Kisah Cinta Tanpa Syarat: Malangnya Bung Karno Andai Tak Jumpa Inggit Garnasih
SEAToday.com, Jakarta - Imej Soekarno yang punya banyak istri kerap bernada negatif. Segenap wanita Indonesia pernah geram kepadanya. Bung Karno dianggap tak mengenal cinta sejati. Ia juga tak mengenal bagaimana sakitnya jika wanita diduakan.
Kisah cintanya tak bisa pula dijadikan contoh yang baik. Namun, semua akan berubah kala mengulas bagaimana sosok Inggit Garnasih mendampingi Bung Karno. Kisahnya dengan Bung Karno dapat jadi contoh dari suatu cinta tanpa syarat (Unconditional Love): hanya memberi, tak harap kembali. Begini ceritanya.
Kota Bandung begitu spesial bagi seorang Soekarno. Kota itu diyakini bagian penting dalam menggembelengnya jadi pejuang kemerdekaan. Kepekaan Bung Karno terasah. Bakat seni meningkat tajam. Ia pun mulai merangkai mimpi jadi ‘arsitek’ bangsa Indonesia.
Satu-satunya alasan Bung Karno ke Bandung tak lain adalah pendidikan. Dulu kala Bung Karno pernah punya cita-cita menuntut ilmu ke negeri Belanda. Ibunya, Ida Ayu melarang keras. Larangan itu membuat Bung Karno mengalihkan pandangan kepada Technische Hoogeschool te Bandoeng (cikal bakal Institut Teknologi Bandung: ITB).
Langkah Bung Karno pun mendapatkan dukungan dari pihak keluarga dan mertua. Mertuanya, Haji Omar Said (HOS) Tjokroaminoto mendukung langkahnya. Ia bahkan memikirkan di mana Bung Karno dan anaknya, Siti Oetari kelak tinggal di Bandung. Ia dititipkan ke tokoh Serekat Islam (SI) Bandung, Haji Sanusi.
“Pertemuannya dengan keluarga Haji Sanusi berawal ketika ia akan melanjutkan pendidikan ke THS Bandung. Ketika itu, Bung Karno sudah kawin gantung dengan Oetari, putrid sulung Tjokroaminoto dititipkan di rumah kenalannya, Haji Sanusi. Keduanya bersahabat karena aktivitasnya di SI. Tjokroaminoto merupakan Ketua SI Pusat di Surabaya. Haji Sanusi adalah penguurs SI Bandung,” ujar Her Suganda dalam buku Jejak Soekarno di Bandung 1921-1934 (2015).
Bung Karno senang bukan main. Ia mulai membayangkan Bandung akan memberinya banyak pengalaman baru. Kemudian, jodoh baru.
Kepincut Inggit
Bung Karno tak hanya mendapatkan pengalaman politik di Bandung. Ia juga menemukan cintanya yang baru. Cinta baru Soekarno bukan orang lain. Wanita yang mampu mengisi hatinya adalah istri dari Haji Sanusi, Inggit Garnasih.
Bung Besar merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Inggit Garnasih. Untaian kata-kata cinta diungkap Bung Karno dalam hati. Wajah cantik Inggit selalu teringat. Senyuman Inggit menurut Bung Karno sungguh menyilaukan hati. Bagi Bung Karno beda usia keduanya tak jadi soal – inggit lebih tua.
Mulanya keketertarikan antara ia dan Inggit dipendam saja. Kebetulan Oetari lalu datang berkunjung menemani Soekarno. Namun, intensitas pertemuannya dengan Inggit membuyarkan segalanya. Keduanya saling bercerita, saling mengenal.
Benang merah pun ditarik. Bung Karno kesepian. Inggit pun kesepian. Bung Karno kesepian karena ia menganggap Oetari bak adiknya sendiri. Oetari bak bukan seorang istri. Inggit pun memiliki masalah lain. Bung Karno menganggap suami terlalu sibuk dalam permainan judi di rumah bola (biliar).
Bung Karno mulai merasa bahwa Inggit adalah segalanya. Inggit bisa melakukan tugas-tugas seorang istri, bahkan ibu. Ia mampu menyiapkan segalanya untuk Bung Karno. Kebutuhannya disiapkan. Kamarnya dirapikan hingga makan disiapkan.
Belakangan tumbuh perasaan di antara keduanya. Perasaan itu bukan perasaan biasa. Keduanya mulai larut cinta karena keseringan bersama. Suatu affair pun terjadinya. Keduanya tak menyesalinya. Pengalaman itu jadi salah satu pengalaman terbaik pada hidup masing-masing.
“Hanya Inggit dan aku di rumah yang kosong. Dia kesepian. Aku kesepian. Perkawinannya tidak betul. Dan perkawinanku tidak betul. Dan adalah wajar, bahwa hal‐hal yang demikian itu tumbuh. Inggit dan aku banjak mengalami saat‐saat yang menyenangkan bersama sama. Kami keduanya mempunyai perhatian yang sama,” ungkap Bung Karno ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (2016).
