Revolusi Kesehatan Kuba: Cara Negeri Curutu Jadi Pengekspor Dokter Terbesar di Dunia
SEAToday.com, Jakarta - Rencana Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin mengimpor dokter jadi polemik. Kecaman muncul di mana-mana. Menkes Budi diminta membangun ekosistem supaya sekolah dokter terjangkau dan murah. Upaya itu lebih bermanfaat dibanding mendatangkan dokter asing.
Belum lagi nantinya muncul ketimpangan pendapatan antara dokter asing dan lokal. Namun, jika Indonesia serius membangun sistem kesehatan, paling tidak Indonesia bisa belajar dari Kuba. Negeri Curutu itu terkenal surplus dokter. Kuba pun jadi pengekspor dokter terbesar di dunia. Begini ceritanya.
Tiada yang ingin didikte negara asing. Rakyat Kuba pun begitu. Mereka tak ingin didikte oleh Amerika Serikat (AS). Keinginan itu membuat Presiden Kuba, Fulgencio Batista mendapatkan tentangan dari berbagai penjuru Kuba.
Hajat hidup rakyat terabaikan dan korupsi merajalela. Kesenjangan antara mereka yang miskin-kaya kian terbuka lebar. Belum lagi hadirnya AS yang kerap mengontrol perpolitikan Kuba. Pemimpin Boneka AS itu terkenal represif. Ia tak ingin membuka ruang untuk kritik.
Mereka yang menentang, niscaya akan dihancurkan. Kondisi itu memaksa rakyat Kuba bergerak dan melawan. Gebrakan itu dianggap sebagai opsi satu-satunya supaya rakyat Kuba merdeka seutuhnya. Fidel Castro dan Che Guevara yang kiri pun ambil bagian dalam Revolusi Kuba.
“Castro dan Che Guevara: sepasang penggerak revolusi yang menang, penegak Kuba yang soşialis sepasang tokoh yang dikagumi seluruh gerakan kiri di dunia. Ketika kemenangan tercapai, Castro pun jadi presiden, dan Che menghilang,” ungkap sastrawan Goenawan Mohamad dalam kolomnya Catatan Pinggir di majalah Tempo berjudul Guevara, 16 Oktober 2021.
Mereka yang dilabeli pasukan pemberontak terus menusuk kekuasaan Batista sedari 1953. Revolusi Kuba pun berhasil pada 1959. Kondisi itu membuat Fidel Castro bertindak menjadi pemimpin Kuba. Kepemimpinannya pun dikagumi banyak pihak.
Revolusi Kesehatan
Revolusi dan Fidel Castro kerap diartikan sebagai harapan baru oleh seisi Kuba sejak 1959. Castro tak gegabah mengejar proyek mercusuar lebih dulu. Ia lebih memilih memantapkan gebrakan supaya rakyat Kuba bisa mengakses pendidikan dan kesehatan dengan terjangkau –bahkan gratis.
Urusan dana membangun pendidikan dan ekosistem kesehatan terbaik tak jadi soal. Castro memanfaatkan dukungan finansial melimpah dari sekutunya, Uni Soviet. Pemerintah Kuba pun berinvestasi besar dalam pendidikan dan kesehatan.
“Perawatan kesehatan universal telah lama memberikan hak membanggakan bagi rezim Kuba, meskipun ada kekhawatiran yang berkembang tentang masa depan. Selama beberapa dekade Kuba memperoleh dukungan finansial dan militer dari Uni Soviet. Castro mencurahkan sumber daya untuk pendidikan kedokteran, mendirikan sekolah kedokteran terbesar di Amerika Latin, dan meluluskan ribuan dokter untuk praktik di seluruh dunia,” ungkap Anthony DePalma dalam tulisannya di surat kabar The New York Times berjudul Sicko, Castro and the 120 Years Club, 27 Mei 2007.
Castro banyak mendirikan pusat pendidikan kedokteran, dari sekolah hingga universitas. Kurikulum sekolah kedokteran pun disiapkan pada 1960-an. Mimpi Castro besar. Ia ingin Kuba jadi pusat kesehatan dunia. Mimpi itu terdengar muluk-muluk. Namun, mimpi Castro dibuktikan sendiri oleh waktu.
Kuba jadi negara dengan populasi dokter terbesar di dunia. Tiap tahunnya tenaga medis terdidik yang lulus bejibun. Jumlah dokter yang dihasilkan Kuba bahkan dapat mencapai tiga kali lipat dari AS. Kondisi itu membawa keuntungan yang besar.
Kuba dikenal sebagai negara dengan sistem kesehatan terbaik di dunia. Pandangan itu bukan cuma pepesan kosong belaka. Standar kesehatan Kubu diyakini melebihi standar kesehatan yang ada di Amerika Serikat. Mereka mampu menekan intervensi dini penyakit.
