Ide Nyeleneh Gus Dur: Buka Persahabatan dengan Israel dan Pancing Reaksi Keras Umat Islam
SEAToday.com, Jakarta - Perjumpaan lima orang kader Nahdlatul Ulama (NU) dengan Presiden israel, Isaac Herzog digelar pada 3 Juli 2024. Pertemuan itu menghebohkan seantero Indonesia. Kelima orang itu dianggap tak peka pada perjuangan rakyat Palestina yang jajah Israel.
Rakyat Indonesia seharusnya tetap menjaga cita-cita tokoh bangsa untuk berjuang bersama Palestina. Namun, kehebohan itu belum ada apa-apa dibanding kunjungan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ke Israel. Gus Dur justru melempar ide nyeleneh untuk normalisasi hubungan Indonesia-Israel. Begini ceritanya.
Penjajahan adalah masa terkelam dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Dulu kala pejuang kemerdekaan Indonesia telah merasakan pahitnya hidup sebagai bangsa terjajah. kaum bumiputra sering mendapatkan perlakuan rasis dan hak hidupnya diserobot.
Mereka pun bangkit dan melawan penjajahan Belanda, kemudian Jepang. Kemerdekaan jadi satu-satunya hal yang paling dikejar dan berhasil. Suatu arti yang membuat Indonesia ikut berjuang melawan penjajahan di atas dunia.
Janji itu tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Titah UUD 1945 itu dijalankan benar oleh Bung Karno. Ia membawa Indonesia menolak seluruh penjajahan di muka bumi. Cita-cita itu dituntaskan dengan keberpihakan kepada bangsa Palestina yang sednag melawan penjajahan modern ala Israel.
Bung Besar mengutuk keras nafsu penjajah Israel. Sikap keras itu dilanjutkan oleh Presiden Soeharto. The Smiling General tak mau mengakui Israel sebagai sebuah negara. Haram hukumnya tak berpihak kepada Palestina. Kondisi itu membuat pintu kerja sama atau normalisasi hubungan dengan Israel tertutup rapat.
“Memang dukungan Indonesia pada Palestina telah lama diberikan. Presiden Soeharto malah memberikan fasilitas kedutaan bagi perwakilan Palestina di Jakarta. Soeharto juga memberikan dukungan pada perjuangan Palestina, ketika diadakan KTT Non-Blok di Jakarta, September 1992,” ungkap M. Hamdan Basyar dalam buku Potret Politik Luar Negeri Indonesia Di Era Reformasi (2020).
Gus Dur dan Israel
Soekarno dan Soeharto memang terkenal membawa Indonesia membela kepentingan Palestina. Namun, tidak dengan Gus Dur. Ia bahkan pernah menerima undangan dari Kantor Kepresidenan Israel. Gus Dur sampai diminta datang ke Israel.
Kunjungan Ketua Pengurus Besar Nahdllatul Ulama (PBNU) itu berjumpa dengan Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin baru berlangsung pada 1994. Gus Dur diajak pemerintah Israel untuk menyaksikan langsung perjanjian perdamaian (normalisasi) hubungan antara Israel-Yordania.
Kunjungan itu membekas bagi Gus Dur. Ia menyadari benar bahwa konflik Israel-Palestina tak kunjung usai dan membawa korban banyak dari rakyat Palestina. Mereka kehilangan rumah, keluarga, hingga Tanah Airnya. Mereka terpaksa hidup dipengungsian karena pendudukan Israel.
Gus Dur pun punya ide yang dianggap nyeleneh oleh banyak orang. Ia merekomendasikan kepada pemerintah Orde Baru (Orba)untuk segera menormalisasi hubungan dengan Israel. Upaya melanjutkan permusuhan terhadap Israel dianggapnya tak mengubah apa-apa, utamanya bagi rakyat Palestina.
“Setelah berkunjung ke Yerusalem dan berkeliling Israel, dengan ditemani oleh Djohan Effendi, ia pulang ke tanah air dan merekomendasikan kepada pemerintah agar menyelidiki kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel,” ungkap Greg Barton dalam buku Biografi Gus Dur (2002).
Gus Dur menyandarkan pandangannya pada perdamaian Israel-Palestina takkan tercipta jika Indonesia tak membuka hubungan lebih dulu. Artinya, kontak itu membuat Indonesia lebih leluasa lewat politik luar negeri menawarkan solusi damai kepada Israel-Palestina.
Tiada hubungan diplomatik, tiada pula perdamaian, begitu pikir Gus Dur. Ide kontroversi Gus Dur pun ditolak mentah-mentah Orba. Kunjungan Gus Dur ke Israel saja sudah memicu kontroversi. Kondisi itu ditambah pula oleh keinginan ‘nyeleneh’ Gus Dur normalisasi hubungan Indonesia-Israel.
