Sejarah Joget ‘Gemoy’ Donald Trump: Ajian Viral yang Bawa Luka Korban Pandemi Covid-19
SEAToday.com, Jakarta - Aksi juara dunia kelas berat UFC, Jon Jones memukau mata dunia dalam gelaran UFC 309 pada 17 November 2024. Ia tak saja mampu mempertahankan gelar juaranya, tapi Jon Jones juga melakukan selebrasi dengan melakukan joget ‘gemoy’ ala Donald Trump tepat dihadapan orang nomor satu Amerika Serikat (AS) itu.
Aksi joget Jon Jones jadi buah bibir di mana-mana. Tak sedikit pula orang-orang yang mengikuti gerak joget Trump. Dulu kala, joget Trump pernah dipandang negatif dalam gelaran Pilpres 2020. Kala itu joget Trump seraya menari di atas penderitaan rakyat AS dihajar Covid-19. Begini ceritanya.
Pandemi Covid-19 sempat jadi momok menakutkan di seantero dunia. Kehadiran virus berbahaya yang menyerang pernapasan jadi pangkal masalah. Virus yang dikenal dengan nama virus korona menyebar dengan cepat di seantero Wuhan, lalu seluruh China, kemudian dunia.
Penularannya Covid-19 begitu cepat. Korbannya bertumbangan. Mereka yang terkena Covid-19 kemudian berjuang melawan antara hidup dan mati. Dampak lainnya yang paling diingat adalah kehancuran ekonomi negara-negara dunia.
Perusahaan besar merugi. Ada pula yang gulung tikar. Ada yang hanya mencoba bertahan saja. Pengangguran pun muncul di mana-mana. Kondisi itu terjadi pula di Negeri Paman Sam. Presiden Trump yang tak percaya pandemi Covid-19 kian memperburuk suasana.
Pemerintah AS bak menutup mata. Hinaan Covid-19 sebagai kung flu. Mereka agak lain. Empunya kuasa tak mau membataskan pesta rakyat Pilpres 2020 di tengah mengganasnya pandemi Covid-19. Kontestasi politik itu tetap berjalan. Sekalipun angka korban jiwa gara-gara virus dari Wuhan terus meninggi.
“Pada tahun 2020, Covid-19 mengubah kehidupan rakyat AS, menewaskan 385.000 orang dalam setahun dan menyebabkan ekonomi Amerika mengalami resesi. Penanganan Trump yang kacau dan meremehkan krisis kesehatan masyarakat yang telah membuat kehidupan hampir tidak dapat dikenali lagi merupakan salah satu alasan mengapa para pemilih menolaknya tahun itu,” ujar Jess Bidgood dalam tulisannya di laman The New York Times berjudul The Second Pandemic Election, 6 November 2024.
Joget Trump
Isu Pilpres AS 2020 jadi berita hangat di mana-mana. Partai Republik setia mengangkat Trump sebagai capres. Penantangnya Partai Demokrat tak mau kalah dengan mengangkat Wakil Presiden era 2009-2017, Joe Biden sebagai capres andalan.
Kehadiran Joe Biden sebagai penantang mumbuat tensi panas sedari awal. Dosa-dosa Trump selama pandemi Covid-19 ditampil satu demi satu. Trump pun mulai memanaskan mesin kampanyenya. Ia terus menyerang Biden yang dianggap tak kompeten sebagai capres karena terlampau tua.
Trump tetap setia menegakkan nilai konservatif AS. Ia tak ingin agenda LGBTQ+ meracuni rakyat Amerika. Imigran-imigran ilegal dilarang masuk. Sentimen kepada kaum kulit hitam meninggi. Ia bahkan tak terlalu ambil pusing dengan virus korona. Ia menyebut bahwa virus corona tak memiliki efek mematikan cuma flu biasa.
Kedua capres terus saja saling mengadu gagasan. Mulanya memang adu gagasan terkait amerika ke depan. Namun, belakangan jadi saling bongkar aib. Kondisi itu berlangsung di hampir setiap kampanye umum digelar.
Puncaknya, Trump menggunakan pula ajian populer mendatangkan suara dengan berjoget di kampanye. Ajian itu sebenarnya bukan yang pertama kali. Beberapa tokoh politik banyak yang menggunakan siasat joget untuk mendatangkan popularitas termasuk mantan Presiden AS yang lalu Barack Obama.
Dulu kala Barack Obama joget dengan alunan lagu Crazy in Love milik Beyonce di acara Ellen DeGeneres Show pada 2007. Kala itu Obama masih berjuang keras mencalonkan diri sebagai capres dari Partai Demokrat.
Donald Trump beda lagi. Pengusaha kaya raya itu milih lagu Village People’s milik YMCA. Trump berjoget dnegan mengayunkan lengannya secara bergantian. Akan tetapi, bukan dengan wajah senyum. Ia malah melakukannya dengan wajah cemberut.
