• Friday, 15 November 2024

Kudeta Pakistan 1977 dan Zulfikar Ali Bhutto: Kematian Tragis Ayah Benazir Bhutto di Tiang Gantungan

Kudeta Pakistan 1977 dan Zulfikar Ali Bhutto: Kematian Tragis Ayah Benazir Bhutto di Tiang Gantungan
Zulfikar Ali Bhutto saat berada di atas podium dalam suatu kampanye politik pada 1969 | Wikimedia Commons/Istimewa

SEAToday.com, Jakarta - Tiada yang mampu menyenangkan semua pihak dalam dunia politik. Politik yang kerap berjalan dinamis jadi alasannya. Pemerintah juga tak dapat mengatur pihak mana saja yang satu pandangan. Kekuasaan bisa sewaktu-waktu digoyang dengan serangkaian isu. Kudeta -- pengambilalihan kekuasaan bisa saja berlangsung.

Ada banyak kudeta yang gagal. Namun, ada pula kudeta yang terencana dan berhasil. Kudeta berhasil pernah berlangsung di Pakistan era 1977. Kala itu militer Pakistan melancarkan Operation Fair Play. Kudeta itu menargetkan Perdana Menteri Pakistan, Zulfikar Ali Bhutto yang notabene ayah wanita perkasa Benazir Bhutto. Begini ceritanya.

Zulfikar Ali Bhutto bukan orang sembarangan di tanah Pakistan. Pria kelahiran Sind, 5 Januari 1928 itu berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya Sir Shahnawaz Bhutto merupakan pejabat tinggi di era kekuasaan Inggris di Mumbai, India.

Posisi itu membuat ayahnya kaya raya. Tanahnya di mana-mana dan pengaruh politiknya menggelegar. Ia mau anaknya berpendidikan tinggi. Ali Bhutto mulai menempuh pendidikan di Mumbai, India. Pendidikannya pun berlanjut ke luar negeri pada 1947, atau tepat kemerdekaan Pakistan.

Ali Bhutto memilih melanjutkan kuliah di Universitas California Berkeley, Amerika Serikat (AS) dan lulus bidang ilmu politik pada 1950. Kepekaannya terhadap politik kian terbuka. Namun, Ali Bhutto masih merasa perlu melanjutkan pendidikan.

Ia memilih masuk Universitas Oxford, Inggris. Ia mendalami hukum. Ali Bhutto lulus dengan gemilang pada 1952. Ali Bhutto bersiap pulang dan menjadi pesohor Pakistan. Ia bak meramalkan nasibnya segera membangun negeri.

“la melihat Republik Islam Pakistan untuk pertama kalinya di tahun 1954, dan memulai karirnya sebagai pengacara sekaligus pengajar ilmu hukum konstitusi pada Karachi's Sind Muslim College di tahun yang sama. Kecerdasan dan kepribadiannya yang menonjol dengan cepat menarik perhatian kalangan politik,” tertulis dalam laporan majalah Tempo berjudul Pemberang dari Sind, 14 April 1979.

Pemimpin Pakistan Karismatik

Ali Bhutto kerap tampil jadi pusat perhatian. Banyak yang kepincut dengan bakatnya. Ia mampu menarik perhatian banyak orang dari rakyat hingga Presiden Iskandar Mirza (1956-1958). Ali Bhutto lalu diperkenankan mewakili Pakistan dalam berbagai hajatan PBB.

Pergantian kekuasaan dari Iskandar Mirza ke Ayub Khan (1958-1969) tak membuat nama Ali Bhutto dilupakan. Ayub mengganggap Ali Bhutto anak didiknya. Ia juga mengangkat Ali Bhutto sebagai Menteri Perniagaan hingga Menteri Luar Negeri. Belakangan justru popularitas Ali Bhutto justru mencuat dibanding Ayub.

Ali Bhutto dikenal sebagai pemimpin yang dikenal oleh rakyat banyak. Ia mulai mendapatkan reputasi sebagai pemimpin gerakan nasionalis dan sosialis. Retorikanya menggelegar. Ia mulai terganggu dengan arah perpolitikan Ayub. Ia menganggap Ayub tak menjalankan demokrasi. Represif pula.

Pilihan pun diambil. Ali Bhutto segera mengundurkan dari dapur pemerintahan. Ia mencoba kembali membuka praktek hukum dan senantisa membentuk wadah politik yang kuat, Partai Rakyat Pakistan yang menggelorakan gerakan sosialisme Islam.

“Beberapa bulan kemudian, Bhutto mengundurkan diri dari Pemerintah dan kembali ke praktik hukum swasta. Ia juga mendirikan Partai Rakyat Pakistan, yang tujuannya adalah demokrasi dan sosialisme Islam nasionalis. Bhutto memperoleh banyak pengikut dan mengecam Pemerintah Ayub Khan sebagai kediktatoran yang berpura-pura sebagai demokrasi,” tulis laporan surat kabar The New York Times berjudul Zulfikar Ali Bhutto: A Dominant Force in Pakistan for Two Decades, 4 April 1979.

Ayub murka dan menahan Bhutto pada 1968. Partainya diganggunya. Namun, Bhutto jutsru mendapatkan simpati rakyat. Ia dibebaskan pada 1969. Namanya lalu melejit jauh. Ayub lalu lengser digantikan dengan Yahya Khan.

