• Wednesday, 04 December 2024

Dari Paus Paulus VI ke Paus Yohanes Paulus II: Warisan Kesederhanaan Sri Paus di Indonesia

Dari Paus Paulus VI ke Paus Yohanes Paulus II: Warisan Kesederhanaan Sri Paus di Indonesia
Presiden Soeharto menerima kunjungan Paus Paulus VI di Istana Merdeka pada 1970 | Perpustakaan Nasional

SEAToday.com, Jakarta - Hubungan antara Indonesia dan Vatikan mulai terjalin di era Perang Revolusi (1945-1949). Vatikan pernah bersimpati dengan perjuang bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Vatikan pun mengirimkan utusannya ke Yogyakarta pada 1947.

Vatikan tak saja memberikan dan pengakuan kemerdekaan Indonesia, mereka juga meminta Indonesia menjamin hajat hidup kaum Katolik di Nusantara. Indonesia tak mau kalah. Wakil Presiden Mohammad Hatta memberikan tugas diplomasi keluar negeri kepada Kapolri pertama, Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo pada 1948.

Tugas itu dalam rangka mencari dukungan bagi kemerdekaan Indonesia di luar negeri. Soekanto lalu mendatangi Paus Pius XII di Vatikan. Sri Paus pun ikut mendoakan supaya Indonesia dapat mempertahankan kemerdekaan.

Kedekatan hubungan Indonesia-Vatikan lalu dilengkapi dengan serangkaian kunjungan dari Bung Karno. Bung Karno tak hanya sekali ke Vatikan, tapi tiga kali. Masing-masing  berjumpa Paus Pius XII pada 1956. Paus Yohanes XXIII pada 1959. Kemudian Paus Paulus VI pada 1963.

Bung Karno pun mendapatkan bintang jasa dari Sri Paus. Bukan satu bintang jasa saja, tapi tiga.

“Orang Belanda memandang kami, orang Islam, sama dengan penyembah berhala. Dalam bahasa Injil kami adalah keturunan yang sesat dan hilang, kata mereka. Yah, penyembah berhala atau tidak, aku seorang Islam yang hingga sekarang telah memperoleh tiga buah medali yang tertinggi dari Vatikan.  Bahkan Presiden dari Irlandia pun mengeluh padaku bahwa ia hanya memperoleh satu,” Ungkap Bung Karno ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (2016). 

Kedatangan Paus Paulus VI

Keinginan Bung Karno mendatangkan pemimpin besar umat katolik dunia muncul. Ia telah secara resmi mengundang Paus pada era 1960-an. Namun, realita berkata lain. Vatikan baru bisa berkunjung ke Indonesia pada 1970.

Pemerintahan Soeharto dan Orba menyambutnya dengan gegap gempita. Orba mencoba menjadi tuan rumah yang baik. Mereka mencoba menyediakan segala macam fasilitas mewah supaya Paus Paulus VI terkesan. Orba menganggap penyambutan itu tak berlebihan untuk Sri Paus pertama yang datang ke Indonesia.

Namun, gayung tak bersambut, pihak Vatikan ingin penyambutannya sederhana saja. Satu-satunya permintaan hanya pada urusan keamanan yang diperketat.

Pemerintah Indonesia pun memahaminya. Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Puas Paulus VI yang datang ke Indonesia lewat Bandara Kemayoran pada 3 Desember 1970.

Kedatangan Paus Paulus VI hanya menumpang maskapai komersial Alitalia. Acaranya penyambutannya sederhana. Mobil yang menjemputnya apalagi. Satu-satunya upaya pemerintah yang dibolehkan adalah memfasilitasi Sri Paus menyapa rakyat Indonesia lewat misa agaung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK).

Paus mengaku bangga bisa datang di negara yang notabene memiliki keberagaman tinggi. Ia bangga menganal falsafah Pancasila. Suatu perekat yang dianggapnya sebagai kunci semua agama bisa hidup berdampingan dengan damai.