Istimewanya Bung Karno bukan tipe orang yang lari dari masalah. Bung Karno memiliki niatan meresmikan hubungannya dengan Inggit. Keinginan itu membuatnya menceraikan dan mengembalikan Oetari ke orang tuanya,
Bung Karno pun menyatakan niat secara langsung ke Haji Sanusi. Haji Sanusi mengambulkannya dan segera menceraikan inggit. Puncaknya, keduanya menikah pada 1923. Kehadiran Inggit kemudian menambah daya juang Bung Karno untuk memerdekakan bangsa Indonesia.
Berkorban Segalanya
Kehadiran Inggit memang melengkapi perjuangan Bung Karno. Ia berkorban segalanya untuk Bung Karno. Inggit sempat pula jadi tulang punggung keluarga kala Bung Karno sibuk kuliah hingga naik podium ke sana-sini.
Inggit jadi pencari nafkah dengan menggunakan keterampilan yang dia bisa. Inggit kadang kala menjual kain. Kada pula membuat produk kecantikan seperti bedak dan lain sebagainya. Usaha itu dilakukan agar dapur tetap ngebul dan Soekarno dapat berjuang.
Posisi tulang punggung keluarga dilakukan pula Inggit kala Bung Karno ditahan. Inggit selalu berusaha untuk menyiapkan segala macam kebutuhan suaminya dari luar jeruji. Hasil jualan itu digunakan untuk mendukung perjuangan suaminya.
Ia menyuplai segala macam buku supaya daya juang suaminya di penjara Benceuy, kemudian Sukamiskin. Inggit tak pernah menyesali atau marah ke Soekarno. ia menjalankan perannya dengan iklas.
Kala Bung Karno mulai kehilangan semangat. Inggit datang menyemangati.Inggit bahkan rela mengikuti suaminya diasingkan ke Ende, lalu Bengkulu. Ia pun rela menjual banyak hartanya – termasuk rumah supaya bisa hidup di pembuangan bersama suami, ibu (mertua Bung karno), dan anak angkatnya, Ratna Djuami (Omi). Kesetiannya tak perlu diragukan.
”Euh kasep (Ah, sayang), jangankan ke pembuangan, sekalipun ke dasar lautan aku pasti ikut. Kusno jangan was-was mengenai itu, jangan ragu akan kesetiaanku,’ ungkap Inggit dalam buku romantikanya dan Soekarno ditulis Ramadhan K.H. dalam buku Kuantar Ke Gerbang: Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno (1988).
Kondisi itu membuat Inggit selalu hadir dalam masa-masa genting perjuangan Bung Karno. Pengorbanannya begitu besar. Ia mampu memberikan segalanya ke Bung karno. Satu-satunya yang tak bisa diberikan Inggit adalah keturunan.
Suatu hal yang membuat Soekarno milirik Fatmawati jadi istri berikutnya. Inggit pada dasarnya mengetahui kekurangannya. Ia merestui kedekatan Bung Karno dan Fatmawati yang notabene pernah dijadikan anak angkat pas di Bengkulu.
Namun, Inggit meminta Bung karno untuk menceraikannya terlebih dulu. Keduanya pun berpisah. Tunai sudah perjuangan Inggit mengantar Bung Karno ke depan pintu gerbang kemerdekaan.
Bung Karno terus melaju jadi pemimpin Indonesia. Inggit sendiri kembali ke Bandung dan bergelut dengan kehidupan. Pahit getir kehidupan terus dilaluinya. Ia tak sekali-kali menuntut Bung Karno yang kala itu jadi Presiden Indonesia membalasnya. Cintanya tanpa syarat, hanya memberi dan tak harap kembali.
Recommended Article
News Update
Criminal Investigation Agency Question Cooperatives Minister Budi...
Budi Arie Setiadi, current Minister of Cooperatives, questioned by Kortastipidkor regarding undisclosed matters. Investigation linked to past scandals.
Light Rain Expected Across Most of Jakarta
The BMKG forecasts light rain for most areas of Jakarta and the Thousand Islands on Thursday, (12/19/2024).
OIKN Targets Legislative, Judicial Buildings to be Completed in...
The Nusantara Authority (OIKN) is targeting the construction of legislative and judicial infrastructure to be completed by 2028.
The Ministry of Foreign Affairs Confirms No Indonesian Citizens A...
The Indonesian Ministry of Foreign Affairs has confirmed that no Indonesian citizens (WNI) were victims of the 7.3-magnitude earthquake that struck Vanuatu on Tuesday, December 17, 2024
Popular Post
SOEs Ministry Tries Out Four Days in Workweek System
The State-Owned Enterprises (SOEs) Ministry is testing the implementation of a four-day workweek. This was shared on Instagram @lifeatkbumn on Saturday (6/8).
TransJakarta Extends Operational Hours of Soekarno-Hatta Airport...
TransJakarta extended its service time until midnight for the corridor with destination to the Soekarno-Hatta International Airport, starting Wednesday (6/19).