SEAToday.com, Jakarta-Kota Jakarta dikenal sebagai kota spesial di Indonesia. Kota itu dianggap unggul dari segala macam bidang. Segi pembangunan, transportasi, dan historis. Jakarta lalu memiliki banyak julukan. Jakarta pernah dijuluki The Big Village. Jakarta pernah juga dijuluki Kota Metropolitan.
Julukan itu menandakan Jakarta memiliki ciri khas penting. Namun, Jakarta sebenarnya memiliki banyak julukan di era penjajahan Belanda. Orang-orang Eropa sudah memberikan Jakarta julukan sejak masih bernama Batavia. Kota itu dijuluki sebagai Ratu dari Timur. Begini ceritanya.
Upaya kongsi dagang Belanda, VOC memonopoli perdagangan rempah di Nusantara tak mudah. Mereka harus harus bersaing dengan kekuatan Eropa lainnya, seperti Inggris dan Portugis. Kompeni pun masih kepalang tanggung untuk melakukan upaya penaklukan di beberapa wilayah, bak pendatang baru.
Jan Pieterszoon Coen lalu datang dan mengubah segalanya. Gubernur Jenderal VOC (1619-1623 dan1627-1629) itu mulai memikirkan cara supaya Kompeni bisa eksis. Ia menyarankan tuan-tuan pemodal VOC di belanda, Heeren Zeventien untuk mendirikan pemukiman Belanda di Nusantara.
Ide itu disetujui. Coen mengarahkan keinginannya membuat negeri koloni di Banten dan tak jadi. Coen lalu memilih Jayakarta. Coen berpandagan Jayakarta dapat jadi pusat kekuasaan Kompeni untuk menjaga kepentingan perdagangan rempah.
“Dia mengembangkan program politiknya sebagai berikut: memastikan kepemilikan total atas beberapa wilayah, misalnya, pulau Bacan di Malaku, Ambon, dan Banda, dan pelabuhan berbenteng di Banten dan Jayakarta. Bawa kelompok-kelompok orang Belanda ke tempat-tempat itu dan berikan mereka hak atas tanah dan izin untuk berdagang di pelabuhan-pelabuhan Asia,” ungkap Bernard H.M. Vlekke dalam buku Nusantara (2008).
Coen dan VOC masuk dengan cara bersahabat dengan penguasa setempat yang jadi vasal Kesultanan Banten. Perjanjian kerja sama dilakukan di Jayakarta. Kompeni lalu diizinkan membuat gudang yang kemudian diubah jadi benteng pertahanan.
Kompeni pun mulai menyerang Jayakarta dan sekutunya. Penyerangan itu sempat membuat Kompeni kelabakan. Coen sampai harus kabur mencari bantuan ke Maluku. Upaya itu membawa keberhasilan. Coen datang membawa bantuan yang diperlukan.
Kondisi itu membuat Coen dan 1.000 pasukannya menguasai Jayakarta pada Mei 1619. Coen lalu ingin mengubah Jayarkarta jadi New Hoorn, sesuai nama kampung halaman Coen di Belanda. Usulan itu tak diterima Heeren Zeventien.
Mereka justru menghendaki nama Batavia. Sebuah nama dari nenek moyang orang belanda, suku Batavier.
Bangun Batavia
Coen pun mulai membangun Kota Batavia - sekarang kawasan Kota Tua (Oud Batavia). Ia ingin membangun suasana kota seperti yang ada di Belanda dari atas puing-puing Jayakarta. Ia mulai mematangkan rencana untuk membangun pusat kuasa.
Ia menginginkan suatu kompleks tempat tinggal yang nyaman. Ia membuat Kastil Batavia (Kasteel Batavia) dan Balai Kota (Stadhuis).
“Di atas reruntuhan Jacatra, ia membangun sebuah benteng bertembok yang disebut Kastil Batavia, menggantolam kabupaten dan masjid sebaga pusat otoritas dan pemerintahan yang baru. Di dalam kota yang baru tumbuh suatu masyarakat yang terisolasi dari masyarakat Indonesia lainnya,” tegas Jean Gelman Taylor dalam Buku Kehidupan Sosial di Batavia (2009).
Mereka melengkapi pembangunan dengan memilih model perkotaan di Belanda. Rancangan itu terlihat dari gedung-gedung dan tata kota yang menyerupai penampilan kota-kota di Belanda. Keinginan itu supaya orang Belanda dapat betah hidup berlama-lama di Batavia.
Dinding-dinding menyerupai benteng disiapkan untuk melindungi kota dari serangan musuh, kerajaan lokal dan binatang buas. Kanal-kanal yang mengendalikan aliran sungai ciliwung dibangun. Rumah-rumah mewah yang dipinggir kanal disiapkan.