“Paus Paulus memimpin misa di mana ia menyapa perwakilan agama Islam, Hindu, Buddha, dan Protestan di altar dan bertukar cenderamata dengan mereka. Kepada para pendeta Buddha yang datang memberi hormat kepadanya, Paus mengangkat tangan, telapak tangan dirapatkan untuk memberi salam dari agama mereka,” ungkap Henry Kamm dalam Surat Kabar The New York Times berjudul Moslems, Hindus and Buddhists join Pope at Mass in Jakarta, 4 Desember 1970.  

Agenda singkat misa agung pun dirangkumkan. Sri Paus tidak beristirahat di akomodasi penginapan mewah yang disediakan pemerintah Indonesia. Paus Paulus VI justru memilih tinggal di salah satu kamar di Kedutaan Besar Vatikan.

Kesederhanaan Paus Yohannes Paulus II

Euforia kedatangan Paus Paulus VI belum selesai. Sri Paus Baru, Paus Yohanes Paulus ingin mengunjungi Indonesia. Pemerintah Indonesia pun menyambutnya dengan tangan terbuka. Paus Yohanes Paulus lalu tiba di Indonesia lewat Bandara Halim Perdanakusuma pada 9 Oktober 1989.

Kesederhanaan kunjungan Paus telah terasa. Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia hanya menumpang maskapai komersial, Korean Airlines. Ia memulai tradisi kunjungan dengan mencium tanah tempat yang dikunjunginya.

Kesederhanaan itu dilanjutkan dengan panyambutannya yang sederhana di Bandara Halim Perdana Kusuma.Perjalanan Paus pun lalu dilanjutkan dengan arak-arakan sederhana menuju Istana Merdeka. Kedatangannya ke Istana Merdeka disambut dengan 21 dentuman meriam.

Sebelum nya,  Paus Yohanes Paulus telah menolak segala macam fasilitas mewah yang diberikan Presiden Soeharto dan Orba. Ia lebih memilih yang sederhana-sederhana saja.

“Tamu negara dari Vatikan ini tak menginap di Wisma Negara, yang terletak di Kompleks Istana. Paus memilih menginap di Kedutaan Besar Vatikan, sebuah bangunan dan kantor yang cuma mempunyai lima kamar, di jalan Merdeka Timur 18. Ini memang kebiasaan Paus –yang sudah mengunjungi 90 negara—tak pernah menginap di kediaman resmi yang disediakan tuan rumah,” tegas Moebanoe Moera dan kawan-kawan dalam laporan Majalah Tempo berjudul Sang Gembala Itu Telah Datang, 14 Oktober 1989.

Paus Yohanes Paulus pun menikmati kunjungan ke Indonesia. Ia menggelar Misa Agung di Stadiun Utama GBK. Kunjungan belahan Indonesia lainnya turut dilakukan, dari Yogyakarta, DIli, Maumere, hingga Medan.

Dua kunjungan Sri Paus jadi bukti bahwa kesederhaan pemipin besar umat Katolik dunia sudah mendarah daging. Mereka menjunjung tinggi kesederhaan, sama seperti mereka menjunjung tinggi perbedaan yang ada di Indonesia. Ajaibnya, keduanya sama-sama mendukung penuh ajaran falsafah Pancasila dalam menghargaan keragaman.

 

Share
News Update
Top Democratic Party Figure Calls for President Yoon to Resign

Top Democratic Party Figure Calls for President Yoon to Resign

Indonesian Embassy in Seoul Urges Indonesian Citizens to Remain C...

South Korean President Yoon Suk Yeol announced the lifting of martial law on Wednesday (12/4) morning. The decision was made after the National Assembly vote that agreed to end the implementation of martial law at 4.30 A...

Political Chaos in South Korea: What Comes Next?

As South Korea grapples with political chaos, the fallout from President Yoon Suk Yeol's martial law declaration continues to reverberate across the nation.

Military Suspends All Parliamentary Activity Amid Tensions in Sou...

The South Korean military has announced the suspension of all parliamentary activities, reportedly barring assembly members from entering the building.

Trending
LOCAL PALETTE
Arti Tatto suku Mentawai, bagaimana cara membuatnya? sakit gak sih? - Part 2