• Monday, 18 November 2024

Profil Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh yang Tewas Terbunuh dalam Serangan di Teheran

Profil Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh yang Tewas Terbunuh dalam Serangan di Teheran
Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh berbicara dalam pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian di Teheran, Iran, Selasa, 26 Maret 2024. (AP Photo/Vahid Salemi)

SEAToday.com, Teheran - Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, tewas terbunuh dalam sebuah serangan di ibu kota Iran, Teheran, Rabu, 31 Juli 2024, demikian menurut pernyataan dari Hamas. Pihaknya menyalahkan Israel atas kematian kepala politik kelompok tersebut.

Dilansir dari Al Jazeera, Ismail Haniyeh dan salah satu pengawalnya tewas setelah gedung tempat mereka menginap diserang, lanjut pernyataan itu. Disampaikan pula bahwa Haniyeh berada di Teheran untuk menghadiri upacara pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian, Selasa, 30 Juli 2024.

"Gerakan Perlawanan Islam Hamas berduka cita atas rakyat Palestina, bangsa Arab dan Islam, dan seluruh orang merdeka di dunia: Saudara, pemimpin, martir, Mujahid Ismail Haniyeh, kepala gerakan, yang tewas dalam serangan Zionis yang berbahaya di kediamannya di Teheran," kata Hamas.

Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran juga mengumumkan kematian Haniyeh. "Pagi ini, kediaman Ismail Haniyeh di Teheran diserang, yang mengakibatkan ia dan salah satu pengawalnya tewas. Penyebabnya sedang diselidiki dan akan segera diumumkan," kata IRGC dalam sebuah pernyataan.

IRGC tidak memberikan rincian tentang bagaimana Haniyeh terbunuh. Pihaknya juga menyebut bahwa serangan itu tengah diselidiki.

Dilansir dari The New York Times, Haniyeh lahir pada 1962 di kamp pengungsi Shati di utara Kota Gaza, dari orangtua Palestina yang pada 1948 telah mengungsi dari rumah mereka di tempat yang sekarang menjadi Israel, di Ashkelon.

Ia menuntut ilmu di sekolah-sekolah yang dikelola oleh badan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Palestina, UNRWA, dan melanjutkan studi sastra Arab di Islamic University of Gaza.

Ia ditangkap oleh militer Israel dan menjalani beberapa hukuman di penjara-penjara Israel pada era 80-an dan 90-an.

Kenaikannya ke tampuk kekuasaan di Gaza dibantu oleh mentornya, pemimpin spiritual dan pendiri Hamas, Sheik Yassin, yang menjabat sebagai sekretaris pribadinya. Keduanya menjadi target percobaan pembunuhan oleh Israel pada 2003 dan tahun berikutnya, Yassin dibunuh oleh militer Israel.

"Anda tidak perlu menangis," Haniyeh mengatakan kepada kerumunan yang berkumpul di luar Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza saat itu. "Anda harus tabah, dan Anda harus siap untuk membalas dendam."

Haniyeh diangkat menjadi pemimpin Hamas di Gaza pada 2006. Tahun itu, ia sempat menjabat sebagai perdana menteri pemerintahan persatuan Palestina, yang dibubarkan setelah berbulan-bulan terjadi ketegangan yang mencakup konflik bersenjata antara faksi-faksi Palestina.

Pada 2017, ia diangkat menjadi pemimpin biro politik Hamas pada saat Hamas mencoba melembutkan citra publiknya saat berebut pengaruh di antara warga Palestina dan dunia internasional.

Haniyeh memimpin Hamas dari Qatar dan Turki dalam beberapa tahun terakhir. Ia merupakan salah satu negosiator dalam perundingan yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, yang dimediasi oleh Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat, untuk mengakhiri perang di Gaza dengan imbalan sandera yang ditangkap dalam serangan yang dipimpin Hamas terhadap Israel.

Pada Mei, jaksa Mahkamah Pidana Internasional mengatakan ia akan mengajukan surat perintah penangkapan untuk Haniyeh. Jaksa menuduhnya dan para pemimpin Hamas lainnya atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait dengan serangan 7 Oktober terhadap Israel, termasuk "pemusnahan, pembunuhan, penyanderaan, pemerkosaan, dan penyerangan seksual di tahanan."

Pada Juni, Hamas mengatakan bahwa saudara perempuan Haniyeh dan keluarganya tewas dalam serangan militer Israel di rumah keluarga Haniyeh di Gaza, sebuah pernyataan yang tidak dikonfirmasi oleh militer. Pada April, tiga dari 13 putra Haniyeh tewas oleh pasukan Israel dalam operasi militer lainnya di Gaza.

"Kami tidak akan menyerah, tidak peduli berapa pun pengorbanannya," kata Haniyeh saat itu, seraya mencatat bahwa ia telah kehilangan puluhan anggota keluarga dalam perang tersebut.

Share
News Update
Pertamina Shares Self-Sustaining Energy Village Success Stories at COP 29

Pertamina Shares Self-Sustaining Energy Village Success Stories at COP 29

China Calls for Accelerated Construction of China-Thailand Railwa...

Chinese President Xi Jinping emphasized the importance of accelerating the construction of the China-Thailand Railway and expanding cooperation in innovative fields such as new energy, the digital economy, and artificial...

President Prabowo Highlights Indonesia's Renewable Energy Commitm...

President Prabowo also explained that Indonesia has great potential in developing green energy, including geothermal, hydro, solar power, and bioenergy.

Jakarta Residents Must Sort Waste to Avoid Retribution Fees

The Jakarta Provincial Government (Pemprov) will require residents to sort their waste starting January 1, 2025, to be exempt from the cleaning service levy (RPB).

2 Tourism Villages in Indonesia Receive Best Tourism Villages 202...

Jatiluwih Tourism Village (Bali) and Wukirsari Tourism Village (Special Region of Yogyakarta) won the “Best Tourism Villages 2024” award from the United Nations World Tourism Organization

Trending