• Monday, 25 November 2024

Soeharto dan Gelar Bapak Pembangunan: Ajian Membungkus Citra Positif Orde Baru

Soeharto dan Gelar Bapak Pembangunan: Ajian Membungkus Citra Positif Orde Baru
Presiden Soeharto yang dikenal sebagai Bapak Pembangunan dan istrinya, Ibu Tien saat meresmikan Wisma Wira Yudha Putera di Halim Perdana Kusuma,Jakarta Timur | Perpustakaan Nasional

SEAToday.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapatkan penghargaan sebagai Bapak Konstruksi Indonesia pada 31 Juli 2024. Penghargaan itu diberikan oleh Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi). Mereka menganggap Jokowi telah membangun banyak infrakstuktur di Indonesia.

Pembangunan itu antara lain terkait konektivitas, layanan dasar, pangan, energi, dan industri. Jauh sebelum Jokowi mendapatkan gelar sebenarnya Soeharto lebih dulu. Presiden Indonesia ke-2 itu justru punya julukan Bapak Pembangunan. Kenapa?

Pemerintah Soekarno dan Orde Lama kerap menghadapi tantangan besar. Indonesia negara yang baru merdeka butuh pembangunan di sana-sini. Namun, urusan dana serba terbatas. Pinjaman dana dari blok timur tak banyak. Orde Lama pun membangun seperlunya.

Bung Karno lebih memfokuskan pembangunan monumental untuk menambah gengsi Indonesia di mata dunia. Bung Karno merestui hadirnya proyek mercusuar: bangunan dan monumen. Proyek itu memang mampu menarik kebanggaan dan nasionalisme.

Minusnya proyek mercusuar tak pertalian ke peningkatan hajat hidup rakyat Indonesia. Nasib pembangunan Indonesia pun kacau balau pada saat masuk era 1960-an. Kondisi perpolitikan Indonesia mulai tak stabil.

Belum lagi Indonesia yang terlalu berfokus pada urusan makro – politik luar negeri. Urusan-urusan mikro macam pembangunan dalam negeri jadi abai. Kondisi itu jadi celah Soeharto mendapatkan simpati rakyat hingga ia jadi Presiden Indonesia.

Ia mulai menunjukkan kapasitasnya sebagai pemimpin Orde Baru (Orba). Ia tak mau berfokus pada urusan politik luar negeri. Ia memilih fokus membangun dalam negeri.

“Soeharto tidak ingin jadi polisi dunia, memerangi imperialisme di manapun juga dengan mengorbankan segala-galanya. Demikian pula Soeharto tidak ingin menjadi macan kertas ala Soekarno. Dia meletakkan cita-cita lain dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Cita-citanya adalah pembangunan. Pembangunan memerlukan modal dan kesungguhan kerja. Semua orang tahu, kecuali koruptor-koruptor militer-sipil, rakyat Indonesia hidup dalam kekeurangan. Program nya lebih besar dari program Soekarno,” ungkap Soe Hok Gie dalam buku Zaman Peralihan (2005).

Soeharto Membangun

Politik Orde Lama dan Orba memiliki corak yang berbeda. Bung Karno membawa Indonesia mendekat ke blok timur, sedang Soeharto membawa Indonesia ke blok barat. Soeharto cenderung menganggap menjadikan blok barat sebagai teman, membawa keuntungan besar.

Misalnya, keran pinjaman luar negeri dan investasi jadi terbuka lebar. Sesuatu yang dianggap takkan mampu diberikan blok timur macam Uni Soviet. Ekonomi Indonesia mampu berkembang pesat. Hasilnya, Soeharto mulai menggiatkan ragam pembangunan untuk hajat hidup rakyat.

“Pada prinsipnya, kita melaksanakan pembangunan ini dengan kekuatan sendiri. akan tetapi, kita menyadari pula kemampuan kita itu serba terbatas. Maka untuk mempercepat pembangunan itu, kita memanfaatkan prinsip kerja sama dengan bangsa-bangsa lain secara saling menguntungkan. Tetapi bantuan dari luar itu tetap kita tempatkan sebagai pelengkap,” ujar Soeharto ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan K.H. dalam buku Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saja (1989).

Buahnya, Soeharto meminta jajarannya untuk membuat rencana pembangunan nasional jangka panjang. Ia langsung menugaskan Bappenas. Hasilnya, muncul Rencana Pembangunan Lima Tahun (Rapelita). Program itu menerapkan pembangunan terpusat untuk ekonomi makro yang ada di Indonesia.

Soeharto melibatkan ahli-ahil dari perguruan tinggi Indonesia dan elemen militer. Pelibatan itu supaya Rapelita tepat sasaran dan benar-benar berguna bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Masing-masing rapelita memiliki fokus pembangunannya sendiri.

Ambil contoh Rapelita I (1969-1974). Fokus Rapelita itu adalah peningkatan sandang, pangan, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Rapelita II (1974-1979) pun berbeda. Fokus Rapelita itu berhasil membangun instumen pendidikan di Indonesia.

“Tepuk Tangan Satu dasawarsa pelaksanaan pembangunan sudah dilampaui, tapi disadari tujuan yang ingin dicapai masih jauh. Salah satu hambatan, menurut Presiden yang juga berulangkali dikatakan adalah sikap hidup yang tidak sesuai dengan tantangan dan tuntutan pembangunan, seperti gaya hidup yang berlebihlebihan dan konsumtif serta keinginan mengejar untung tanpa memperhatikan kepentingan orang banyak,” tertulis dalam laporan majalah Tempo berjudul Ke Arah Delapan Jalur, 13 Januari 1979.