Pemilu darurat lalu dilangsungkan pada 1970. Bhutto dan partainya unggul jauh. Sekalipun tetap berada di bawah kuasa Yahya Khan. Malangnya nasib Yahya Khan baru terlihat kala dipermalukan dengan kejadian pisahnya Pakistan Timur jadi Bangladesh.

Kondisi itu membuat Yahya Khan terpukul dan mengundurkan diri. Ali Bhutto resmi jadi Presiden Pakistan pada 1971. Ia mengubah konstitusi Pakistan pada 1973 yang membuatnya jadi Perdana Menteri. Gagasan sosialisme Islam mulai diterapkan.

Upaya nasionalisasi ragam perusahaan multinasional mulai dilakukan, dari bidang perbankan hingga pertanian. Harga diri rakyat Pakistan pun terangkat. Sebab, gagasan Ali Bhutto tak hanya berkutat urusan makro. Ia mau mencoba mengurus urusan mikro.

Ali Bhutto mengurus urusan roti hingga perumahan rakyat. Kepemimpinan itu membuatnya dicintai rakyat Pakistan.

Mati di Tiang Gantungan

Kepemimpinan Bhutto tak selamanya berjalan damai-damai saja. Ia juga bertidak represif. Ali Bhutto tak memberikan ruang kepada lawan politik mengomentarinya. Barang siapa yang melempar kritik akan dibereskan dengan segera.

Penjara Pakistan pernah penuh dengan lawan politik Ali Bhutto. Ia menghukum ratusan orang lebih yang berseberangan paham. Puluhan orang juga terhitung tewas di eranya. Ia tak menghendaki gerakan-gerakan politik berkumpul.

Kepercayaan terhadap Ali Bhutto lalu jatuh pada level terendah pada 1977. Ali Bhutto dan partainya dituduh curang dalam pemilu. Pemerintahannya dianggap korup. Partai Ali Bhutto menang menang mudah. Deru protes muncul di sana-sani.

Pembangkangan sosial muncul di mana-mana. Puluhan nyawa melayang. Kerusuhan itu berlangsung dalam tiga bulan. Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Zia ul Haq lalu melihatnya sebagai peluang. Zia yang dulunya seorang loyalis Ali Bhutto justru berambisi menggulingkan bosnya.

Kudeta yang dikenal luas sebagai Operation Fair Play digelarnya pada 5 Juli 1977. Kudeta dilakukan dengan alasan Ali Bhutto tak layak jadi pemimpin Pakistan. Ali Bhutto di penjara. Pendukungnya juga mendapatkan hal yang sama.

“Setelah kudeta tahun 1977, ribuan pendukung Ali Bhutto dipenjarakan dan ratusan lainnya dicambuk di depan umum. Empat tahun kemudian, meskipun Pemerintah bersikeras tidak ada tahanan politik di penjara, diplomat Barat memperkirakan jumlahnya hampir mencapai 2 ribu orang, mulai pemuda Muslim, Hingga Militer,” ungkap Dennis Havesi dalam laporannya di koran The New York Times berjudul Mohammad Zia ul-Haq: Unbending Commander for Era of Atom and Islam (1988).

Belakangan Ali Bhutto dituntut dengan hukuman gantung pada 1978. Keputusan itu membuat pemimpin negara di dunia menyurati Zia ul Haq untuk melupakan niatnya hukum mati Ali Bhutto. Negara itu antara lain Uni Soviet, Indonesia, China, hingga Amerika Serikat.

Zia Ul Haq bak sengaja tak mendengar. Ia merasa Ali Bhutto tak butuh pengampunannya. Ali Bhutto sendiri tak sudi meminta maaf. Ia tak gentar dan tak merasa bersalah pula. Pemimpin karismatik itu lalu meninggal di tiang gantungan pada 4 April 1978 di Penjara Rawalpindi.

Seisi Pakistan pun kehilangan merasakan kehilangan. Pemimpin negara-negara sahabat juga merasakannya yang sama. Kepemimpinan Ali Bhutto lalu berganti ke Jenderal Zia ul Haq.

Jenderal itu mengubah segala. Ia menjadikan Pakistan sebagai negara Islam yang pro AS. Ia mencoba menerapkan syariat Islam secara penuh. Sesuatu yang tak dilakukan Ali Bhutto yang condong ke Uni Soviet.

Share
News Update
Bali Airport: 90 Flights Canceled in a Day Due to Eruption

Bali Airport: 90 Flights Canceled in a Day Due to Eruption

US President-Elect Donald Trump Appoints Elon Musk to Lead Govern...

US president-elect Donald Trump has appointed SpaceX founder Elon Musk (@elonmusk) to lead the Government Efficiency Department.

President Prabowo Meets President Joe Biden to Mark 75th Annivers...

Indonesian President Prabowo Subianto held a bilateral meeting with US President Joe Biden at the White House in Washington DC on Tuesday (11/12).

Prabowo Meets Biden at The White House to Discuss Indonesia-US Di...

During the meeting, President Prabowo was warmly received by President Biden, and the two leaders discussed the strong diplomatic ties between Indonesia and the U.S.

Multiple Accidents on Cipularang Toll Road KM 92 Damaging Numerou...

The collision occurred as the KM 92 area was hit by heavy rain and lightning, which likely contributed to poor visibility and slippery road conditions.

Trending