“Trump melakukan joget yang menjadi ciri khasnya: mengikuti irama lagu Village People's milik YMCA, Trump mengayunkan lengannya secara bergantian, sambil menatap kosong ke arah kerumunan. Tidak seperti pertunjukan joget pada umumnya, ada semacam kedengkian dalam gerakan Trump. Jarang sekali melihat seseorang menari dengan wajah cemberut. Namun, para pendukungnya menyukainya,” ujar Adam Gabbatt dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul Feel the Groove: Trump Keeps on Dancing – Does it Help his Cause? 12 Agustus 2024.
Joget Trump pun disambut gegap gempita oleh pendukung Trump di seantero AS. Tarian itu bak simbol Trump justru bisa tampil enerjik dibanding Biden yang kaku.
Menari di Atas Penderitaan Orang Lain
Joget Trump memang populer. Namun, tak semua orang AS merayakan jogetnya. Kondisi itu karena joget Trump dianggap sebagai bentuk ketidakpekaan. Suatu potret seorang pemimpin yang tak punya empati kepada penderitaan rakyatnya yang dihantam pandemi Covid-19.
Narasi itu karena Trump mengelorakan jogetnya bertepatan dengan angka penularan dan kematian karena virus korona yang meninggi. Virus dari Wuhan itu telah membuat seisi AS menderita. Ada yang kehilangan nyawa, keluarga, hingga mata pencahariaannya. Ajaibnya Trump bak merayakannya.
“Namun bagi Trump, sudah saatnya untuk merayakan. Ia menari sedikit mengikuti lagu Village’s karya Village People, sebuah lagu yang mungkin perlu diteliti lebih saksama oleh tim kampanyenya. Presiden tampak sangat senang. Lebih dari 215.000 warga Amerika yang meninggal karena COVID-19 tahun ini tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar. Meskipun saya tidak dapat membayangkan mereka senang dengan pria jahat yang menari di atas kuburan mereka,” tegas Rex W. Huppke dalam tulisannya di laman Chicago Tribune berjudul Trump’s Dance, McConnell’s COVID Cackle Show Reckless Disregard for Surging Coronavirus Pandemic, 14 Oktober 2020.
Gema protes terhadap Trump mengemuka di mana-mana. Kondisi itu karena Trump sendiri tak percaya dengan pandemi Covid-19. Lawannya dalam Pilpres 2020 pun memanfaatkan isu yang sama untuk mendulang suara.
Kebencian terhadap Trump dipupuknya. Sesuatu yang kemudian membuat Trump kalah dari Joe Biden. Kekalahan itu boleh jadi karena jogetnya yang kontroversial. Alias pada momen yang kurang tepat. Trump jadi dihujat habis-habisan.
Boleh jadi Trump kalah dalam Pilpres 2020. Namun, hal itu tidak terjadi pada Pilpres 2024. Pandemi Covid-19 yang sudah lama berlalu dengan sendirinya membuat kepercayaan rakyat AS ke Trump meninggi dan ia mampu menang. Aksi joget Trump pun turut dibangkitkan.
Joget Trump lalu mendunia untuk kedua kalinya. Namun, kali ini dengan skala yang lebih besar. Banyak artis, penyanyi, dan olahragawan mulai mengadopsi joget gemoy Trump dalam selebrasi penting mereka. Ajian itu kemudian membuat joget Trump kian bertambah populer. Semuanya gara-gara joget gemoy Trump.
Recommended Article
News Update
Minister of Religious Affairs Arrives in Saudi Arabia to Discuss...
Minister Nasaruddin's meeting with Minister of Hajj and Umrah Tawfiq F Al Rabiah will take place on Sunday (11/24) night in Makkah. Also scheduled to join the meeting are Head of BPH Mochammad Irfan Yusuf, Director Gener...
President Prabowo Secures IDR 294 Trillion in Foreign Investments...
From his visit over the past two weeks, President Prabowo received investment commitments worth a total of US$18.57 billion or around Rp294.80 trillion (assuming an exchange rate of Rp15,880.00 per US dollar).
Pertamina Eco RunFest 2024: A Grand Success with 12,300 Runners J...
This event is presented in order to welcome Pertamina's 67th Anniversary which falls on December 10, 2024. The participants took part in four categories, namely 1.5K (Family Run), 5K (Fun Run), 10K (Student, General and...
UN Condemns Security Council’s Failure to Pass Crucial Ceasefire...
The United Nations (UN) expressed disappointment over the Security Council's failure to pass a resolution for a ceasefire in Gaza after the United States blocked the draft, UN spokesman Stephane Dujarric stated on Wednes...
Trending
- # Daily Update
- # Regional
- # Nasional
- # Internasional
Popular Post
SOEs Ministry Tries Out Four Days in Workweek System
The State-Owned Enterprises (SOEs) Ministry is testing the implementation of a four-day workweek. This was shared on Instagram @lifeatkbumn on Saturday (6/8).
TransJakarta Extends Operational Hours of Soekarno-Hatta Airport...
TransJakarta extended its service time until midnight for the corridor with destination to the Soekarno-Hatta International Airport, starting Wednesday (6/19).