Rapelita-rapelita selanjutnya Orba tancap gas. Beberapa di antara membawa peningkatan ekonomi. Namun, ada pula yang tak sampai target. Gelora pembangunan itu membuat Soeharto dan Orba kian dibanggakan.

Gelar Bapak Pembangunan

Soeharto dan Orba membuktikan kapasitasnya. Pertumbuhan ekonomi meningkat. Pembangunan di mana-mana. Gelora rasa terima kasih rakyat Indonesia pun kepada Soeharto memuncak. Banyak orang lalu meneriakan nama Soeharto sebagai Bapak Pembangunan.

Konon, gelar itu disematkan di depan nama Soeharto atas permintaan rakyat sendiri. Keinginan itu dilegitimasi oleh Menteri Penerangan Ali Murthopo pada era 1981. Ia merasakan momentum Soeharto ketemu rakyat di Jawa Timur yang selalu ramai dan antusias.

Spanduk-spanduk puja-puji terhadap Soeharto bertebaran. Banyak pula isi spanduk lengkap dengan tulisan Bapak Pembangunan. Bahkan, ada warga yang secara spesipik meminta pemerintah memberikan gelar Bapak Pembangunan secara resmi kepada The Smiling General.

“Masyarakat di kota-kota yang dikunjungi Ali Murtopo seperti Gresik, Madura, dan Sidoharjo bahkan dikabarkan menitipkan aspirasi mereka untuk disampaikan kepada MPR agar gelar Bapak Pembangunan disematkan kepada Soeharto,” tegas Dhianita Kusuma Pertiwi dalam buku Mengenal Orde Baru (2021).

Nama Soeharto sebagai Bapak Pembangunan sudah terlanjut populer. Apalagi, secara tak terduga muncul pula lencana berbentuk bulat dengan latar belakang merah-putih bergambar Soeharto beserta gelarnya bapak pembangunan.

Gayung pun bersambut. MPR seraya mengabulkan tuntutan rakyat. MPR pun mengesahkan TAP MPR No. V/MPR/1983. Isinya mengukuhkan gelar Bapak Pembangunan terhadap Soeharto. Orde Baru pun tak mau kalah. Mereka pun mulai menggunakan instrumen pemerintah untuk menyiarkan kabar Soeharto Bapak Pembangunan ke seantero negeri.

Televisi, radio, koran, dan majalah tiada yang terlewatkan. Penguatan itu dirasa penting untuk meningkatkan kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Belakangan langkah itu juga seraya melegitimasi bahwa tiada kepentingan yang lebih besar, dibanding pembangunan negara. Rakyat harus mengalah.

“Pemanfaatan media elektronik digarap dengan teliti. Semuanya berpuncak pada gelar Bapak Pembangunan. Pada gilirannya gelar Bapak Pembangunan yang diberikan dan kontak antara Bapak Pembangunan dengan anak-anak pembangunan di desa harus bisa dipahami sebagai akibat pembangunan yang dikerjakan Orde Baru,” pungkas Daniel Dhakidae dalam buku Cendekiawan dan kekuasaan dalam negara Orde Baru (2003).

Kadang kala gelar Bapak Pembangunan disanksikan banyak orang. Gelar itu jadi jalan pemerintah kerap represif mengganggu rakyat kecil demi kepentingan investasi. penyerobotan lahan hingga ganti rugi murah jadi bagiannya.

Sisi lainnya kontroversi itu tak menghapus fakta bahwa pembangunan era Soeharto di mana-mana. Jasa Soeharto kepada pembangunan Indonesia takkan dilupakan.  

 

Share
News Update
Shin Tae-yong Launches STY Academy to Boost Indonesian Youth Football Development

Shin Tae-yong Launches STY Academy to Boost Indonesian Youth Football Development

Minister of Religious Affairs Arrives in Saudi Arabia to Discuss...

Minister Nasaruddin's meeting with Minister of Hajj and Umrah Tawfiq F Al Rabiah will take place on Sunday (11/24) night in Makkah. Also scheduled to join the meeting are Head of BPH Mochammad Irfan Yusuf, Director Gener...

President Prabowo Secures IDR 294 Trillion in Foreign Investments...

From his visit over the past two weeks, President Prabowo received investment commitments worth a total of US$18.57 billion or around Rp294.80 trillion (assuming an exchange rate of Rp15,880.00 per US dollar).

Pertamina Eco RunFest 2024: A Grand Success with 12,300 Runners J...

This event is presented in order to welcome Pertamina's 67th Anniversary which falls on December 10, 2024. The participants took part in four categories, namely 1.5K (Family Run), 5K (Fun Run), 10K (Student, General and...

UN Condemns Security Council’s Failure to Pass Crucial Ceasefire...

The United Nations (UN) expressed disappointment over the Security Council's failure to pass a resolution for a ceasefire in Gaza after the United States blocked the draft, UN spokesman Stephane Dujarric stated on Wednes...

Trending
LOCAL PALETTE
BEGINI CARANYA PERGI KE SUKU PEDALAMAN MENTAWAI - PART 1