Kompeni lalu tak lupa membangun gereja serta rumah sakit. Mereka tak pernah dipusingkan dengan tenaga dan uang membangun kota. Mereka tinggal mendatangkan orang China dan semua masalah jadi beres.
Kompeni memajaki orang China untuk modal membangun kota. Kompeni tak lupa pula menggunakan jasa orang China jadi tukang membangun Batavia.
“Di sana pun ‘raja-raja’ asing membangun kota benteng di tempat-tempat yang strategis pada persimpangan jalan perdagangan dan mengimpor penduduk kota imigran –orang China—untuk membangun kota di balik Kastil Batavia,” ucap Sejarawan Leonard Blusse dalam buku Persekutuan Aneh: pemukim Cina, Wanita Peranakan, dan Belanda di Batavia VOC (1988).
Pembangunan Batavia sebagai pusat perdagangan dianggap berhasil. Batavia mampu memberikan penghidupan layak kepada orang Belanda. Kompeni pun berhasil mendukung dan memasok negeri Belanda dengan keuntungan perdagangan rempah yang melimpah.
Ratu dari Timur
Eksistensi Batavia sebagai pusat kekuasaan Kompeni populer di seantero dunia. Satu demi satu orang Eropa mencoba datang berkunjung dan menetap di Batavia. Mereka rata-rata mendapatkan yang menyenangkan di masa awal Batavia.
Jalan-jalanan lebar yang ada di Batavia mengundang pujian. Kanal-kanal yang ada begitu tertata dan ditanami pohon-pohon rindang pun begitu. Banyak di antara pelancong merasa senang menikmati waktu saat berada di kanal.
Momentum itu dirasa penuh romantika karena Batavia begitu tertata, rapi, dan bersih. Suasana menyenangkan di Batavia kemudian banyak dituangkan orang Belanda, pejabat, seniman abad ke-17 dalam bentuk nyanyian atau puisi.
“Pada 1724, Menteri Agama Belanda sekaligus penulis, Francois Valentijn, menulis bahwa di antara kota-kota di Timur tidak ada yang bisa menandingi Batavia dengan keindahan dan kebersihan bangunannya, keelokan kanal-kanalnya yang teduh, ornament dari jalanannya yang lurus, serta jangkauan perdagangannya yang sangat luas,” ungkap Sejarawan Bondan Kanumoyoso dalam buku Ommelanden (2023).
Penyair Kompeni, Jan Harmenz de Marre (1696-1763) pernah memuji Batavia. Ia mengungkap kota Batavia tak ada tandingannya di Belanda. Kata-kata itu tertuang dalam bait puisi berjudul Batavia. Jan menulis: terbangun dengan sangat indah/ tak ada kota tandingan mu di Belanda/ Kanal Harimau, di mana Batavia disanggah/ melemparkan ke angkasa sebarisan istana langit.
Puisi yang diungkap Jan terdengar berlebihan, tapi begitu adanya. Malam hari di Batavia selalu semarak. Banyak kaum muda naik perahu dikanal dan menyanyikan lagu-lagu. Keindahan itu membuat Batavia perlahan-lahan mulai dijuluki sebagai Ratu dari Timur. Kadang juga Venezia dari Timur. Julukan itu bertahan untuk sementara waktu sebelum lingkungan hidup Batavia rusak.
Recommended Article
News Update
Transjakarta Launches Open-Top Double-Decker Bus Tour, Let's Expl...
Transjakarta has unveiled its latest innovative offering, the Open Top Tour of Jakarta. This open-top double-decker bus service aligns with the city’s vision of becoming a global destination by enhancing its appeal as a...
91 Indonesians Successfully Evacuated from Syria, Safely Arrived...
The Ministry of Foreign Affairs has successfully evacuated 91 Indonesian citizens from Syria on December 20 and 21, 2024. The evacuation was divided into three flights.
Criminal Investigation Agency Question Cooperatives Minister Budi...
Budi Arie Setiadi, current Minister of Cooperatives, questioned by Kortastipidkor regarding undisclosed matters. Investigation linked to past scandals.
Light Rain Expected Across Most of Jakarta
The BMKG forecasts light rain for most areas of Jakarta and the Thousand Islands on Thursday, (12/19/2024).
Popular Post
SOEs Ministry Tries Out Four Days in Workweek System
The State-Owned Enterprises (SOEs) Ministry is testing the implementation of a four-day workweek. This was shared on Instagram @lifeatkbumn on Saturday (6/8).
TransJakarta Extends Operational Hours of Soekarno-Hatta Airport...
TransJakarta extended its service time until midnight for the corridor with destination to the Soekarno-Hatta International Airport, starting Wednesday (6/19).