Mereka menciptakan banyak vaksin yang berguna bagi langkah pencegahan penyakit. Mereka yang sakit pun dapat datang ke tiap klinik tak membawa uang sepeserpun – alias gratis. Hasilnya memukau. Kuba mampu melakukan upaya pencegahan penyakit seraya membenarkan narasi: Lebih baik mencegah di banding mengobati.
Boleh jadi sistem kesehatan di Kuba tak secanggih AS, tapi urusan harapan hidup yang tinggi dan berumur panjang dapat direbut Kuba. Prestasi itu kian menegaskan Revolusi Kuba dikenal juga sebagai revolusi kesehatan.
Pengekspor Dokter Terbesar
Keunggulan sistem kesehatan mempuni dan surplus dokter jadi kekuatan baru Kuba. Pemerintah Kuba kemudian mencetuskan program Medical Internationalism (MI) pada 1960. Mereka mulai mengirim dokter biasa hingga spesialis ke seantero dunia.
Kuba pernah mengirim dokter ke Aljazair pada 1963. Kehadiran dokter Kuba lalu mengganti peran dari dokter-dokter penjajah Prancis. Siasat pengiriman dokter pun nyatanya ampuh jadi alat soft power diplomacy ala Kuba. Tiap ada bencana alam besar di dunia, dokter Kuba jadi yang paling cekatan turun.
Hubungan Kuba dengan negara-negara yang dibantu pun meningkat. Kuba juga membukakan pintu kerja sama untuk negara-negara yang baru merdeka. Kuba tak saja memberikan bantuan dokter, tapi juga bantuan beasiswa kepada warga setempat yang berminat jadi dokter.
“Dalam 50 tahun sejak Revolusi Kuba, negara itu telah mengirimkan lebih dari 185 ribu profesional kesehatan dalam misi medis ke hampir 103 negara. Sekitar 31 ribu orang, kebanyakan dari mereka adalah dokter yang dikirim ke Venezuela. Kehadiran dokter itu membuat Kuba kecipratan untung karena Venezuela membalas jasa dengan memberikan uang banyak dan subsidi minyak,” tegas Mirta Ojito dalam tulisannya di laman The New York Times berjudul Doctors in Cuba Start Over in the U.S., 3 Agustus 2009.
Kehebatan Kuba dengan diplomasi medisnya memunculkan pujian dari dunia internasional. Presiden AS era 2009-2017 Barack Obama saja sampai memuji kehebatan kuba karena berhasil surplus dokter. Kuba dapat mengirimkan dokternya ke berbagai negara di dunia.
Prestasi Kuba mengirimkan dokter untuk misi kesehatan kian terasa pada saat pandemi Covid-19 mengacam dunia sedari 2020. Pemerintah Kuba lalu menginstruksikan dokter-dokternya untuk terbang ke berbagai negara. Mereka sangat membantu dalam memulihkan sistem kesehatan yang kolaps.
Imej Kuba sebagai negara surplus dokter jadi tak terbantahkan. Demikian pula dengan anggapan bahwa Kuba adalah negara pengekspor dokter terbesar di dunia. Semangat Kuba membangun sistem kesehatan terbaik di dunia pun seraya menyiratkan semangat dari rekan revolusioner Castro yang juga seorang dokter, Che Guevara: Hasta la victoria siempre!
Recommended Article
News Update
US President-Elect Donald Trump Appoints Elon Musk to Lead Govern...
US president-elect Donald Trump has appointed SpaceX founder Elon Musk (@elonmusk) to lead the Government Efficiency Department.
President Prabowo Meets President Joe Biden to Mark 75th Annivers...
Indonesian President Prabowo Subianto held a bilateral meeting with US President Joe Biden at the White House in Washington DC on Tuesday (11/12).
Prabowo Meets Biden at The White House to Discuss Indonesia-US Di...
During the meeting, President Prabowo was warmly received by President Biden, and the two leaders discussed the strong diplomatic ties between Indonesia and the U.S.
Multiple Accidents on Cipularang Toll Road KM 92 Damaging Numerou...
The collision occurred as the KM 92 area was hit by heavy rain and lightning, which likely contributed to poor visibility and slippery road conditions.
Trending
- # Daily Update
- # Regional
- # Nasional
- # Internasional
Popular Post
SOEs Ministry Tries Out Four Days in Workweek System
The State-Owned Enterprises (SOEs) Ministry is testing the implementation of a four-day workweek. This was shared on Instagram @lifeatkbumn on Saturday (6/8).
TransJakarta Extends Operational Hours of Soekarno-Hatta Airport...
TransJakarta extended its service time until midnight for the corridor with destination to the Soekarno-Hatta International Airport, starting Wednesday (6/19).