

Langkah itu memicu kaum ulama lainnya untuk menyatakan keberatan kepada Ali dan pemerintah DKI Jakarta. Ali tak terlalu memikirkannya. Ia merasa banyak warga Jakarta lainnya sudah menyadari manfaat dari kebijakan pajak maksiat.

Mohammad Natsir pun terus mendesak Ali untuk memikirkan kembali kebijakannya. Ali pun akhirnya menanggapi kritikan. Lama-lama ia kesal juga. Ia mengeluarkan pendapat yang justru memancing kemarahan umat Islam.

“Pak Ali Sadikin pernah berpidato dari balai kota dan disiarkan oleh pers, yang antara lain mengatakan, itu orang-orang Islam, khususnya tokoh Islam Pak Natsir, kalau tidak setuju proyek judi yang hasilnya untuk membangun jalan di ibu kota, sebaiknya kalau keluar rumah pakai helikopter, agar tidak menginjak jalan yang dibangun dari dana judi! Maka makin ramailah reaksi masyarakat,” pungkas staf khusus Ali Sadikin, A.M. Fatwa dikutip Wardiman Djojonegoro dalam buku Sepanjang Jalan Kenangan (2016).

Pernyataan Ali Sadikin memancing kemarahan segenap umat Islam. Ali pun tak tinggal diam. Ia mulai mendatangi ulama-ulama untuk menjelaskan maksudnya. Ali dalam kapasitas itu terbuka sekali dengan kritik-kritik.

Ia menganggap mereka yang melakukan kritik seraya staf yang mempermudah pekerjaannya. Bedanya tak dibayar. Nasi sudah jadi bubur. Kemarahan umat Islam tak dapat dibendung. Ali mulai dijuluki macam-macam. Julukan Gubernur Maksiat merupakan yang paling sering terdengar.

“Setelah saya mengizinkan judi, menerbitkan perjudian dan memungut pajak dari sana, orang yang tidak suka kepada kebijaksanaan saya itu menyebut saya Gubernur Judi atau malahan Gubernur Maksiat. Malahan sampai-sampai ada yang menyebut istri saya Madam Hwa-Hwe. Apalah kesalahan istri saya dengan kebijaksanaan yang saya ambil? Istri saya kena getahnya,” kata Ali Sadikin ditulis Ramadhan K.H. dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977 (1992).

Julukan itu melekat dalam figur Ali Sadikin. Citra buruk itu menerangkan kebijakannya yang mengandalkan bisnis maksiat. Akan tetapi, kritikan itu tak bertahan lama. Belakangan banyak yang sadar jika Ali Sadikin mampu memunculkan perasaan bangga akan Kota Jakarta.

Mereka memahami langkah kontroversial Ali justru dimaksud untuk memperbaiki hajat hidup rakyat Jakarta. Ali sendiri tak mengambil keuntungan sedikit pun dari corong ‘maksiat’ untuk memperkaya diri sendiri. Pada akhirnya, sikap itu yang menjadikan Ali sebagai gubernur terbaik yang pernah memimpin Jakarta.

Share
Insight Indonesia
Indonesia Responds to US Tariffs with Tax Relief Measures

Indonesia Responds to US Tariffs with Tax Relief Measures

TNI Law Amendments Officially Passed by Parliament

The Bill on Amendments to Law Number 34 of 2004 on the Indonesian National Armed Forces (TNI) has been approved

President Prabowo Leads Meeting on Downstream Industry Accelerati...

President Prabowo Subianto held a limited meeting with several cabinet ministers at his residence in Hambalang, Bogor

Japan's Prime Minister Supports Indonesia to Become a Member of O...

Japan's Prime Minister, Shigeru Ishiba, expressed his support for Indonesia's efforts to become a full member of the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), which currently consists of 38 countries...

Muhammadiyah: Ramadan 2025 Begins March 1, Eid Falls on March 30

Muhammadiyah Central Leadership (PP), Tuesday (7/1), officially set the beginning of Ramadan 1446 Hijri on March 1, 2025. Meanwhile, Eid al-Fitr or Lebaran will fall on March 30, 2025.

Trending Topic
Weather Forecast
Weather Forecast Today: Some Cities Are Expecting Light Rain

Weather Forecast Today: Some Cities Are Expecting Light Rain

Potential Extreme Weather to Hit Western Indonesia

The Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency (BMKG) has identified the potential for extreme weather in western Indonesia

The Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency (BMKG) Predic...

The Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency (BMKG) predicts that high-intensity rainfall will continue until March 11. Although a slight decrease in intensity is expected in the coming days due to weather modific...

Weather Forecast: Light Rain Across Jakarta on Thursday Afternoon

The Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency (BMKG) forecasts that all areas of Jakarta will experience light rain on Thursday (2/13) afternoon.

Jakarta Weather Forecast: Rain in the Morning, Clouds Throughout...

The Meteorology, Climatology, and Geophysics Agency (BMKG) has forecasted light rain in several areas of Jakarta on Tuesday morning, including West Jakarta, Central Jakarta, East Jakarta, North Jakarta, and the Thousand...