Deru kecaman muncul dari mana-mana. Kecaman pun datang dari dalam NU sendiri. Tokoh-tokoh NU seperti Idham Chalid dan Yusuf Hasyim jadi yang paling lantang. Mereka menganggap Gus Dur ceroboh.
Kecaman dari rakyat Indonesia tak kalah hebat. Mereka menganggap Gus Dur tak peka terhadap kondisi Palestina. Kelompok yang mendukung Gus Dur mengungkap sebaliknya. Gus Dur dipuja bernyali tinggi dan berani.
Tak Kunjung Terealisasi
Keinginan Gus Dur kian menjadi-jadi kala menduduki kursi Presiden Indonesia era 1999-2001. Ia tak melupakan idenya beberapa tahun yang lalu. Ia bersikukuh hubungan dengan Indonesia-Israel harus dinormalisasi.
Alasan Gus Dur kali ini tak hanya bersandarkan kepada keinginannya untuk mendamaikan Israel-Palestina saja. Ia juga melihat potensi bahwa normalisasi hubungan dianggap sebagai siasat supaya Indonesia keluar dari krisis moneter.
“Ada dua alasan: pertama, menggairahkan hubungan dengan lobi Yahudi. Indonesia paling tidak bisa minta tokoh Yahudi, George Soros, tak mengacaukan pasar uang/modal untuk menghindari krisis moneter. Kedua, meningkatkan posisi tawar Indonesia menghadapi Timur Tengah' yang tak pernah membantu Indonesia mengatasi krisis moneter,” ungkap Budiarto Shambazy dalam buku Damai Bersama Gus Dur (2010).
Keinginan Gus Dur tak bersambut baik. Rakyat Indonesia –khususnya umat Islam menentang kerap rencana Gus Dur. Presiden Indonesia ke-4 itu dianggap mencoba bermain api dengan umat Islam. Kebencian terhadap Gus Dur muncul di mana-mana.
Keberpihakan Indonesia kepada Palestina tak bisa diganggu gugat, apalagi oleh seorang Gus Dur. Ia justru dianggap kurang kreatif karena 'mendewakan' hal-hal yang berhubungan dengan Israel sebagai solusi. Urgensi normalisasi hubungan pun tak ada.
Padahal, banyak upaya yang dapat dilakukan. Gus Dur pun coba dibandingkan oleh pemimpin Indonesia yang lainnya seperti sikap Soekarno dan Soeharto. Sikap pemimpin Indonesia yang tak pernah berubah mendukung Israel.
“Menteri Luar Negeri, Alwi Shihab juga mendukung pikiran Gus Dur itu dengan alasan, bahwa dengan membuka hubungan diplomatik itu arah gerakan politik Israel menjadi lebih mudah diketahui. Sedang Gus Dur sendiri, seperti biasanya, hanya menjawab bahwa dia sebenarnya hanya sekedar mau tahu pendapat rakyat Indonesia,” tegas Sri Bintang Pamungkas dalam buku Ganti Rezim Ganti Sistim (2014).
Keinginan normalisasi hubungan Israel-Indonesia kemudian bersanding dengan kotroversial lainnya. Gus Dur ingin membubarkan DPR. Ia ingin pula mencabut Tap MPRS No XXV/1966 soal pembubaran PKI dan pelarangan penyebaran ajaran marxisme, komunisme, dan leninisme.
Kontroversi itu jadi jalan Gus Dur lengser dari pucuk pemerintahan. Soal-soal terkait normalisasi hubungan dengan Israel tak pernah kembali hadir di antara penerus-penerusnya di pemerintahan.
Recommended Article
News Update
Transjakarta Launches Open-Top Double-Decker Bus Tour, Let's Expl...
Transjakarta has unveiled its latest innovative offering, the Open Top Tour of Jakarta. This open-top double-decker bus service aligns with the city’s vision of becoming a global destination by enhancing its appeal as a...
91 Indonesians Successfully Evacuated from Syria, Safely Arrived...
The Ministry of Foreign Affairs has successfully evacuated 91 Indonesian citizens from Syria on December 20 and 21, 2024. The evacuation was divided into three flights.
Criminal Investigation Agency Question Cooperatives Minister Budi...
Budi Arie Setiadi, current Minister of Cooperatives, questioned by Kortastipidkor regarding undisclosed matters. Investigation linked to past scandals.
Light Rain Expected Across Most of Jakarta
The BMKG forecasts light rain for most areas of Jakarta and the Thousand Islands on Thursday, (12/19/2024).
Popular Post
SOEs Ministry Tries Out Four Days in Workweek System
The State-Owned Enterprises (SOEs) Ministry is testing the implementation of a four-day workweek. This was shared on Instagram @lifeatkbumn on Saturday (6/8).
TransJakarta Extends Operational Hours of Soekarno-Hatta Airport...
TransJakarta extended its service time until midnight for the corridor with destination to the Soekarno-Hatta International Airport, starting Wednesday (6/19).